Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

Sosok Yoki Firnandi, Dirut PIS Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Rugikan Negara Rp 193,7 T

Mengenal Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola

Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Moch Krisna
(DOK. Humas Pertamina )
TERSANGKA KORUPSI PERTAMINA - Chief Executive Officer (CEO) PT Pertamina International Shipping (PIS) Yoki Firnandi memimpin upacara di FSO Pertamina Abherka. Kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Mengenal Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS), turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Dalam kasus ini, kerugian negara berdasarkan hasil audit sebesar Rp193,7 triliun.

Adapun Yoki berperan melakukan mark up kontrak pengiriman pada saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping. 

DIRUT PT PERTAMINA TERSANGKA, (kiri) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan dan (kanan) Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting meninjau SPBU Pertamina di kawasan Jakarta Selatan pada Minggu (7/4/2024). Riva Siahaan, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga resmi ditetapkan menjadi satu dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023.
DIRUT PT PERTAMINA TERSANGKA, (kiri) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan dan (kanan) Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting meninjau SPBU Pertamina di kawasan Jakarta Selatan pada Minggu (7/4/2024). Riva Siahaan, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga resmi ditetapkan menjadi satu dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023. (Wartakotalive.com)

Lantas siapakah sosoknya ?

Mengutip laman resmi Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi merupakan lulusan Teknik Sipil dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, yang menyelesaikan studinya pada tahun 2003.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang magister di Prasetiya Mulya Business School, Jakarta, dan meraih gelar Magister Manajemen pada 2008. 

Baca juga: Akal Licik 7 Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 T, Riva Siahaan Otak Utama

Pada tahun 2013, Yoki menempuh studi di University of Manchester, Inggris, dan berhasil memperoleh gelar Master of Operation, Project, and Supply Chain Management.

Sementara mengutip Linkeind, pada tahun 2017-2019 Yoki pernah menjabat sebagai ice President Commercial & Operation di PT Pertamina International Shipping.

Selain itu, pada tahun 2020-2022 menjabat sebagai Director Feedstock & Product Optimization.

Setelah itu , ia dipercaya sebagai CEO PT Pertamina International Shipping.

Peran 7 Tersangka

Hasil blending tersebut kemudian dijual dengan harga Pertamax dan menyebabkan kerugian hingga Rp 193,7 miliar. 

Kerugian ini berasal dari berbagai komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina diketahui termasuk di antara pejabat yang ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang itu. 

Untuk lebih lengkapnya, berikut tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023:

1. Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga 

Bersama SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang bersama SDS dan AP 

Bersama SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum RS "menyulap" BBM Pertalite menjadi Pertamax 

2. SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional 

Bersama RS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang 

Bersama RS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum 

3. AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

Bersama RS dan SDS Melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang 

Bersama RS dan SDS memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum

 4. YF selaku pejabat di PT Pertamina International Shipping 

Melakukan mark up kontrak pengiriman pada saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping. 

5. MKAN selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa 

Akibatnya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan tersangka YF, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN. 

6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim

Bersama GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi 

DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi 

7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak 

Bersama DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi 

GRJ dan DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi 

GRJ dan DW juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang

Awal Mula Terbongkar

Dilansir dari Kompas.com, kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. 

Artinya pemenuhan kebutuhan minyak mentah di dalam negeri mesti dipasok dari dalam negeri, begitu pula dengan kontraktornya yang harus berasal dari dalam negeri. 

Namun, penyidikan Kejagung menemukan bahwa tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang. 

Hal itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. 

Adapun pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. 

Selanjutnya, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara subholding Pertamina dengan broker. 

Para tersangka diduga mengincar keuntungan dengan memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. 

Terkait hal tersebut, penyidik Kejagung kemudian memeriksa sejumlah saksi dan ahli hingga akhirnya dapat menetapkan beberapa tersangka. 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved