Berita Viral
Alasan Maria Jochu Wanita Papua Lulusan Amerika Pilih jadi Lurah dan Tolak Kerja di Luar Negeri
Terungkap alasan Maria Jochu wanita Papua lulus dari Amerika pilih jadi lurah di tanah kelahirannya.
Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM - Terungkap alasan Maria Jochu wanita Papua lulus dari Amerika pilih jadi lurah di tanah kelahirannya.
Kisah inspiratif wanita Papua ini tengah viral dimedia sosial yang lulus dari IPDN dan mendapat beasiswa ke Amerika Serikat.
Setelah lulus dari IPDN, ia berhasil diterima seetlah mendaftar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ke Marshall University di Amerika Serika.
Lulus dari IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri), ia mulai mengabdi menjadi pegawai pemerintah.
Belum "seumur jagung" bekerja, Maria nekat mengambil kredit pegawai untuk bisa berkuliah lagi untuk gelar master.
Namun setelah lulus S2, Maria Jochu memilih untuk menjadi lurah di tanah kelahirannya, padahal banyak perusahaan dari dalam negeri maupun luar negeri yang melirik Maria.
Tetapi Maria hanya ingin kembali ke Papua. Ke Gurabesi, tempatnya ia tinggal.

Kini terungkap alasan Maria Jochu memilih untuk menjadi lurah ditempatnya.
Maria memilih untuk menjadi lurah ditempatnya lantaran ia merasa masih banyak hal yang harus diperbaiki di tanah kelahirannya.
"Jadi pertama orangtua yang bikin pulang, kemudian ya Papua. Papua (saat ini) tidak baik-baik saja. Jadi memang harus sekolah, dan memang harus kembali mengabdi. Kalau saya tidak menyaksikan dan merasakan langsung perkembangan dan perubahan apa yang terjadi di Papua, saya tidak bisa bantu untuk merubahnya. Jadi betul-betul harus merasakan setiap hal detail yang terjadi," ungkap Maria Jochu, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (13/1/2024).
Baca juga: Mengenal Maria Jochu Wanita Papua Lulus dari Amerika, Tolak Kerja Luar Negeri & Pilih Jadi Lurah
Setelah sebelumnya menjadi staf dan sekretaris lurah, kini Maria diberi mandat sebagai Lurah di Gurabesi, di pesisir Jayapura bagian Utara.
Meski sudah jadi lurah, Maria tidak cepat berpuas diri.

Banyak hal yang masih ingin ia capai. Salah satu keinginannya adalah mempunyai sebuah yayasan atau organisasi yang mewadahi para perempuan, terutama mama (sebutan untuk para ibu di Papua) serta anak-anak dengan tujuan agar perempuan lebih bisa mandiri dan berdaya saing.
"Mereka itu harus dikasih harapan, mereka harus dikasih kekuatan extra, dikasih pemberdayaan. Dan saya rasa kalau perempuan dengan anak kita berdayakan dengan baik, khususnya di Papua, mereka akan menopang pembangunan yang ada di Papua," harap Maria.
Baca juga: Terungkap Sosok yang Sarankan Ndhank Surahman Tuntut Andre Taulany Rp35 M, Bukan Keinginan Sendiri
Bagi Maria, perempuan adalah fondasi utama sebuah keluarga bahkan negara.
Sebagai informasi, Maria sendiri bukanlah dari kalangan keluarga yang berada.
Di Papua, Maria diketahui tinggal dengan delapan orang saudara, dan ia sendiri merupakan anak bungsu.
Maria mengaku kondisi ekonomi keluarga tidak mencukupi untuk membiayai kuliahnya.
"Bapak saya kan cuma pegawai negeri, mama ibu rumah tangga, secara ekonomi tidak bisa membiayai saya," kata Maria dilansir dari laman Media Keuangan, website resmi milik Kementerian Keuangan pada Kamis (21/12/2023).
Walaupun keadaan ekonomi menghalangi mimpinya, Maria tetap mencari cara bagaimana untuk tetap mendapat pendidikan yang layak namun juga tidak memberatkan ekonomi orangtuanya.
Baca juga: Alasan Saipul Jamil Maafkan 3 Polisi yang Menangkapnya Bersama Asisten : Bagaimana Anak-Istrinya?
Karena itu, ia mencoba untuk daftar dulu ke IPDN yang dibiayai dari pemerintah.
"Kalau IPDN kan gratis, dibiayai negara, jadi mereka nggak pusing (biaya)," kata Maria.
Lulus dari IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri), ia mulai mengabdi menjadi pegawai pemerintah.
Belum "seumur jagung" bekerja, Maria nekat mengambil kredit pegawai untuk bisa berkuliah lagi untuk gelar master.
"Jadi, baru jadi pegawai sudah nakal (ambil) kredit pegawai untuk lanjut S2. Terus keluarga 'kan bilang, kenapa kamu mau S2? Kita aja keluarga tidak mampu, jangan gaya-gaya deh," terang Maria menirukan logat orang tuanya.
Maria mengatakan, ia memang sejak lama ingin menempuh pendidikan setinggi mungkin.
Bagi keluarga Maria, sudah bisa sekolah, bisa bekerja, dapat gaji, dan hidup, itu sudah cukup.
Karena itulah ia termotivasi bisa kuliah di IPDN dan mengambil beasiswa LPDP.
"Kan teman-teman di lingkungan (di IPDN) mau sekolah, saya sendiri kok tidak? Apakah saya harus tinggal di hutan? Kan di kota, jadi nekat pergi ambil kredit pegawai terus kuliah," tambahnya lagi.
Awal mula ikut LPDP
Dunia beasiswa ke luar negeri, memang nampak asing baginya.
Berbekal melihat laman Facebook BPSDM (Badan Pengelola Sumber Daya Manusia) kota Papua yang membagikan tautan tentang pengumuman kursus bahasa Inggris yang bisa diikuti pegawai.
Namun, Maria sempat merasa pesimis lantaran hasil TOEFLnya dibawa rata-rata dari teman sekelasnya.
"Jadi kursusnya itu saya tidak tahu TOEFL itu apa, IELTS itu apa. Jadi pada saat 2015 di bulan Februari, pergi, sudah ikut saja. Kemudian dikasih tahu TOEFL. TOEFL itu paling bodoh sekali saya. Jadi nomor 45, murid terakhir dalam kelas itu saya (yang lulus) karena placement test itu pakai TOEFL.
Tapi Puji Tuhan saya nomor terakhir, yang paling terakhir lolos," kenangnya.
Karena hal itu pula, Maria juga mendapat kesempatan mengikuti salah satu program lainnya dari BPSDM untuk belajar bahasa Inggris di Australia.
Ia menjadi salah satu dari 10 orang yang terpilih.
Pada 2015, BPSDM Papua mengadakan pameran beasiswa di mana salah satunya adalah LPDP.
Waktu itu, salah satu persyaratan dari LPDP untuk bisa mendapatkan beasiswa saat itu adalah nilai IELTS.
Dengan tekad yang bulat, Maria semangat mempelajari bahasa asing hingga berakhir berbuah manis.
"Saya sambil kursus 3 bulan itu betul-betul belajar, saya usaha harus bisa dapat (nilai) 5. Saya berjuang, ke kantor juga (membawa) buku bahasa Inggris. Jadi saya kerja, bahasa Inggris, kerja (lagi). Sampai kemudian kita tes bahasa Inggris, terus lolos,” terangnya.
Setelah berbagai tes dari LPDP dilalui, Maria sampai di tahap terakhir yaitu wawancara.
Ketika ditanya apakah akan melanjutkan di universitas dalam negeri atau di luar negeri, Maria dengan tegas ingin ke luar negeri.
Ia memilih Program Human Resources di Marshall University menjadi tempat Maria menggali ilmu lebih tinggi.
Maria sedikit mengalami kesulitan pada awal perkuliahan karena cara pembelajaran yang berbeda dengan di Indonesia.
Saat menjalani perkuliahan Maria juga sempat berpindah tempat tinggal karena ingin memiliki teman yang bisa membuatnya semakin lancar dalam berbahasa Inggris.
“Jadi akhirnya semester berikutnya, saya keluar dari apartemen itu. Saya (pindah) gabung sama yang betul-betul bule. Jadi satu apartemen empat kamar, itu semua bule di dalam. Komunikasinya sama bule, teman main di kelas juga harus bule. Kalau tidak, saya nggak pintar pintar, ‘nggak paham paham. Kalau sama bule 'kan cepat tuh," beber Maria.
Akhirnya pada 2018 lalu, Maria berhasil menyelesaikan studinya dan mendapat gelar Master program Human Resources Management and Services.
Baca berita lainnya di Google News
Beredar Foto Ahmad Sahroni Diduga Hendak ke Singapura, Youtuber Ferry Irwandi Sebut Pengecut |
![]() |
---|
PENGAKUAN Saksi Mata Lihat Mobil Rantis Brimob Lindas Ojol Saat Bubarkan Demonstran, Semua Dihajar |
![]() |
---|
MOBIL Baraccuda Brimob Lindas Driver Ojol di Pejompongan, Korban Dikabarkan Meninggal Dunia |
![]() |
---|
Leganya Ridwan Kamil Hasil Tes DNA Buktikan CA Bukan Anaknya, Fitnah Lisa Mariana Terpatahkan |
![]() |
---|
Ini Pekerjaan Sintya Cilla Buat Denny Sumargo Syok, Rela Berkorban Uang Demi Ketemu Dj Panda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.