Peringatan Darurat

Awal Mula Munculnya Seruan Peringatan Darurat dan Kawal Putusan MK Berujung Aksi Demo Hari Ini

Aksi demo bahkan akan berlangsung di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Senayan, Jakarta, pada hari ini, Kamis, 22 Agustus 20

Editor: Weni Wahyuny
Handout
Unggahan Gambar Garuda Latar Biru Dongker Viral di X dan Instagram. Ini awal mula munculnya tagar Kawal Putusan MK dan Peringatan Darurat 

TRIBUNSUMSEL.COM - Ramai di media sosial seruan dengan tagar "Kawal Putusan MK" dan "Peringatan Darurat", disertai gambar Garuda Pancasila berlatar biru sejak Rabu (21/8/2024) hingga Kamis (22/8/2024) hari ini.

Aksi demo bahkan akan berlangsung di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Senayan, Jakarta, pada hari ini, Kamis, 22 Agustus 2024. 

Dilansir dari Kompas.com, bukan hanya di Jakarta, demo juga akan bergulir di kota-kota besar lain, seperti Yogyakarta dan Bandung, Jawa Barat. 

Masyarakat dari berbagai kalangan melaporkan rencana untuk menggelar demonstrasi, antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan massa dari Partai Buruh. 

Baca juga: Pilih Keluar dari Golkar, Politikus Wanda Hamidah Unggah Konten Peringatan Darurat Viral di Medsos

Lantas, bagaimana awal mula dan apa yang memicu adanya tagar "Kawal Putusan MK" dan "Peringatan Darurat" tersebut hingga rencana aksi demo ?

Berikut rangkumannya :

Penetapan Dharma-Kun sebagai calon independen 

Sorotan publik bermula ketika muncul pasangan calon perseorangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana yang dinilai bermasalah lantaran diwarnai dengan laporan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) ratusan warga DKI. 

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (20/8/2024), warga Jakarta berbondong-bondong mengaku tak pernah memberikan dukungan ke Dharma-Kun, tetapi namanya tercatat sebagai pendukung. 

Dugaan pencatutan tersebut mencuat usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan Dharma-Kun lolos tahap verifikasi faktual karena meraih 677.468 dukungan warga Jakarta, melebihi syarat 618.968 dukungan. 

Kasus ini sempat dilaporkan kepada polisi, tetapi dihentikan karena dianggap merupakan ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

Meski menuai perdebatan, pada akhirnya KPU Jakarta menetapkan Dharma-Kun sebagai bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta jalur independen pada Senin (19/8/2024).

12 parpol bersatu di Jakarta dukung RK-Suswono 

Masih pada hari yang sama, Senin (19/8/2024), Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus resmi mendeklarasikan Ridwan Kamil dan Suswono sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur Pilkada DKI Jakarta. 

Dilansir dari Kompas.com, Senin, RK-Suswono diusung oleh dua belas parpol di bawah naungan Koalisi Jakarta Baru, Jakarta Maju. 

Kedua belas partai politik itu, mencakup Partai Gerindra, Partai Golkar, PKS, Partai Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

Lalu, bendera Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Garuda, Partai Gelora, Partai Perindo, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Pembentukan "koalisi gemuk" tersebut dinilai menghambat Anies Baswedan maju ke kontestasi pilkada lantaran hanya tersisa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam DPRD DKI Jakarta.

PDI-P pun terganjal ambang batas pencalonan 20 persen dikarenakan tak cukup kursi untuk mengusung calon kepala daerah sendiri.

Putusan MK soal ambang batas pencalonan kepala daerah 

Pada Selasa (20/8/2024), Mahkamah Konstitusi membacakan dua putusan penting yang dapat mengubah arah politik dalam pilkada 2024. 

Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 memuat pengusungan calon kepala daerah di pilkada disetarakan dengan besaran persentase persyaratan calon perseorangan, yaitu berbasis jumlah penduduk. 

