Begitulah selama 3 tahun, ayah mertua selalu seperti itu.
Suatu hari, ayah mertua jatuh sakit keras, terbaring lemah di ranjang.
Kami memanggilnya tapi ia tak mau keluar, sampai-sampai kami menjadi panik.
“Jangan sampai terjadi sesuatu yang tak diharapkan,” gumam kami dalam hati.
Karena panik, suamiku pun langsung mendobrak pintu kamar ayah mertua.
Kami tercengang melihat ayah mertua berbaring tenang di atas ranjang.
sambil mendekap di dada potret mendiang isterinya atau ibu mertuaku alamarhumah.
Di depan ranjangnya juga terdapat selembar potret mendiang isterinya.
Sementara di atas sebuah meja terdapat beberapa lembar surat yang dipenuhi.
dengan huruf demi huruf yang berjejel di atas kertas surat itu.
Saat itulah kami baru tahu ternyata selama ini ayah mertua selalu menulis surat.
untuk mendiang isterinya di ujung dunia sana, sebagai wujud titipan rindunya.
Pada saat itu, mata kami sudah berkaca-kaca dan tak kuasa menahan tetesan air mata yang berlinang membasahi wajah kami.
Ternyata inilah sebabnya ayah mertua melarang kami masuk ke kamarnya.
Tak disangka aku dan suamiku telah mengabaikan kebutuhan rohaninya selama ini.
Melihat ayah mertua yang tak mampu berdiri lagi, dan dengan linangan air mata yang terus mengalir, kami pun memeluknya erat sambil terisak