Arti Kata

Dissenting Opinion dalam Putusan MK Artinya Apa? Istilah yang Mengemuka di Sidang Sengketa Pilpres

Artikel ini berisi penjelasan mengenai arti dari Dissenting Opinion istilah yang mengemuka di putusan Mahkamah Konstitusi pada sidang sengketa Pilpres

|
Tribun Sumsel
Dissenting Opinion dalam Putusan MK Artinya Apa? Istilah yang Mengemuka Sidang Sengketa Pilpres 

TRIBUNSUMSEL.COM- Dissenting opinion umum terjadi ketika ada lebih dari satu hakim mengadili suatu perkara.

Melansir dari Glossary Mahkamah Agung, dissenting opinion adalah pendapat atau putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang tidak setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim dalam suatu perkara.

Dengan kata lain, dissenting opinion adalah pendapat yang berbeda dengan apa yang diputuskan dan dikemukakan oleh satu atau lebih hakim yang memutus perkara.

Dissenting Opinion juga berarti pendapat yang berbeda dengan apa yang diputuskan dan dikemukakan oleh satu atau lebih hakim yang memutus perkara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu, karena hakim itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim.

Umumnya dissenting opinion ditemukan di negara-negara yang dengan tradisi common law.

Tetapi sejumlah negara yang menganut tradisi hukum kontinental telah memperbolehkan dissenting opinion oleh hakim, terutama di pengadilan yang lebih tinggi.

Adapun dalam sistem pengadilan di Indonesia, awalnya dissenting opinion diperkenalkan pada pengadilan niaga.

Namun, kini dissenting opinion telah diperbolehkan dalam pengadilan lain, termasuk dalam perkara pidana.

Aturan tentang Dissenting Opinion baru muncul dalam pasal 19 UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: 'Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.'

Melansir dari hukumonline.com, mengenai dissenting opinion ini, pengaturannya dapat dilihat dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) yaitu:

1. Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.

2. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

3. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.

Sementara itu dissenting opinion dalam pemeriksaan tingkat kasasi dapat dilihat dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung kemudian diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU MA”):

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved