Pelecehan di Universitas Pancasila

Nasib ETH, Rektor Universitas Pancasila Diduga Lakukan Pelecehan, Dinonaktifkan dan Terancam Pidana

Hal tersebut diambil setelah pihak kampus menggelar rapat di rumah Agum Gumelar pada Minggu (25/2/2024).

Editor: Slamet Teguh
Tribunnews.com
Nasib ETH, Rektor Universitas Pancasila Diduga Lakukan Pelecehan, Dinonaktifkan dan Terancam Pidana 

TRIBUNSUMSEL.COM - Babak baru kasus dugaan pelecehan di Universitas Pancasila kini memasuki babak baru.

Diketahui, sang rektor Universitas Pancasila, ETH kini dinonaktifkan dari jabatannya setelah dilaporkan atas dugaan pelecehan seksual.

Hal tersebut diambil setelah pihak kampus menggelar rapat di rumah Agum Gumelar pada Minggu (25/2/2024).

Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP), Yoga Satrio mengatakan rapat digelar sejak Sabtu (24/2/2024) dan berakhir pada Senin (26/2/2024),

"Yayasan itu rapat mulai hari Sabtu kemudian Minggu di rumah Pak Agum Gumelar, kemudian hari Senin kemarin di kantor Pak Siswono," ungkapnya, Selasa (27/2/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.

Ia menambahkan ETH dinonaktifkan sebagai rektor sebelum masa jabatannya berakhir pada 14 Maret 2024,

"Tapi menimbang dengan suasana yang seperti ini dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, kemudian rapat Senin memutuskan dinonaktifkan," tegasnya.

Yoga menyatakan pihak yayasan tidak ingin laporan kasus pelecehan mempengaruhi akreditas kampus.

"Kita mencermati dan sangat prihatin dengan terjadinya kasus ini karena Pancasila tuh akreditasinya unggul dan hampir 70 persen prodi-prodi juga unggul."

"Sangat disayangkan kalau dengan akreditasi sedemikian baik ada masalah," sambungnya.

Pihak kampus berharap ETH kooperatif dalam menghadapi kasus ini dan mengikuti segala proses penyelidikan.

"Pak rektor beberapa waktu lalu sudah ketemu dengan yayasan. Yayasan minta Pak Rektor kooperatif, ikuti proses di kepolisian," ucapnya.

Kini setelah ETH dinonaktifkan, pihak kampus akan mendukung proses penyelidikan termasuk memeriksa rekaman CCTV.

"Jadi yayasan mendukung proses kepolisian. Ini proses penyelidikan seperti saya katakan tadi masih ada proses berikutnya penyidikan, jadi ikuti saja prosesnya," jelasnya.

Kedua korban yang membuat laporan hingga saat ini masih berstatus pegawai dan pihak kampus tidak akan melakukan intervensi.

"Jadi kita jamin proses itu tetap berlangsung tanpa ada intervensi dari pihak manapun juga."

"Kita percaya polisi itu profesional, tapi juga harus menggunakan asas praduga tak bersalah. Kan ini baru dugaan, belum tentu benar," tandasnya.

Korban Mengaku Diintimidasi

Korban berinisial RZ dan DF menjalani pemeriksaan psikologis di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (27/2/2024).

Kuasa hukum korban, Yansen Ohairat menyatakan proses pemeriksaan psikologis dilakukan untuk keperluan alat bukti penyidikan.

Sebanyak 600 pertanyaan diajukan tim Psikiatri Forensik RS Polri Kramat Jati.

"Kurang lebih ada 600 pertanyaan yang dijawab. Nanti hasilnya akan disampaikan kemudian (ke penyidik)," paparnya, Selasa, dikutip dari TribunJakarta.com.

Menurut Yansen Ohairat, kasus pelecehan yang dialami RZ dan DF mengakibatkan keduanya mengalami trauma sehingga harus mendapat pendampingan psikologis.

"Perihal hal tersebut (hasil pemeriksaan psikologis) karena memang sifatnya rahasia jadi kami (tim penasihat hukum) tidak memegang. Mungkin bisa koordinasi langsung dengan pihak Polda," ucapnya.

Ia menambahkan kedua korban akan mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Sekarang langkah selanjutnya kami mau ada pertemuan dengan LPSK untuk (membahas) langkah lanjut perlindungan. Karena memang kondisi psikisnya sangat terganggu," lanjutnya.

Sementara itu, RZ mengaku mendapat intimidasi seusai melaporkan kasus pelecehan ke Polda Metro Jaya.

RZ dilecehkan pada Februari 2023 dan baru membuat laporan pada Februari 2024.

"Kalau ancaman tidak (ada). Tapi kalau intimidasi lebih ke peraturan yang tidak membuat saya nyaman. SP1 diberikan awal Februari 2024," tuturnya.

Ia tidak mengetahui alasan pihak kampus memberikan SP1 kepadanya.

Baca juga: Kronologi Rektor Universitas di Jaksel Diduga Lecehkan 2 Pegawainya, Korban Minta Perlindungan LPSK

Baca juga: Inilah Identitas Satu Korban Tewas di Kebakaran Mes Karyawan SPBU di Lubuklinggau

8 Saksi Diperiska

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan laporan DF telah dilimpahkan dari Bareskrim Polri ke Polda Metro Jaya.

"Ya tentunya ada pertimbangan-pertimbangan dari Mabes untuk melimpahkan. Dalam proses penanganan penyelidikan atau penyidikan ada lapis kemampuan."

"Ada kasus-kasus yang dapat dilakukan penyelidikan atau penyidikan oleh Polsek, Polres, Polda hingga Mabes," paparnya, Selasa (27/2/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.

Sebanyak 8 saksi telah diperiksa untuk mengungkap dugaan kasus pelecehan.

"Di LP (laporan polisi) saudari RZ sudah dilakukan pemeriksaan delapan saksi, termasuk korban," tuturnya.

Kombes Ade Ary menyatakan jadwal pemeriksaan terhadap ETH dijadwalkan ulang lantaran terlapor berhalangan hadir.

Awalnya, Polda Metro Jaya hendak memeriksa ETH pada Senin (26/2/2024).

"Alasan penundaannya karena di hari yang sama sudah terjadwal ada agenda atau kegiatan yang lain di kampus."

"Dan penyidik akan menjadwalkan untuk pengambilan keterangan nanti akan dilakukan pada hari Kamis, 29 Februari 2024," jelasnya.

Hingga saat ini, ada dua laporan yang masih diproses dan polisi membuka aduan bagi mahasiswa atau pegawai Universitas Pancasila yang menjadi korban pelecehan.

"Sudah ada (layanan pengaduan), ada 110, masyarakat bisa menghubungi atau meminta bantuan polisi di nomor telepon gratis 110," terangnya.

Menurut Kombes Ade Ary, Polda Metro Jaya bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mengungkap kasus ini.

"Polda Metro Jaya juga bekerja sama dengan stakeholders dalam menangani berbagai pengaduan kemudian untuk ditindaklanjut," tandasnya.

Kata Kuasa Hukum Rektor

Sebelumnya, Kuasa hukum ETH, Raden Nanda Setiawan menyatakan laporan yang dibuat RZ janggal lantaran tidak ada bukti yang kuat.

Ia membantah kliennya terlibat kasus pelecehan seksual terlebih kasus ini sudah terjadi setahun yang lalu.

"Terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru," paparnya, Minggu (25/2/2024).

Menurut Raden, masyarakat harus mengedepankan asas praduga tak bersalah lantaran kliennya baru akan diperiksa.

"Terhadap isu hukum atas berita yang beredar tersebut kita harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah." 

"Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak kepolisian untuk memproses secara profesional," ucapnya.

Raden menegaskan ETH tidak pernah melakukan pelecehan seksual dan laporan yang dibuat RZ terlalu janggal.

Meski setiap warga berhak melapor, namun Raden memastikan laporan tersebut mengada-ada.

"Namun kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke kepolisian. Tapi perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif ada konsekuensi hukumnya," pungkasnya.

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved