Profil dan Biodata

Profil Guntur Hamzah Hakim Konstitusi Langgar Kode Etik, Akui Sudah Ubah Substansi Putusan MK

Melansir dari kompas.com, senin (20/3/2023) Guntur Hamzah merupakan pria yang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1965. Ia menempuh pendidi

Editor: Moch Krisna
Kolase/Kompas
Profil Guntur Hamzah Hakim Konstitusi Langgar Kode Etik 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Inilah profil Guntur Hamzah hakim konstitusi yang langgar kode etik ubah substansi putusan sidang.

Melansir dari kompas.com, senin (20/3/2023) Guntur Hamzah merupakan pria yang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1965. Ia menempuh pendidikan sekolah dasar di Kota Makassar dan lulus pada 1976.

Sekjen MK itu melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Irnas, Makassar tahun 1980.

Kemudian, ia lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I, Makassar pada 1983.

Pengganti Aswanto ini juga mengenyam pendidikan sarjana hukum di Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Hasanuddin, Makassar dan lulus tahun 1988.

Guntur melanjutkan pendidikan magister hukum di program studi Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Padjadjaran, Bandung pada 1995.

Tak hanya itu, Guntur juga lulus program doktor Ilmu Hukum dari Universitas Airlangga, Surabaya dengan predikat/yudisium "Cum Laude" pada 2002.

Guntur pernah menduduki jabatan akademik Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Unhas sejak Februari 2006.

Ia juga pernah menjabat tugas-tugas akademik seperti Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Unhas, Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas dan Ketua Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas, dan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unhas.

Selain itu, Guntur pernah bertugas sebagai Legislative Drafter pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 2003 dan menjadi anggota Tim Ahli Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) tahun 2010.

Guntur menjabat sebagai Tenaga Ahli pada Direktorat Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2011-2012.

Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi (MK).

Kemudian, menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian, Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal MK pada 2015.

Sebelumnya, Guntur Hamzah menjabat hakim konstitusi akhirnya mengakui sudah mengusulkan perubahan frasa ‘dengan demikian’ menjadi ‘ke depan’ dalam substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencopotan Aswanto.

Hal tersebut ia beberkan saat dimintai keterangan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam proses penyelidikan yang dilakukan.

“Bahwa pemberi keterangan/kesaksian (Guntur Hamzah) mengakui dirinya yang mengusulkan perubahan frasa ‘dengan demikian’ menjadi ‘ke depan,’” kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat membacakan keterangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Berdasarkan keterangan MKMK, pembacaan putusan tersebut merupakan hari pertama Guntur Hamzah menjadi hakim konstitusi.

“Pembacaan putusan tersebut merupakan hari pertama dirinya sbgai hakim konstitusi ada tanggal 23 November,”  jelas Palguna. 

Setelah pembacaan putusan dan dilantik sebagai hakim konstitusi Guntur Hamzah mengatakan ia menghadiri Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan mengikuti pembicaraan bersama dengan hakim konstitusi lainnya.

Dalam RPH dan pembicaraan tersebut  Guntur Hamzah mengaku mendapat gambaran ihwal para hakim konstitusi menerima kehadirannya yang pada intinya menyatakan kejadian pergantian hakim ini tidak terulang lagi dan ke depan tidak terjadi lagi. 

Dalam putusannya hari ini MKMK menyatakan hakim konstitusi Guntur Hamzah sebagai pelaku yang mengubah substansi putusan sidang ihwal pencopotan hakim Aswanto.

Atas hal ini MKMK pun menjatuhi Guntur Hamzah sanksi teguran tertulis. 

"Menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim terduga," lanjut Palguna. 

Sebagai informasi Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 ada tiga sanksi pelanggaran yang dapat diberikan oleh MKMK terhadap pelaku.

Yakni teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian tidak dengan hormat.

Sebelum membaca putusan hari ini MKMK sudah mendalami berbagai informasi dari Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (HAK) pada Kesekjenan MK.

MKMK juga telah meminta keterangan awal dari panitera, Muhidin, serta penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

MKMK pun sudah memanggil semua hakim konstitusi untuk dimintai keterangan terkait skandal ini, minus Enny Nurbaningsih.

Sebab, seperti diketahui, Enny berstatus sebagai anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi aktif yang permintaan keterangannya bersifat konfirmasi dari setiap pemeriksaan para pihak.

MKMK juga telah meminta keterangan dari mantan hakim konstitusi Aswanto.

Aswanto masih berstatus sebagai hakim konstitusi ketika memutus perkara tersebut. 

Namun, ketika putusan dibacakan, ia sudah digantikan Guntur yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal MK.

Palguna menyebutkan, setelah menyelisik berbagai dokumen tadi, MKMK yang terdiri dari 3 orang ini akan menggelar rapat permusyawaratan untuk membuat keputusan berikutnya.

Diketahui, Zico menemukan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto. 

Perubahan yang dimaksud yakni putusan yang dibacakan berbeda dengan salinan putusan. 

Adapun substansi putusan yang dibacakan yakni: 

"Dengan demikian pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3(tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."

Sementara dalam salinan putusan, kalimat yang yang tertulis yakni:

"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3(tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."

(*)

Baca berita lainnya di Google News.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved