Laporan wartawan Tribunsumsel.com, Arief Basuki Rohekan
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG --Di tengah kesibukannya sebagai karyawan BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK), DPW Serikat Pekerja (SP) BPJSTK Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) menggelar Rakerwil. Acara ini berlangsung di Batiqa Hotel, Rabu (12/4/2017).
Hadir dalam acara ini seluruh pengurus DPW SP BPJSTK Sumbagsel, dan Ketua Umum DPP SP BPJSTK Eko Purnomo bersama dua Pengurus Harian DPP.
Eko mengatakan, jelang Rakernas SP BPJSTK akhir bulan nanti, akan membawa agenda utama yaitu, pecabutan Peraturan Pemerintah (PP) no 70 tahun 2015 tentang Jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), disamping tetap memperjuangkan kesejahteraan karyawan BPJSTK sendiri.
"Ini terkait agenda rutin penguatan SP dan evaluasi program kerja. Agenda kedua bagaimana SP bisa mengawal dan menjadi mitra strategis manajemen dalam mendukung, mensuport manajem."
"Ketiga mengkritisi situasi terakhir terkait, dengan masalah disharmonisasi atau inkonsitusi penerapan regulasi jaminan sosial."
"Dimana paling tinggi UUD 45 dan supremasi hukum seharusnya dikedepankan," katanya.
Ketua DPW SP BPJSTK Sumbagsel, Arief Budiman mengatakan, Rakerwil ini diadakan dalam rangka persiapan Rakernas yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.
Dirinya mengisyaratkan pada Rakernas nanti pihaknya akan mengusung persoalan PP No 70 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan JKK, JKM dan JHT oleh PT Taspen.
Arief sendiri sangat menyayangkan munculnya Peraturan Pemerintah No 70 Tahun 2015. Menurutnya, PP yang melegalkan pelaksanaan JKK dan JKM serta JHT kepada PT Taspen ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang yang dikeluarkan sebelumnya.
Diungkapkannya, prinsip nirlaba sebagai salah satu prinsip SJSN yang selama ini dilakukan BPJS Ketenagakerjaan, tidak sesuai dengan PT Taspen yang berorientasi pada profit.
Prinsip Gotong Royong juga tidak mungkin terimplementasi di PT Taspen. Padahal, prinsip gotong royong selama ini berhasil dilakukan BPJS Ketenagakerjaan, diantaranya untuk membiayai peserta yang mengalami kecelakaan kerja sampai sembuh dengan biaya tak terbatas.
Sedangkan pembiayaan kecelakaan kerja oleh PT Taspen berbatas. Bila plafon biaya sudah habis, PT Taspen tidak membiayai lagi, sehingga BPJS Kesehatan yang membiayai. Karena itu, menurut Arief, BPJS Kesehatan mestinya ikut protes PP No 70/2015.
Eksistensi PP No.70/2015, menurut Arief, justru blunder bagi pemerintah. Apalagi bila pelaksanaan program JKK dan JKM seluruh tenaga kerja yang dibiayai APBN dikelola PT Taspen, tentu jadi ancaman bagi kelangsungan pelaksanaan jaminan sosial di negara ini.
Ditambahkan Arief, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu mestinya memperkuat dana iuran JKK, JKM, JHT dan JP di BPJS Ketenagakerjaan, agar Surat Utang Negara yang bisa dibeli oleh dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan lebih besar lagi.
Dengan argumen itu, Ketua DPW SP BPJSTK Sumbagsel ini minta pada Presiden Jokowi untuk mengembalikan rel jaminan sosial pada UU SJSN, UU BPJS dan UU ASN dengan membatalkan PP No 70/2015. PP ini dinilai sangat kontradiktif.
"Disini ada diesharmonisasi UU dengan PP yang tidak inline dengan melibatkan pakar hukum Dr Febrian. Kita nilai PP 70 menabrak undang-undang, sehingga akan kita perjuangkan," pungkasnya