Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak
Kronologi Kejagung Ungkap Dugaan Korupsi Pertalite Dioplos jadi Pertamax, Ada Keluhan Warga Sumsel
Harli menyebut pihaknya saat ini juga tengah fokus menghitung kerugian negara dari tahun 2018-2023 terkait kasus mega korupsi ini.
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengungkap kronologi pihaknya mengungkap kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di sejumlah anak usaha PT Pertamina.
Menurutnya, semua berawal dari keluhan masyarakat di sejumlah daerah, salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan.
Konsumen mengeluhkan buruknya kualitas BBM Pertamax yang mereka beli dan menyebabkan kendaraan rusak.
"Kalau ingat beberapa peristiwa di Papua dan Palembang (Sumsel) terkait dugaan kandungan minyak yang jelek. Ini kan pernah mendapatkan respons luas dari masyarakat kenapa kandungan Pertamax yang begitu jelek," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar.
Setelah mendapati banyak temuan tersebut di masyarakat, Kejaksaan Agung kemudian melakukan kajian mendalam.
Kejaksaan Agung juga mendapati temuan lain bahwa pemerintah menganggarkan subsidi terkait BBM yang dirasa janggal yang ternyata akibat kelakuan para tersangka.
"Sampai pada akhirnya, ada liniernya atau keterkaitan antara hasil-hasil yang ditemukan di lapangan dengan kajian-kajian yang tadi terkait, misalnya mengapa harga BBM harus naik dan ternyata ada beban negara yang seharusnya tidak perlu," ucapnya.
"Tapi, karena ada sindikasi oleh para tersangka ini, jadi negara harus mengemban beban kompensasi yang begitu besar," lanjut Harli.
Baca juga: Sosok Agus Purwono, Petinggi Pertamina Tersangka Korupsi Minyak Rugikan Rp 193 T, Menangkan Broker
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dari kasus mega korupsi tersebut.
Mereka adalah:
- Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan
- Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin dan
- Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono
- Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi,
- Beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Keery Andrianto Riza,
- Komisaris PT Navigator Khatulistiwa berinisial DW
- PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menyebut kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dari kasus korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga hanya hitungan untuk tahun 2023.
Jika ditarik mundur ke belakang, menurut Harli jumlah kerugian negara pasti fantastis.
Menurut Harli, tempus delicti atau rentang waktu terjadinya tindak pidana korupsi itu antara 2018-2023, dan jumlah kerugian total negara belum dihitung.
Bahkan, sambung Harli, kerugian negara untuk tahun 2023 baru hitungan sementara.
Dia menjelaskan hitungan kerugian negara tersebut meliputi beberapa komponen seperti rugi impor minyak, rugi impor BBM lewat broker, dan rugi akibat pemberian subsidi.
"Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli, terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023," katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).
Baca juga: Profil Gading Ramadhan Joedo, Dirut PT OT Merak Tersangka Korupsi Pertamina, Presiden Klub Basket
Harli mengungkapkan, jika dihitung secara kasar dengan perkiraan bahwa kerugian negara setiap tahun sebesar Rp193,7 triliun, maka total kerugian selama 2018-2023 mencapai Rp968,5 triliun.
"Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan kerugian negara sebesar itu," katanya.
Harli menyebut pihaknya saat ini juga tengah fokus menghitung kerugian negara dari tahun 2018-2023 terkait kasus mega korupsi ini.
Dia mengatakan penyidik Kejagung turut menggandeng ahli untuk melakukan perhitungan kerugian negara.
"Kita ikuti perkembangnya nanti," ujarnya singkat.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menuturkan kasus ini bermula pada tahun 2018 ketika pemerintah tengah mencanangkan pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari produksi dalam negeri.
Namun, tiga tersangka yaitu Riva, Sani, dan Agus, justru tidak melakukannya dan memutuskan untuk pengkondisian saat rapat organisasi hilir (ROH).