Khusus di Jakarta, partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung pasangan calon kepala daerah jika memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen, bukan lagi 20 persen. 

Sementara itu, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan, syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Putusan MK tersebut berbeda dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24P/HUM.2024, yang menetapkan usia minimal dihitung saat pelantikan calon terpilih. 

Melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, beberapa partai politik, termasuk PDI-P, bisa mengajukan calonnya sendiri dalam Pilkada Jakarta 2024 tanpa berkoalisi. 

PDI-P diketahui memperoleh 850.174 suara sah atau 14,01 persen suara pada Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) DKI Jakarta 2024. 

Sementara, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 dapat menghambat langkah putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk maju dalam Pemilihan Gubernur 2024 yang mensyaratkan usia minimal 30 tahun. 

Saat penetapan pasangan calon pada 22 September 2024, Kaesang belum genap berusia 30 tahun. 

Dia baru menyentuh kepala tiga pada 25 Desember 2024. 

DPR RI bahas RUU Pilkada 

Sehari setelah putusan MK, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati revisi UU Pilkada dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. 

Diberitakan Kompas.com, Rabu (21/8/2024), revisi UU Pilkada yang dikebut dalam sehari itu berisi poin-poin yang menganulir putusan MK terkait syarat ambang batas pencalonan hingga syarat usia calon kepala daerah. 

Sebanyak delapan fraksi di DPR RI menyatakan setuju, meninggalkan fraksi PDI-P yang tegas menolak. 

Pengambilan keputusan tersebut dihadiri langsung oleh perwakilan pemerintah, antara lain Menkumham Supratman Andi Agtas dan Mendagri Tito Karnavian. 

Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat. 

Putusan lembaga pengawal konstitusi ini juga memiliki kekuatan eksekutorial begitu dibacakan oleh hakim konstitusi. 

"Maknanya tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah putusan MK, termasuk oleh DPR," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Rabu. 

Oce menyampaikan, DPR dapat melakukan revisi UU Pilkada, tetapi substansi perubahan tersebut harus sesuai dengan putusan MK. 

Khususnya, menurut dia, terkait batas umur pencalonan kepala daerah, serta syarat persentase perolehan suara parpol utk dapat mengajukan kandidat. 

"Apabila DPR melakukan revisi UU Pilkada berlawanan dengan putusan MK, maka ada dua konsekuensi," tegasnya. 

Pertama, UU Pilkada dapat diuji kembali oleh MK dan dibatalkan. 

Kedua, hasil pilkada akan cacat hukum, sehingga dapat dibatalkan oleh MK. 

"Sebab, pada akhirnya, MK lah sebagai puncak peradilan yang berwenang menjaga dan mengadili sengketa hasil pilkada," tuturnya. 

Poin-poin RUU Pilkada 

Terdapat sejumlah perubahan dalam RUU Pilkada yang disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna hari ini, Kamis (22/8/2024). 

Pertama, Baleg mengakali putusan MK yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu. 

Baleg mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold hanya berlaku bagi parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD. 

Sementara, ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen. 

Dengan aturan ini, maka PDI-P tetap tak bisa mengusung calon di Jakarta, karena partai lain sudah bersatu dalam KIM Plus. 

Poin berikutnya, berkenaan dengan syarat usia minimal calon kepala daerah. 

Tak mengikuti putusan MK, Baleg tetap berpegang pada putusan Mahkamah Agung yang menyebut usia dihitung saat pelantikan, bukan saat penetapan. 

Dengan aturan ini, maka Kaesang Pangarep yang belum genap berusia 30 tahun tetap memenuhi syarat untuk maju dalam pilkada level provinsi. 

Sebagai tanggapan tindakan pemerintah dan DPR RI, berbagai kalangan masyarakat pun menggelar aksi demo besar-besaran pada 22 Agustus 2024 dengan tajuk utama "Kawal Putusan MK".

Sumber : Kompas.com

Baca berita lainnya di Google News

Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com

Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved