seputar islam

Makna Hadits Bekerjalah untuk Duniamu Seakan Kau Hidup Selamanya & Akhiratmu Seolah akan Mati Besok

Kita harus bekerja keras dan giat dalam mengejar kesuksesan dan kesejahteraan di dunia, namun tetap tidak lupa akan kehidupan akhirat kita.

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
tribunsumsel/lisma
Makna hadits "Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok pagi.” 


Artinya: “Manusia memahami penggalan hadits yang berbunyi “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya” dengan pemahaman yang menuntut terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang bersifat psikologis, yakni pemahaman supaya mendapatkan sebanyak-banyaknya dari dunia ini untuk mencukupi kebutuhan hidup hingga hari kiamat. Pemahaman seperti itu tidak benar, akan tetapi yang benar adalah bahwa jika engkau tidak bisa meraih sesuatu dari dunia ini pada hari ini, maka berpikirlah sesungguhnya engkau akan hidup lama dan akan dapat meraihnya esok hari. Sedangkan terhadap apa yang terkait dengan akhirat, engkau hendaknya bersegera meraihnya.”


Jadi berdasarkan penjelasan dari Imam asy-Sy’rawi di atas, pemaknaan yang benar adalah bahwa kita bekerja untuk mendapatkan hal-hal duniawi cukup seperlunya saja. Hal ini karena kita dianjurkan untuk berpikir bahwa kita akan hidup selamanya sehingga hari esok masih ada dan masih banyak waktu untuk melakukannya.


Dalam kaitan ini ada pepatah Jawa yang sejalan dengan pemaknaan seperti itu, yakni: “Ana dina ana upa (ada hari ada nasi).” Artinya selama masih ada kehidupan, rejeki selalu tersedia setiap hari sehingga tidak perlu bekerja mencari dunia secara “ngaya” atau bekerja terlalu keras hingga lupa ibadah dan lupa waktu untuk istirahat.


Allah subhanu wata’ala telah mengingatkan di dalam Al-Qur’an, surat an-Naba’ bahwa kehidupan ini telah diatur sedemikian rupa; ada siang dan ada malam. Masing-masing memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Kedua ayat itu berbunyi sebagai berikut:


وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا (١٠) وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا (١١) ـ


Artinya: ”Dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian (10), dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan.” (11)


Ibnu Katsir menafsirkan ayat 10 di atas sebagai berikut:


أي يغشى الناس بظلامه وسواده، كما قال: {والليل إذا يغشاها}


Artinya: “ Allah menjadikan malam untuk menutupi semua manusia dengan kegelapannya. seperti yang disebutkan-Nya dalam ayat lain:


وَاللَّيْلِ إِذا يَغْشاها


Artinya: “Dan malam apabila menutupinya.” (Asy-Syams: 4). Selanjutnya beliau menambahkan keterangan dengan mengutip pendapat Qatadah sebagai berikut:


وقال قتادة: { وجعلنا الليل لباساً} أي سكناً.


Artinya: “Qatadah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “pakaian” adalah ketenangan.” (lihat Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim, Dar Ibn Hazm: Beriut, Cetakan I, 2000, hal. 1952-3).


Jadi intinya adalah Allah menjadikan malam sebagai saat yang gelap agar manusia istirahat dengan tenang.


Mengenai ayat 11 di atas, Ibnu Katsir menafsirkannya pada halaman yang sama sebagai berikut:

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved