Contoh Naskah Khutbah Jumat Singkat Menjelang Bulan Suci Ramadhan 2023/1444 H Lengkap, Ada File PDF

Artikel ini memuat naskah khutbah Jumat singkat menjelang bulan Ramadhan 2023/1444 hijriyah lengkap.

Tribun Sumsel
Contoh Naskah Khutbah Jumat Singkat Menjelang Bulan Suci Ramadhan 2023/1444 H Lengkap, Ada File PDF 

“Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan sampaikanlah (pertemukanlah) kami dengan bulan Ramadhan.”

Dalam doa tersebut, Nabi Muhammad tak hanya meminta berkah bulan Rajab dan Sya’ban tapi juga memohon panjang umur agar bisa berjumpa dengan bulan Ramadhan. Artinya, Ramadhan bagi beliau adalah momen utama yang ditunggu-tungguh. Bahkan, Rasulullah melakukan persiapan khusus di bulan Sya’ban antara lain dengan memperbanyak puasa.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah

Mengingat pentingnya bulan Ramadhan, hal pertama perlu kita tinjau adalah persiapkan rohani kita. Apakah kita sudah menata niat yang baik untuk menyambut bulan suci ini? Kegembiraan yang terpancar atas datangnya bulan ini apakah sekadar karena ada peluang keuntungan duniawi, mencari pahala, atau yang lebih mendalam dari itu semua: ridha Allah?

Kita tahu, Ramadhan tidak semata bulan ibadah. Dalam kehidupan masyarakat, pada momen tersebut juga beriringan perubahan aktivitas sosial dan kebutuhan ekonomi. Bagi para pedagang dan pengusaha jasa, Ramadhan bisa jadi adalah berkah materi karena meningkatnya omzet mereka. Momen jelang lebaran, juga kesempatan bagi para pekerja untuk mendapatkan tunjangan hari raya. Pasar-pasar kian ramai, volume belanja masyarakat meningkat, dan seterusnya.

Dalam situasi seperti ini, sejauh mana hati kita tetap fokus pada kesucian Ramadhan tanpa tenggelam terlalu jauh ke dalam kesibukan yang melalaikan? Seberapa sanggup kita menjernihkan niat bahwa bekerja sebagai bagian dari ibadah; meningkatkan ibadah tanpa rasa ujub dan pamer; gemar membantu orang lain tanpa berharap imbalan (ikhlas)?

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalm kitab al-Ghuniyah menganjurkan agar umat Islam menyambut bulan Ramadhan dengan menyucikan diri dari dosa dan bertobat dari kesalahan-kesalahan yang telah lampau. Imbauan Syekh Abdul Qadir ini amat relevan. Sebab, jika hendak bertemu kawan saja seseorang merasa perlu untuk tampil bersih dan berdandan rapi, apalagi bila yang dijumpai ini adalah hari-hari yang penuh keistimewaan sebulan penuh.

Pertama: Melakukan introspeksi diri, mengevaluasi buruknya perilaku, lalu memohon ampun kepada Allah adalah satu tahapan rohani yang penting agar kita semua memasuki bulan suci dengan pribadi yang juga suci. Hal introspeksi diri, Rasulullah bersabda:

Artinya: “Orang yang cerdas adalah orang yang mau bermuhasabah dan beramal untuk hari kiamat. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya serta berharap sesuatu terhadap Allah (tanpa disertai usaha). Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah At-Tirmidzi, Jami’ Tirmidzi, (Riyadh: Bait Al-Afkar Ad-Dauliyyah, tt.), hadis no. 2459, hal. 402.

Dengan demikian, Ramadhan kelak tidak hanya menjadi ajang meningkatkan jumlah ibadah tapi juga nilai ketulusan. Dengan bahasa lain, Ramadhan bukan semata ajang penambahan kuantitas ritual ibadah tapi juga kualitas penghambaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala

Kedua: Persiapan rohani ini penting supaya amal kita selama bulan puasa berjalan lancar dan berkah. Lancar, karena kita secara mental sudah siap sedia, baik menunaikan segenap ibadah wajib dan sunnah maupun menghadang godaan-godaan yang bakal menghadang. Berkah, sebab puasa kita mengandung manfaat kebaikan, baik pada diri kita sendiri maupun orang lain. Jangan sampai kita termasuk orang-orang tekun berpuasa tapi mendapat kritik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).

Ketiga: Takalah pentingnya lagi mempersipka Ilmunya; Ada batas minimal yang harus kita penuhi dalam melakukan hukum atau syara’. Minimal ibadah itu sah jika memenuhi syarat dan rukun. Sederhananya seseorang itu terlepas dari tanggungan hukum ketika bebas dari tekanan-tekanan hukum (yakhruju ‘an ukhbat al-amri). Tekanan-tekanan hukum itu masuk dalam syarat dan rukun suatu ibadah. Akan tetapi di atas itu ada namanya takmiliyyah (yang menyempurnakan). Takmiliyah tersebut dapat dijumpai dalam nilai-nilai sunah suatu ibadah. Dan inilah yang menjadi kualitas ibadah seseorang. Yang membuat suatu ibadah punya ruh dan jiwa. Sehingga ibadah itu tidak hanya terlaksana sebagai formalitas saja, namun ada penyempurnaan. Dan dalam penyempuranaan ini subtansi sebuah ibadah dapat tergapai. Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang ada di tengah kita harus barusaha mengilmui ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Karena ibadah itu perlu ilmu tidak hanya sekedar semangat. Sebab akan berbahaya jika ibadah itu tidak didasari dengan ilmu. Hingga nanti ibadah itu dapat menjadi maksiat. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah berkata,

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved