Berita Viral
13 Wanita Lapor Jadi Korban Agus Pria Disabilitas Tersangka Pelecehan di NTB, Ada Dibawah Umur
Korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan pria disabilitas di Mataram, I Wayan Agus Suartama alias Agus (21) dilaporkan 13 orang.
Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Moch Krisna
TRIBUNUMSEL.COM -- Kasus pelecehan menjerat I Wayan Agus Suartama alias Agus (21) di NTB Kini berbuntut panjang.
Setelah Agus ditetapkan tersangka, kini ada 13 orang perempuan ikut melaporkan lantaran turut jadi korban.
Mirisnya dari 13 orang perempuan tersebut ternyata ada anak yang masih dibawa umur.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Joko Jumadi, Selasa (3/12/2024).
Joko menyebut 10 orang melaporkan kekerasan seksual yang diduga dilakukan IWAS kepada KDD NTB.
Menurutnya, tiga di antara 10 pelapor masih berusia anak.
"Dari yang sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan) di penyidikan kepolisian itu tiga orang, ditambah yang baru sampaikan ke kami itu 10 orang, jadi totalnya 13 orang," kata Joko.
Mengenai korban anak, ia menyebut pihaknya telah menyerahkan penanganan laporan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram.
IWAS pun berpeluang dikenakan pasal tambahan sehubungan kekerasan seksual terhadap anak.
"Apakah nanti ini akan masuk satu perkara atau laporan baru, ini yang masih jadi persoalan. Kalau yang berstatus anak-anak, kemungkinan akan ada laporan baru karena pasal yang diancamkan berbeda," kata Joko.
"Kalau memang nantinya (korban usia anak) sudah siap (melaporkan), kami akan bantu koordinasikan dengan Polda NTB," sambungnya.
Baca juga: Korban Agus, Pria Disabilitas Tersangka Pelecehan Muncul Ngaku Berawal Curhat Lalu Diintimidasi
Modus Agus
Joko menyebut kekerasan seksual yang diduga dilakukan IWAS pertama terjadi seawalnya pada 2022 dengan korban satu anak. Kasus-kasus yang lain disebut terjadi pada tahun 2024.
Dia menambahkan, berdasarkan keterangan korban, IWAS melakukan kekerasan seksual dengan modus komunikasi verbal yang dapat memengaruhi psikis.
"Untuk yang anak-anak tiga orang, itu modusnya dipacarin. Apakah sudah disetubuhi atau tidak? Wallahualam," kata Joko.

Tak hanya itu, Joko juga mendengar isu ada satu korban Agus yang diduga sampai hamil.
"Itu satu korban anak yang kami belum bisa konfirmasi, kami belum bisa menemukan korbannya (ada korban anak isunya dihamili Agus)," sambungnya.
Perihal jenis pelecehan yang dilakukan Agus, Joko blak-blakan.
Para korban mengurai nasib pilu yang dialami.
"Ada yang memang sampai persetubuhan, ada juga yang baru proses percobaan (pelecehan). Ada yang sudah sampai dibawa ke homestay kemudian korbannya lari. Tapi memang ada yang sampai tahap pelecehan seksual fisik paripurna artinya persetubuhan," kata Joko Jumadi.
"Korban menyampaikan, semuanya modusnya sama, (pelaku) memanipulasi keadaan. Yakni mengambil informasi dari korban, kemudian informasi yang sifatnya rahasia dan keadaan tertentu dari korban yang bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk itu (pengancaman guna pelecehan)," sambungnya.
Pengakuan Korban
Pendamping korban dari Komunitas Senyumpuan, Ade Lativa Fitri mengungkapkan informasi dari pihak mahasiswi yang menjadi korban Agus Buntung.
Korban kekerasan seksual, kata Ade, tidak mengenal pelaku.
Keduanya juga belum pernah bertemu sebelum kejadian itu terjadi.
"Jadi benar-benar (baru pertama kali) bertemu di Taman Udayana, si korban sedang nongkrong-nongkrong mencari udara segar, tiba-tiba dihampiri si pelaku ini," tutur Ade dilansir dari Tribun Lombok, Minggu (1/12/2024).
Dijelaskan Ade, pertemuan keduanya berjalan normal.
Pelaku awalnya mengajak si korban ngobrol dan berkenalan.
"Tapi kemudian ada satu momen, dimana si pelaku ini dengan sengaja mengarahkan korban agar melihat ke satu arah, ke arah utara dari tempat duduk korban."
"Dimana di arah utara itu ternyata ada sepasang kekasih yang sedang melakukan aktivitas seksual," jelas Ade.
Korban yang melihat lantas kaget dan tiba-tiba menangis.
Pelaku yang melihat kondisi korban lantas mengajak pindah tempat untuk mendengarkan curhatan korban.
"Akhirnya korban ketakutan dan dia menangis. Nangisnya korban itu kemudian dijadikan sebagai cara si pelaku untuk membawa korban berpindah tempat."
"Jadi yang awalnya ngobrol di bagian depan (jogging track) di pinggir jalan banget, akhirnya diajak pindah ke belakang yang sepi tidak ada orang, tidak ada cctv," jelas Ade.
Dalam perjalanan ke bagian belakang, pelaku mulai menanyakan hubungan korban dengan mantan-mantannya.
"Kamu pernah ya melakukan ini, makanya kamu nangis ya, bla..bla..gitu," kata Ade, menirukan perkataan pelaku untuk mengintimidasi korban.
Pelaku memanfaatkan masa lalu korban untuk mengulik personal si korban.
