Terenyuh, Kakek Tua Penjual Abu Gosok Tetap Berpuasa Meski Tak Ada Makanan untuk Sahur

Editor: M. Syah Beni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kakek penjual abu gosok di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah.

Pagi ini, ketika ingin berangkat ke kampus.

Saya bertemu kakek ini sedang duduk di pinggir jalan dengan lemahnya.

Sontak saya berhenti, berniat membeli se-plastik abu gosok utk membantunya. Sebab jika saya hanya memberinya uang, sy takut beliau tersinggung.

"Pak, beli abu gosoknya ya" berkali2 saya berkata, beliau hanya terdiam. Ternyata, pendengaran beliau terganggu. Saya mengencangkan suara dan beliau akhirnya mendengar.

Dengan tergopoh2 utk berdiri beliau menyiapkan abu gosok pesanan saya.

"Tidak usah banyak2 pak, berapa harganya?"

"3000 ribu neng"

Saya terdiam, untuk seplastik abu gosok beliau hanya menjual 3000 rupiah. Benar2 nominal yg tdk ada apa2nya utk jaman skrg.

Saya pun bayar, memberi dengan lebih berniat bukan untuk menganggapnya peminta2 tapi karna simpati saya sebagai manusia (bukan utk riya hanya berbagi kisah).

Setelah saya bayar, begitu banyak doa yg beliau layangkan utk saya sambil mencoba duduk kembali.

Karena memang sudah lama sekali sy mencari kakek ini, moment ini pun saya gunakan utk sedikit bertanya ttg kehidupannya.

"Bapak tinggal dimana?"

"Deket, di deket bengkel las daerah pisangan"
(Saya menyimak)

"Saya tinggal numpang sama orang, anak saya tinggal di cikarang. Perut saya sakit neng, selama puasa gak pernah makan karena gak ada apa2 dirumah. Saur sm buka cuma pake air putih aja"

Suaranya terdengar parau menahan tangis.

Halaman
123

Berita Terkini