Berita Nasional
Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Menkes Sebut Inflasi Kesehatan Tiap Tahun Naik 15 Persen
Budi menambahkan, iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan terakhir pada tahun 2020 atau 5 tahun lalu.
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan iuran BPJS Kesehatan sudah seharusnya naik saat ini.
Sebab, kata Budi, inflasi kesehatan mengalami kenaikan mencapai 15 persen setiap tahun.
Sehingga iuran BPJS kesehatan juga wajib disesuaikan agar tetap sustainable.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, pada Selasa (11/2).
"Setiap tahun naiknya 15 persen, kan tidak mungkin uang yang ada sekarang itu bisa menanggung kenaikan yang 15 persen itu," kata Budi.
Budi menambahkan, iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan terakhir pada tahun 2020 atau 5 tahun lalu.
Jika iuran BPJS kesehatan tidak disesuaikan, maka keuangan BPJS Kesehatan tidak akan mampu bertahan.
"Sama saja kita ada inflasi 5 persen, kita bilang gaji pegawai negeri, menteri nggak boleh naik selama 5 tahun, itu kan agak menyedihkan juga, kalau kita bilang ke karyawan kita, sopir kita gaji nggak naik selama 5 tahun, pada inflasi 15 persen, kan nggak mungkin," ucapnya.
Namun, Budi menyebut kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut harus dijalankan dengan adil tanpa menyasar masyarakat miskin. Menurutnya masyarakat miskin tetap mendapat bantuan pemerintah jika kenaikan iuran benar dilakukan.
"Nah kalau naik sekarang kita mesti adil, gimana caranya yang miskin jangan kena, itu tugasnya kita kan. Itu sebabnya yang miskin tetap akan di cover 100 persen, PBI (Penerima Bantuan Iuran). Yang akan naik artinya bebannya pemerintah, dan pemerintah nggak apa-apa secara konstitusi kan tugas kita," ujarnya.
Budi mengatakan kenaikan iuran BPJS kesehatan bukanlah kebijakan populer, namun perlu segera diputuskan. Sebab, jika dibiarkan tanpa ada kenaikan, dikhawatirkan kondisi ini justru berbahaya bagi BPJS Kesehatan dan masyarakat.
"Jadi memang ini bukan sesuatu yang populer, tapi somebody harus ngomong gitu kan, kalau nggak kita nanti di ujung-ujung meledak, malah bahaya, lebih baik kita bilang secara jujur, bahwa dengan kenaikan inflasi kesehatan 10-15 persen per tahun, sedangkan tarif BPJS yang nggak naik 5 tahun, itu kan nggak mungkin, jadi harus naik," tandasnya.
Baca juga: Daftar Pelayanan yang Ada di RSUD Talang Ubi PALI, Tapi Belum Bisa Menggunakan BPJS Kesehatan
Baca juga: Tak Perlu BPJS, ini Syarat Cek Kesehatan Gratis di 42 Puskesmas di Palembang Spesial Kado Ultah
Di sisi lain, Kemenkes akan mengubah sistem pembayaran klaim BPJS kesehatan ke rumah sakit. Budi menjelaskan saat ini Indonesia menerapkan sistem INA-CBG's dalam pembayaran klaim BPJS ke rumah sakit.
INA-CBG'S itu merupakan sistem pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.
Budi mengatakan model INA-CBG's yang diimpor dari Malaysia tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi di Indonesia, baik dari segi paket tarif maupun kecocokan dengan jenis layanan rumah sakit di tanah air.
"Kita mau ubah menjadi Indonesia DRG Group. Kenapa? Karena kita ambil INA-CBG'S kita ambil itu modelnya model Malaysia, kita import saja. Jadi, banyak yang belum cocok dengan kondisi di Indonesia dan juga paket-paketnya juga enggak cocok," kata Budi.
Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengaku heran dengan ulah sejumlah peserta yang tidak mau membayar iuran. Kelompok yang disinggung Ali itu adalah Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah BPJS Kesehatan (PBPU).
Padahal, lanjut Ali, mereka mampu mengeluarkan biaya hingga Rp 500 ribu per bulan untuk membeli rokok. "Memang peserta PBPU, upahnya nggak dapat nih, itu paling sulit. Dan mereka, karena tekanan ekonomi dan segala macam nggak ada kesadarannya. Tapi kalau beli rokok mampu, Rp 500 ribu sebulan mampu," ujar dia.
Ali menjelaskan, iuran bulanan BPJS kesehatan tidak sampai sepersepuluh pengeluaran untuk rokok. Misalnya biaya untuk kelas 3 BPJS Kesehatan adalah Rp 42 ribu. Ditambah subsidi pemerintah sebesar Rp 7.000, maka biayanya menjadi Rp 35 ribu per bulan.
"BPJS nggak sampai sampai sepersepuluhnya. Bukan Rp 48 ribu, tapi Rp 42 ribu. Kalau bayar masih disubsidi oleh pemerintah, baik pusat, daerah, bayarnya itu Rp 35 ribu," ucapnya. Pada rapat itu, Ali juga menegaskan BPJS Kesehatan tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar pada 2025.
Ia menuturkan bahwa saat ini beredar informasi BPJS mengalami gagal bayar selama 3 bulan ke rumah sakit. Padahal, informasi itu tidak benar alias hoaks. "Saya tekankan di sini sampai 2025 BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar. Karena di medsos waduh bunyinya gagal bayar 3 bulan baru dibayar 6 bulan baru dibayar rumah sakit, saya sampaikan tidak ada," ujar Ali.
Ali meminta kabar yang menyebut BPJS mengalami gagal bayar untuk membuktikan tudingan tersebut. Ia memastikan seluruh rumah sakit sudah diselesaikan pembayarannya.
"Asal klaimnya beres artinya itu tidak ada dispute, kalau dispute diagnosisnya masih dispute, belum diputuskan atau pending klaim ya itu BPJS bayar tidak lebih dari 15 hari, kami jamin jangan dibandingkan dengan swasta loh ya," pungkasnya. (Tribun Network/mam/wly)
Baca Berita Tribunsumsel.com Lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung dalam Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
Alasan Tutut Soeharto Dicekal Keluar Negeri, Perkara Piutang Negara Rp700 M Atas BLBI |
![]() |
---|
Alasan Kejagung Batal Jadi Kuasa Hukum Gibran di Kasus Gugatan Ijazah SMA, Singgung Legal Standing |
![]() |
---|
Polemik Ijazah SMA Gibran, Dokter Tifa Ungkap Fakta Soal UTS Insearch dan Sekolah di Singapura |
![]() |
---|
Daftar Calon PPPK Paruh Waktu Kemenag Tahun Anggaran 2024 Diumumkan, Catat Berkas Harus Dilengkapi |
![]() |
---|
Sosok Farida Farichah Resmi Dilantik Jadi Wamenkop, Punya Jejak Karier yang Mentereng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.