Kepala Bayi Tertinggal di Dalam Rahim

Pilu Ibu di Banjarmasin, Kepala Bayinya Tertinggal di Dalam Rahim Saat Melahirkan, Laporkan RS

Kasus kepala bayi tertinggal di rahim saat proses melahirkan kembali terjadi menimpa MS(38), warga Kecamatan Banjarmasin Barat, Kalimantan Selatan

|
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Kharisma Tri Saputra
unplash
(kanan) ilustrasi bayi. Kasus kepala bayi tertinggal di rahim saat proses melahirkan kembali terjadi menimpa MS(38), warga Kecamatan Banjarmasin Barat, Kalimantan Selatan 

TRIBUNSUMSEL.COM- Kasus kepala bayi tertinggal di rahim saat proses melahirkan kembali terjadi.

Setelah sebelumnya dialami seorang ibu di Kabupaten Bangkalan, kini kasus serupa terjadi menimpa MS(38), warga Kecamatan Banjarmasin Barat, Kalimantan Selatan (Kalsel)

Diketahui, MS melakukan persalinan di rumah sakit milik pemerintah di Kota Banjarmasin pada 14 April 2024 pukul 04.00 Wita.

MS hanya bisa pasrah kehilangan calon bayinya untuk selama-lamanya karena diduga adanya malapraktik.

Baca juga: UPDATE Kasus Kepala Bayi Tertinggal dalam Rahim Ibu di Bangkalan, Polisi Periksa 3 Orang Saksi

Sementara, rumah sakit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel itu tengah diusut oleh Polresta Banjarmasin.

Melansir dari Banjarmasin.com, MS bersama suaminya HS (41) menceritakan peristiwa yang membekas dalam hidupnya itu.

Bayi yang dikandung MS posisi kepalanya ada di atas (sungsang).

Diketahui sejak usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan.

“Dari awal kehamilan, saya selalu memeriksakan kesehatan kehamilan ke dokter di Rumah Sakit Sultan Suriansyah. Sejak usia kehamilan di tujuh bulan, bayi dalam kandungan sudah sungsang. Dokter menjelaskan prosesi persalinan harus dilakukan melalui operasi,” kata MS di kediamannya, Jumat (26/4/2024).

Di pekan ke-34 atau delapan bulan setengah usia kehamilannya, kantung ketuban MS pecah lebih dini dari orang normal pada umumnya.

“Pergilah kami ke Rumah Sakit Sultan Suriansyah. Ternyata penuh. Ya sudah, kami pun pergi ke Rumah Sakit Ulin,” ujarnya.

Sesampainya di IGD Rumah Sakit Ulin, MS yang hanya didampingi suaminya segera diberi tindakan oleh tenaga medis di sana. Pemeriksaan medis pun dilakukan di IGD tersebut.

Baca juga: Sosok Dokter Wisnu 10 Hari Hilang di Laut Lombok hingga Buat Nelayan Sedih, Dikenal Baik

Hingga diketahui bahwa posisi bayi dalam keadaan sungsang, sementara bukaan sebelum kehamilan sudah lengkap.

Tanpa ada konfirmasi ke MS maupun HS apakah harus dilakukan operasi atau tidak.

Beberapa tenaga medis, yang menurut suami-istri itu mengenakan baju biru dan terdapat tulisan dokter muda itu, langsung mengambil tindakan untuk melakukan proses persalinan secara normal.

“Jadi saat itu memang tak ada konfirmasi apakah di operasi atau tidak. Bahkan diminta tanda tangan untuk dilakukan penindakan pun tidak. Hanya saja mereka bilang, bayi ini kalau sudah keluar tidak menangis,” ungkap pasien yang menggunakan Kartu Indonesia Sehat itu.

Orangtua MS saat menunjukkan lokasi almarhum cucunya yang disemayamkan di dekat
Orangtua MS saat menunjukkan lokasi pemakaman almarhum cucunya yang disemayamkan di dekat kediamannya, Jumat (26/4/2024)

Di lain sisi, suaminya yang terus mendampingi MS saat prosesi persalinan berlangsung melihat bayi tersebut sudah ke luar.

“Itu tidak lama setelah istri saya diminta mengedan. Bayi akhirnya keluar, jenis kelaminnya laki-laki. Saat saya lihat, dikira itu bagian pantatnya. Tapi ternyata kepala bayinya tidak ada. Saya hanya bisa terdiam, di lain sisi tak mau istri langsung mengetahuinya,” timpal suami MS, HS yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh lepas.

Kepala bayi tersebut rupanya masih tertinggal di dalam perut MS. Tenaga medis terus memintanya untuk mengejan agar kepalanya bisa keluar.

“Dicari-carinya kepala bayi itu. Sementara saya sudah tidak kuat lagi mengejan,” sambung MS lagi.

Sampai akhirnya, beberapa tenaga medis tersebut menggunakan alat vakum dan berhasil mengeluarkan kepala bayi yang tertinggal.

Sebelum kepala bayi itu dikeluarkan, MS sempat meminta duduk untuk istirahat. Saat duduk, di depannya ia melihat badan bayi yang baru saja dilahirkannya. Tanpa kepala.

“Saya tidak bisa ngomong. Perasaan campur aduk. Sementara kepalanya masih di dalam perut,” ucapnya.

Usai dilakukan proses persalinan dengan kondisi kepala bayinya yang terpisah dari badan, menurut suami-istri itu, pihak rumah sakit tak menjelaskan apa-apa sampai saat ini.

Baca juga: Sosok Ahmad Yanuar Petugas Bandara Dituding Tempeleng Penumpang Pesawat, Bantah Lakukan Kekerasan

Dari IGD, MS segera di rawat inap dan dipindah ke ruangan. Kemudian keesokan harinya, Senin, 15 April 2024, MS malah diminta pulang oleh perawat jaga.

“Saya padahal masih pusing, badan masih lemas. Tapi perawat meminta pulang karena sudah aman katanya,” tutur MS yang baru melahirkan bayi pertama dari suaminya, HS.

Bahkan permintaan perawat itu menurut MS terkesan kasar. Ia dipaksa harus bisa dan harus kuat.

“Aku pang dijahit juga, sampai area pantat lagi,” kata MS meniru perkataan perawat yang memintanya keluar itu.

Ia bersama suaminya pun terpaksa ke luar dari rumah sakit karena diminta oleh salah perawat di sana. Sementara jenazah bayi, kepalanya sudah dijahit ke badannya dan disemayamkan di dekat rumah orangtuanya.

Selama di rumah, MS merasakan perasaan campur aduk. Ia tak rela bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan lahir dalam keadaan tragis dan meninggal dunia. Bahkan tanpa penjelasan sama sekali dari pihak rumah sakit.

“Sedih, menangis dan terbayang terus. Akhirnya pada Jumat, 19 April, saya dan suami memutuskan melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian,” katanya.

Keluarga korban yang beralamat di Basirih, Banjarmasin Barat melaporkannya ke Mapolresta Banjarmasin pada 19 April 2024.

Saat divisum, dokter mengatakan kepada MS bahwa jahitan di area kewanitaannya terbuka dan terkesan dijahit sembarangan.

MS diminta dokter untuk rawat inap di rumah sakit kepolisian itu.

Beruntungnya, RS Bhayangkara bisa menerima pasien Kartu Indonesia Sehat.

Jahitan yang terbuka itu pun kembali dijahit ulang oleh tenaga medis di Rumah Sakit Bhayangkara.

Sampai saat ini, pihak rumah sakit sama sekali tidak menghubungi MS, semata-mata sebagai itikad baik untuk menjelaskan kenapa hal itu terjadi pada almarhum bayinya.

Baca juga: Penampilan Baru Tiktoker Galih Loss Usai Jadi Tersangka Penistaan Agama, Kepala Botak Berbaju Oranye

Menurutnya, kepolisian sudah memanggil beberapa pihak di rumah sakit untuk dimintai keterangan. Begitupun ia dan suaminya.

Ada keterangan dari pihak rumah sakit yang didengar MS berbeda dengan yang ia alami.

“Mereka mengatakan bahwa bayi itu sudah meninggal, delapan jam sebelum proses melahirkan itu berlangsung. Padahal, saat saya datang ke Ulin, detak jantung bayi itu masih ada,” ungkap MS.

Ia tidak terima atas kejadian yang ia alami itu. Ia merasa prosesi persalinan yang dilakukan tenaga medis di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin terkesan sembarangan.

"Kalau meninggal biasa saja saya tak masalah," tukasnya.

Begitupun dengan suaminya, HS yang merasa jengkel atas kejadian tersebut.

"Ini anak pertama saya. Di kira sehat aja pas lahir, rasanya senang. Eh ternyata malah begini,” pungkas dengan nada kecewa.

Penjelasan Polisi

Sampai saat ini lanjutnya, Sat Reskrim Polresta Banjarmasin membentuk tim untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Beberapa saksi katanya sudah dimintai keterangan, sembari kepolisian terus berjalan mengambil keterangan lain, baik dari pihak rumah sakit maupun dokter yang terlibat.

"Betul bahwa Polresta Banjarmasin sudah menerima laporan polisi dari keluarga korban terkait adanya dugaan tindak pidana malapraktik di salah satu rumah sakit di Banjarmasin,” ucap Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin Kompol Thomas Afrian, Kamis (25/4/2024), dilansir dari Tribunbanjarmasin.com.

Diungkapkan, saat itu posisi bayi sungsang (kondisi ketika posisi kepala janin di dalam kandungan tetap berada di atas), namun demikian tetap dilakukan prosesi persalinan.