Korban mulai merasa sedang dicari tahu kelemahannya dan diintimidasi.
"Sampai akhirnya si pelaku (tersangka) bilang ke korban, kamu harus mensucikan diri dari dosa-dosamu di masa lalu dengan cara kamu harus mandi bersih," ungkap Ade, dari pengakuan korban.
Korban saat itu sempat menolak untuk melakukan ajakan mandi bersih.
Namun, pelaku mengancam korban dengan ancaman akan menyebarkan aib korban kepada semua orang.
"Dia (tersangka) bilang, kamu itu sudah terikat sekarang sama saya, saya sudah tahu segala hal tentang kamu, saya akan laporkan semua itu ke orang tuamu," demikian ancaman pelaku ke korban.
Korban saat itu dalam kondisi tidak stabil pikirannya tambah ketakutan, sehingga korban terpaksa mengikuti permintaan pelaku.
"Akhirnya korban yang sedang dalam kondisi banyak pikiran merasa ketakutan dengan ancaman pelaku, akhirnya mengiyakan ajak pelaku dibawa ke homestay dengan dalih untuk membersihkan diri," ungkap Ade.
Korban mengakui homestay tersebut dibayar sendiri oleh korban dalam kondisi terancam dan disuruh oleh tersangka.
"Bukan secara sukarela memberi uang untuk membayar homestay, korban mengaku ketakutan, karena jika kabur korban pasti dikejar karena ada interaksi pemilik homestay dengan si pelaku," ujar Ade.
Akhirnya di homestay tersebut, tersangka melancarkan aksinya merudapaksa korban yang saat itu dalam kondisi tertekan dan terancam.
Korban, lanjut Ade, saat itu dalam posisi tidak bisa berbuat apa-apa karena secara psikologis tertekan.
Bahkan sampai saat ini korban masih merasa tertekan lantaran kesulitan melawan logika publik, di mana publik menyakini seorang disabilitas tidak bisa melakukan kejahatan seksual.
Lebih parahnya lagi, korban yang melapor ke pihak berwajib justru menjadi sasaran karena dianggap dia yang bersalah.
Korban pun sampai menutup akun media sosialnya karena tidak ingin mendengar hal-hal yang akan membuatnya semakin disalahkan.
"Korban saat ini hanya ingin ada orang yang percaya sama dirinya," ujar Ade, selaku pendamping.
Bantahan Agus soal Intimidasi
Sementara, Agus, sebagaimana dia kerap dipanggil, mengaku tak melakukan intimidasi kepada korban.
Ia justru mengaku sengaja sedang dijebak.
Awalnya, dia meminta bantuan kepada seorang perempuan yang tak lain adalah korbannya untuk diantarkan ke kampus.
Namun ternyata dia diturunkan di salah satu homestay di Kota Mataram.
Agus menegaskan tiba-tiba di ajak masuk ke sebuah kamar.
"Saya ceritain setelah saya sampai homestay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya," ungkap Agus.
Agus mengaku tidak mendapat ancaman dari korban.
Ia sengaja tak melakukan perlawanan karena posisinya dalam keadaan tidak berbusana.
"Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak," jelas Agus.
Belakangan, ia sadar bahwa dirinya dijebak.
Terutama setelah dirinya dituduh telah merudapaksa korban.
"Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh," terang Agus Buntung.
Agus merasa bingung sembari memperlihatkan tubuh disabilitasnya.
"Saya dituduh melakukan kekerasan seksual, coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya."
"Jadi pada intinya itu saya benar-benar kaget dan syok. Tiba-tiba dijadiin tersangka," jelas Agus, Minggu (1/12/2024).
Minta Keadilan dari Presiden
Kini Agus hanya bisa berharap agar Presiden Prabowo bisa memberikan keadilan untuknya.
Pasalnya, ia masih ingin melanjutkan karier sebagai seniman dan statusnya sebagai mahasiswa.
"Saya ingin bertemu dengan Presiden Prabowo untuk menunjukkan karya seni gamelan yang saya mainkan. Walaupun saya hanya bisa menggunakan jari-jari kaki saya, saya ingin membuat Presiden bangga dan mungkin bisa dikenal oleh dunia," ujar Agus, dilansir dari Youtube Official iNews.
Ia beraharap keadaannya bisa kembali seperti semula dan bisa memberikan karya untuk masa depannya.
"Saya ingin agar bisa kembali seperti semula, semoga dengan dukungan dan motivasi dari masyarakat, saya bisa lebih semangat dalam menjalani hidup dan berkarya," ujarnya.
(*)
Baca berita lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
I Wayan Agus Suartama
Agus Buntung
Pelecehan
Nusa Tenggara Barat (NTB)
Polda NTB
Ketua Komisi Disabilitas Daerah
Akibat Rekam Majikan yang Baru Selesai Mandi, ART di Bekasi Terancam Dihukum 12 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Mirip Kasus Diplomat Arya Daru, Bocah SMP di Simalungun Tewas Wajahnya Tertutup Plastik |
![]() |
---|
Viral Pria Ngaku TNI di Bantaeng Tampar Pedagang Sayur Gegara Kibarkan Bendera One Piece |
![]() |
---|
Minta Maaf, Sudewo Bupati Pati Akhirnya Batalkan Kenaikan PBB 250 Persen usai Banyak Penolakan |
![]() |
---|
Bupati Pati Minta Maaf Usai Tantang 50 Pendemo Buntut Naikkan PBB 25 Persen: Saya Tidak Menantang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.