Baca juga: Penjelasan Lengkap PT Pertamina Soal Isu Pertalite Dioplos jadi Pertamax di Kasus Korupsi Riva Cs
Hal itu, kata Qohar, dilakukan demi melakukan impor minyak mentah.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Selain itu, adapula modus di mana mereka kongkalikong dengan broker yaitu Riza, Dimas, dan Gading selaku broker terkait kegiatan ekspor minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kongkalikong itu berupa pengaturan harga yang diputuskan dengan melanggar peraturan demi kepentingan pribadi masing-masing.
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.
Lalu, deretan pelanggaran hukum kembali dilakukan ketika Riva, Sani, dan Agus memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang.
Selanjutnya, adapula Dimas dan Gading yang melakukan komunikasi ke Agus untuk memperoleh harga tinggi meski secara syarat belum terpenuhi.
Riva juga melakukan pelanggaran di mana justru membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 meski yang dibutuhkan adalah RON 92.
Tak cuma itu, Yoki juga diduga melakukan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor.
Apa yang dilakukan Yoki ini membuat negara harus menanggung biaya fee mencapai 13-15 persen. Namun, Riza justru memperoleh keuntungan.
"Sehingga tersangka MKAR (Riza) mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," ungkap Qohar.
Qohar mengatakan rangkaian perbuatan tersangka ini membuat adanya gejolak harga BBM di masyarakat lantaran terjadi kenaikan.
Hal ini membuat pemerintah semakin tinggi dalam memberikan kompensasi subsidi.
Sekadar informasi, di sejumlah wilayah di Sumsel pernah mengeluhkan kualitas pertamax, salah satunya di Pertashop wilayah OKU Timur.
Keluhan Pertamax di Sumatera Selatan.
Dikutip dari berita Tribunsumsel.com dengan judul 'Puluhan Motor Mogok Setelah Isi BBM di Pertashop 2P.323.77 Martapura OKU Timur, Manajemen Ganti Rugi' yang tayang pada 10 Oktober 2024, puluhan sepeda motor mengalami mogok setelah mengisi bahan bakar di Pertashop 2P.323.77 Kelurahan Terukis Rahayu, Kecamatan Martapura, Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan.
Tepatnya SPBU ini berada di Jalan Merdeka samping DPRD Kabupaten OKU Timur.
Di mana motor yang mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax di Pertashop tersebut langsung mati mesin setelah berjalan tidak jauh dari lokasi diduga karena BBM tercampur air.
Saat itu Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel minta maaf dan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Pada 2018 pula pernah terjadi di Ogan Komering Ilir.
Catatan Kompas.com dengan judul berita 'Warga OKI Temukan Pertamax Bercampur Air di SPBU Kayuagung' yang tayang pada 3 Mei 2018, warga Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, menemukan indikasi adanya penjualan pertamax bercampur air di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 24.306.30.
Hermansyah Y Noer, Region Manager Communication & CSR Pertamina Sumbagsel ketika dikonfirmasi membenarkan isu tersebut.
Menurut Hermansyah, pihak Pertamina telah memberikan peringatan kepada pemilik SPBU lantaran adanya kandungan air di dalam produk pertamax yang mereka jual.
Adanya air di dalam tangki pertamax di SPBU itu, lanjut Herman, karena terjadi kebocoran tangki.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengungkapan Korupsi Pertalite Dioplos Jadi Pertamax Berawal dari Keluhan Warga, BBM Pertamina Jelek
Baca berita lainnya di Google News
Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com
Sosok "Raja Minyak" Riza Chalid Tersangka Baru Kasus Korupsi Pertamina, Anaknya Lebih Dulu Tersangka |
![]() |
---|
Jaksa Agung Buka Suara Soal Ada Tudingan Terungkapnya Korupsi Pertamina untuk 'Ganti Pemain' |
![]() |
---|
Jabat Dirut Sejak 2018-2024, Nicke Widyawati Berpotensi Diperiksa dalam Kasus Korupsi Pertamina |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Nicke Widyawati Eks Dirut Pertamina Berpeluang Dipanggil Kejagung, Tembus Rp118 M |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Alfian Nasution yang Disinggung Ahok usai Diperiksa Kejagung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.