Hingga entah bagaimana, kepala bayi tersebut malah tertinggal di dalam perut ibunya.

"Bayinya meninggal dunia. Sementara sang ibu kini di rawat di Rumah Sakit Bhayangkara," ungkap Thomas.

Perempuan 38 tahun itu trauma setelah mengalami insiden yang tak disangka-sangka ketika hendak melakukan prosesi persalinan di IGD rumah sakit milik pemerintah itu.

Beberapa saksi katanya sudah dimintai keterangan, sembari kepolisian terus berjalan mengambil keterangan lain, baik dari pihak rumah sakit maupun dokter yang terlibat.

"Saat dilaporkan, memang ada jeda sampai hari Senin. Karena pada saat itu korban dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilakukan perawatan," tambah Thomas.

Respons dari RSUD Ulin

Dugaan malpraktik yang membuat kepala bayi terputus saat prosesi persalinan terjadi di RSUD Ulin Banjarmasin.

Hal tersebut diakui Direktur RSUD Ulin Banjarmasin, dr Diauddin ketika dikonfirmasi Bpost sesaat usai Satreskrim Polresta Banjarmasin mengungkap kasus tersebut, Kamis (25/4/2024) malam.

Namun, Diauddin belum bisa memberikan pernyataan lengkap.

Ia meminta agar menunggu proses pemeriksaan dari kepolisian.

“Asas praduga tak bersalah harus diutamakan, jangan sampai ada pemberitaan yang kesannya menghakimi,” ujarnya, Kamis (25/4/2024) malam kepada Bpost.

Diauddin mengakui sebelumnya sudah ada informasi terkait kejadian tersebut.

Tetapi, ia mengklaim saat itu keluarga (korban) sudah bisa menerima penjelasan dari pihak yang bertugas.

"Kita tahunya juga dari kepolisian. Info dari pihak yang jaga sewaktu kejadian, keluarga sudah bisa menerima penjelasan dari pihak yang bertugas. Tidak ini tiba-tiba saja muncul laporan,” tuturnya.

Kepala Tertinggal di Rahim di Bangkalan

Kasus serupa terjadi di Jawa Timur. Seorang ibu Mukarromah (25) melahirkan dengan kondisi bayi yang mengenaskan di Desa Panpajung, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Bayi itu lahir dalam keadaan kepala terpisah dengan tubuh di Puskesmas Kedungdung, Kecamatan Modung, Senin (4/3/2024).

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan, Nur Hotiba dalam konferensi pers pada Selasa (12/3/2024) menjelaskan, pasien atas nama Mukarromah datang ke Puskesmas Kedungdung dalam keadaan pembukaan empat dengan usia kandungan delapan bulan.

Dokter berkesimpulan, bahwa bayi dalam kandungan Mukarromah mengalami keracunan.

“Bayi dalam kandungan kondisinya sudah meninggal dunia antara 7 sampai 10 hari akibat keracunan kehamilan. Saat dilakukan persalinan, kepala bayi terputus karena kondisi tubuh bayi sudah mengalami pembusukan,” terang Nur Hotiba.

Hotiba menambahkan, posisi bayi dalam kandungan dalam keadaan sungsang. Saat bayi sudah di depan pintu rahim, yang keluar pertama kali bagian bokongnya.

“Tidak mungkin dirujuk ke rumah sakit kalau kondisi persalinan sudah tampak. Standar operasional prosedur (SOP) persalinan demikian. Jadi tidak bisa kemudian disebutkan salah penanganan,” ungkapnya.

Menurut Nur, terjadi miskomunikasi antara pihak Puskesmas Kedungdung dan pihak keluarga pasien.

"Pihak puskesmas sudah mengetahui kalau bayi tersebut sudah meninggal. Namun disampaikan kepada pihak keluarga bukan dengan bahasa meninggal, melainkan dengan bahasa detak jantungnya sudah tidak ada,” ujar Nur dikutip dari TribunMadura.co.

Hal serupa diungkap, Edy, salah satu dokter forensik RSUD Syamrabu Bangkalan mengatakan, kondisi bayi yang dilahirkan dalam usia delapan bulan dengan panjang 40 sentimeter dan berat 1,150 gram.

Adapun warna kulit putih kecoklatan. Dengan kondisi tubuh bayi yang demikian, maka dipastikan bayi sudah meninggal antara tujuh hari sampai 10 hari.

“Sudah terjadi pembusukan dalam kandungan. Sangat rentan saat ditangani menggunakan persalinan normal. Konsekwensinya adalah, ada bagian tubuh yang akan terlepas,” terang Edy.

Pihaknya berencana menyambung kepala dan badan yang terputus untuk menghormati jenazah bayi tersebut.

Namun pihak keluarga menolak tindakan itu dan jenazah sudah diserahkan kepada keluarga.

Baca berita lainnya di google news

Artikel telah tayang di Tribunbanjarmasin.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved