Mata Lokal Desa
Mengenal Kampung Pembuat Perahu di 2 Ulu Palembang, Sudah Bertahan Turun-Menurun
Kampung Perahu, demikian orang menyebut kawasan pembuatan perahu tradisional di Palembang.
Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: Shinta Dwi Anggraini
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Di jantung Kota Palembang, tepatnya di kawasan Tangga Raja 2 Ulu Laut, Kecamatan Seberang Ulu I, tersembunyi sebuah kampung yang penuh dengan pesona.
Kampung Perahu, demikian orang menyebut kawasan pembuatan perahu tradisional di Palembang.
Setiap hari, hiruk pikuk aktivitas pertukangan menggema di sepanjang tepi Sungai Musi, menghadirkan nuansa khas yang tak mudah ditemukan di tempat lain.
Suara ketukan palu, deru mesin gergaji, dan aroma kayu yang khas menjadi iringan sehari-hari bagi warga sekitar.
Keahlian mereka merupakan warisan turun-temurun yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi.
Adalah Burhan (33) sibuk memukul-mukul papan kayu. Dia begitu cekatan membuat perahu pemesannya.
Dikatakan Burhan, mereka membuat perahu ini tidak digambar atau dibuat sketsa lagi.
"Langsung buat saja karena sudah paham cara buat, ukuran dan bentuk lekungan bodi kapal perahu," jelasnya saat dijumpai di lokasi, Jumat (22/11/2024).
"Saya buat perahu ketek dan jukung ini bersama kakak ipar dan usaha ini sudah turun - temurun dari orangtua," ujar bapak murah senyum ini.
Menurut Burhan lagi, pengerjaan perahu jukung baru ini memakan waktu 15 hari atau sekitar dua minggu.
Satu bulan, bisa mengerjakan dua perahu ketek atau jukung pesanan orang.
Satu orang kerjakan satu perahu hingga rampung.
Kayu yang digunakan yakni kayu meranti. Karena kayu ini kuat dan tahan lama.
Perahu yang diproduksi memiliki panjang yang bervariasi sesuai dengan permintaan pelanggan.
Salah satu pesanan terbaru memiliki panjang 11 meter.
Proses pembuatan satu unit perahu membutuhkan waktu sekitar satu bulan.
"Satu unit perahu jukung ini dijual dengan harga Rp 22 juta tidak termasuk mesin. Kalau lengkap dengan mesin bisa sampai Rp 35 juta, tapi tergantung jenis dan merek mesin," jelas bapak tiga anak ini.
Tak ada kesulitan dalam pembuatan perahu ketek atau jukung, hanya kendala saat air pasang saja takut kena sentrum.
"Kita kan membuat perahu ini menggunakan listrik kalau lagi pasang takut basah dan kena setrum saja, selebihnya tidak ada," katanya.
Sementara untuk bahan juga cukup sulit didapat.
Untuk membuat perahu ketek, jukung dan speedboat, para pengrajin perahu harus mencari papan meranti di perbatasan Sumsel dan Lampung.
Karena di Palembang sendiri kayu unglen dan meranti payo sangat jarang ditemui.
"Kayu meranti ini kita pesan itu di perbatasan Tanjungjabung-Jambi. Satu kubiknya seharga Rp 4,5 juta," katanya.
Sedangkan pemasaran perahu bikinan dari sini selain di perairan Palembang juga di Banyuasin, Muba dan sejumlah daerah perairan Sumsel.
"Kita juga pernah dapat pesanan dari daerah Lampung," tandas Burhan.
Sementara menurut Darmawisata, warga Desa Sementul Banyuasin, mengatakan perahu buatan di Kampung Perahu, Tangga Raja, 2 Ulu Laut ini sangat bagus dan kuat.
"Ya saya pesan dua unit untuk perahu penyeberangan motor di perairan Desa Sementul, Banyuasin. Ini perahunya selesai dan nanti langsung saya bawa pulang," ujarnya.
"Sebelumnya saya sudah ada perahu jukung beli di sebelah. Sekarang sudah mulai jelek jadi beli yang baru dan pesan di sini, harganya lebih murah," tambahnya.
Kampung Perahu bukan hanya sekadar tempat pembuatan perahu.
Di balik setiap perahu yang dihasilkan, tersimpan kisah dan perjuangan hidup para pengrajinnya.
Mereka bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekaligus menjaga kelestarian tradisi pembuatan perahu.
Bagi mereka, perahu bukan hanya sekadar alat transportasi, tetapi juga simbol identitas dan kebanggaan.
Meski begitu, Kampung Perahu juga menghadapi sejumlah tantangan.
Persaingan dengan perahu berbahan fiber, semakin sulitnya mendapatkan kayu berkualitas, dan perubahan gaya hidup masyarakat menjadi beberapa kendala yang harus dihadapi.
Namun, semangat para pengrajin untuk tetap berkarya tidak pernah padam.
Mereka berharap agar pemerintah dan masyarakat lebih memperhatikan keberadaan Kampung Perahu dan memberikan dukungan untuk melestarikan tradisi ini.
Dengan potensi yang dimilikinya, Kampung Perahu bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata yang menarik.
Pengunjung dapat menyaksikan langsung proses pembuatan perahu, belajar tentang sejarah dan budaya maritim Palembang, serta menikmati suasana kampung yang unik.
Selain itu, keberadaan Kampung Perahu juga dapat menjadi sarana edukasi bagi generasi muda tentang pentingnya melestarikan warisan budaya.
Kampung Perahu adalah aset berharga bagi Kota Palembang.
Keberadaannya mengingatkan kita akan pentingnya menjaga warisan budaya dan mendukung para pengrajin lokal.
Dengan mengunjungi Kampung Perahu, kita tidak hanya menikmati keindahan hasil karya mereka, tetapi juga turut serta melestarikan tradisi pembuatan perahu yang telah ada sejak zaman dahulu.
Pembuatan perahu dimulai dari pemilihan kayu, pemotongan, pembentukan rangka, hingga finishing.
Setiap tahap dilakukan dengan penuh ketelitian dan kesabaran.
Baca artikel menarik lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel
Ronda Malam Kembali Dihidupkan Warga Tulang Bawang OKU Timur, Bangun Rasa Aman Lewat Kebersamaan |
![]() |
---|
Mengenal Larung Telaga, Tradisi Warga Sugihwaras Musi Rawas, Digelar di Muharram di Danau Gegas |
![]() |
---|
Cerita Warga Desa Remayu Musi Rawas, Banyak Temukan Pecahan Piring-Gelas Peninggalan Belanda & China |
![]() |
---|
Petani di Wonokerto Musi Rawas Ciptakan Alat Tanam Padi Baru, Lebih Irit Biaya dan Panen Lebih Cepat |
![]() |
---|
Ruwatan Bumi di Karang Binangun OKU Timur, Lestarikan Budaya Leluhur dan Pererat Persaudaraan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.