Pelajar Tinggal di Perbatasan 2 Negara

Kisah Norlichan Amoy Siswa SMA Tinggal di Perbatasan 2 Negara, Harus Pulang Cepat Bak Cinderella

Inilah kisah seorang pelajar SMA, Norlichan Amoy yang memiliki kisah unik lantaran tinggal di perbatasan dua negara, pulang bak Cinderella...

Kompas.com/Dinda Aulia Ramadhanty
Kisah Norlichan Amoy Siswa SMA Tinggal di Perbatasan 2 Negara, Harus Pulang Cepat Bak Cinderella 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Thalia Amanda Putri
 

TRIBUNSUMSEL.COM - Seorang pelajar SMA memiliki kisah unik lantaran tinggal di perbatasan dua negara.

Siswa SMA bernama Norlichan Amoy itu tinggal di Serikin, Malaysia.

Namun Norlichan bersekolah di Indonesia.

Baca juga: Sosok Andi Andriana Mahasiswa Unibba Alami Kebutaan usai Mata Kiri Kena Lempar Batu saat Demo

Gadis berusia 17 tahun tersebut sekolah di SMA Negeri 1 Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar).

Sehingga ia harus cepat pulang karena waktunya di Indonesia dibatasi sampai jam 4 sore saja.

Hal tersebut karena pembatasan waktu itu diatur layanan operasional Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Jagoi Babang dibuka hingga pukul 16.00 WIB.

Siswa kelas 12 SMA itu menjalani Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mulai pukul 07.00-14.30 WIB. 

"Sekolahnya kalau dari Serikin ke SMA tuh, kan masuk sekolah pukul 07.00 WIB. Kalau mau (berangkat) maksimal berkisar di pukul 06.30 WIB," kata Norlichan, dikutip dari Kompas.com.

Uniknya, Norlichan melakukan perjalanan lintas negara menuju sekolah sejak duduk di bangku SD.

Sehingga ia sudah sangat terbiasa.

Norlichan mengatakan selalu pulang sebelum langit gelap meski ada tugas sekolah atau kerja kelompok.

"Enggak (enggak pernah nginep) di Indonesia," ungkap Norlichan.

Setiap hari, setelah bel sekolah berbunyi, Norlichan langsung bergegas kembali ke rumah. 

Perjalanan dari sekolah ke rumahnya memakan waktu sekitar 30 menit dengan jarak belasan kilometer, sehingga ia tidak bisa berlama-lama di Indonesia. 

Meski demikian, Norlichan mengaku pernah tiba di PLBN Jagoi Babang pada 16.10 WIB, atau 10 menit setelah layanan lintas negara ditutup.

Saat itu, ia dan teman sekolahnya harus mengerjakan pakaian fashion show untuk salah satu mata pelaaran.

"Pernah (telat), ini ada kelompok ngerjain baju fashion show. Pulangnya tuh sekitar pukul 16.10 WIB," jelas Norlichan. 

"Untung abang-abangnya (penjaga perbatasan) tuh enggak marah gitu. Jadi adalah alasan buat bisa masuk (melintas)," lanjutnya. 

Ketekunan Norlichan untuk pulang tepat waktu juga didorong oleh harapan orangtuanya agar dirinya bisa belajar dengan baik di Indonesia. 

"Kesan-kesannya sih tetap semangat pergi sekolahnya, pulang sekolahnya. Terus ada lagi harapan orangtua suruh kita sekolah yang benar," ujar Norlichan.

Baca juga: Kisah Pilu Kakek Sabarudin Jual Jasa Isi Korek Gas di Magelang Bayar Seikhlasnya, Pernah Ditipu

Baca juga: Alasan Nenek Sumiyati Berikan Surat Tanah ke Tetangga Hingga Rumah Pindah Tangan, Kenal dari Kecil

Rutinitas lintas negara yang sudah dijalani Norlichan selama 12 tahun ini mulanya dari keputusan ibunya yang merasa lebih nyaman dengan sistem pendidikan di Indonesia.

"Lalu mama mikir-mikir lagi, mending sekolah di Indonesia saja, lebih senang (mudah) surat-menyuratnya (administrasinya) kan," tutur Norlichan. 

Sejak saat itu, Norlichan menikmati perjalanannya setiap hari melintasi perbatasan Jagoi Babang-Serikin.

Ia tidak merasa terbebani harus bangun lebih awal setiap pagi. 

"Bangunnya kisaran 05.00-05.20 WIB. Itu saya dapat bersiap-siap dari seragam saya, buku-buku saya, terus belum lagi sarapan pagi lah kadang-kadang," ungkap Norlichan.

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com 

(*)

Baca juga berita lainnya di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved