Berita Nasional
Dosen PTIK Ungkap 'Penyakit Bisul' yang Bisa Diungkit Ferdy Sambo jika Divonis Mati : Bola Panas
Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Alfons Loemau ada sejumlah 'penyakit' yang bisa saja diungkit Ferdy Sambo jika dia divonis hukuman mati
TRIBUNSUMSEL.COM - Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Alfons Loemau ada sejumlah 'penyakit' yang bisa saja diungkit Ferdy Sambo jika dia divonis hukuman mati atas kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofiansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Hal ini juga tidak terlepas dari jabatan Ferdy Sambo yang sebelumnya adalah Kadiv Propam Mabes Polri.
Penyakit itu, kata Alfons diibarat penyakit bisul yang sebelumnya pernah diangkat secara timbul tenggelam namun kini tak kunjung kedengaran lagi kelanjutannya.
Baca juga: Tangis Bunda Corla Terpaksa Pulang ke Jerman Cepat Gegara Terus Diusik : Gak Bisa Lihat Orang Senang
Alfons juga menyinggung soal buku hitam yang kerap dibawa Ferdy Sambo ke persidangan yang ia sebut sebagai 'catatan si boy' dengan isi catatan noda-noda di lingkungannya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu publik mengetahui adanya kasus tambang ilegal milik Ismail Bolong yang diduga melibatkan sejumlah oknum petinggi di kepolisian.
Alfons mengatakan, kasus Ismail Bolong bukan satu-satunya kartu truf yang dimiliki Ferdy Sambo untuk membongkar skandal internal Kepolisian.
Menurut Alfons Loemau, kasus pemerasan yang melibatkan pejabat tinggi Polri dalam penanganan perkara Richard Mille merupakan satu di antara yang lainnya.
"Ismail salah satu, kemudian ada (kasus) arloji yang menyangkut beberapa petinggi di Bareskrim. Richard Mille, arloji mahal, puluhan miliar bahkan. Penyidiknya yang sudah jadi Kapolda sekarang di Kalimantan Selatan, itu sempat dilemparkan juga (isunya)," kata Alfons Loemau kepada wartawan, Kamis (26/1/2023).
Isu tersebut dihembuskan karena ancaman hukuman mati yang membayang-bayangi Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.
Alfons menuturkan, kasus pemerasan dalam perkara Richard Mille sempat ramai diperbincangkan di media massa.
Tapi isu tersebut timbul secara sporadis.
Menurut dia, hal ini sengaja dilempar oleh pihak Ferdy Sambo untuk menakut-nakuti lawannya di Kepolisian.
"Sudah ramai dan sekarang diam. Dan itulah bola-bola panas yang sengaja dilempar kiri kanan," ujarnya.

Kasus Richard Mille pertama kali mencuat saat diagram pemerasan terhadap korban bernama Tony Sutrisno beredar di media sosial Oktober tahun lalu.
Di dalamnya ada sejumlah nama petinggi Polri, antara lain Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto dan Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Pol Andi Rian Djajadi yang sebelumnya menjabat Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.
Dalam diagram itu disebutkan bahwa Andi Rian Djajadi saat menjabat Dirtipidum menerima uang sebesar 19.000 dolar Singapura (SGD) dari Tony Sutrisno.
Uang itu diduga merupakan hasil pemerasan yang dilakukan oleh Andi Rian melalui bawahannya, Kombes Pol Rizal Irawan.
Alfons meyakini kasus Richard Mille ini bagian dari permainan Ferdy Sambo karena perkara tersebut ikut ditangani Irjen Andi Rian Djajadi.
Adapun Andi Rian adalah ketua tim penyidik yang menangani kasus Ferdy Sambo.
Alfons lantas menyebut kasus Ismail Bolong dan Richard Mille sebagai 'penyakit' yang sewaktu-waktu bisa diungkit kembali oleh Sambo jika upaya vonis berat terhadap dirinya tetap dilakukan.
"Beberapa penyakit-penyakit bisul ini pernah diangkat secara timbul tenggelam, dan tidak kunjung kedengaran lagi sekarang," katanya.
Alfons menambahkan, dua kasus yang mencuat di tengah masa persidangan kasus pembunuhan Brigadir Yoshua tersebut hanyalah letupan kecil dari kubu Sambo.
"Menurut saya Sambo pegang banyak kartu truf di dalam permainan ini. Jadi dia bisa bermain dengan segala macam bola. Kalau kita lihat di dalam persidangan dia selalu bawa buku hitam, itu bukan Alkitab, dia orang Kristen. (Tapi) itu catatan si Boy, mencatat noda-noda yang ada di dalam lingkungannya. Dia bawa itu untuk nakut-nakutin," jelas Alfons.
Kamaruddin Simanjuntak Soroti Buku Hitam Ferdy Sambo
Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga ofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) mengibaratkan buku hitam yang kerap dibawa Ferdy Sambo selama persidangan sebagai sebuah jimat.
Dalam pernyataannya, Kamaruddin Simanjuntak juga menyebut buku itu diibaratkan sebuah ancaman bagi orang-orang yang punya dosa dan kejahatan yang diketahui Ferdy Sambo.
Baca juga: Bharada E Sebut Nasib Sebagai Pembongkar Kebenaran Saat Siapkan Pledoi Kasus Pembunuhan Brigadir J
Seperti diketahui, buku hitam yang sering dibawa Ferdy Sambo di persidangan kasus pembunuhan Brigadir J cukup menarik perhatian masyarakat.
“Itu menjadi ancaman buat mereka apabila misalnya dihukum hukuman mati, tentu Ferdy Sambo kan akan frustasi,” ucap Kamaruddin Simanjuntak, kepada KOMPAS TV, Selasa (24/1/2023).

“Apalagi kalau istrinya misalnya diancam hukuman mati atau seumur hidup, dia akan melihat itu sebagai kiamat maka dia akan bacakanlah itu isi buku hitam.”
Maka itu, kata Kamaruddin Simanjuntak, Ferdy Sambo selalu membawa buku hitam dalam setiap sidang yang dijalaninya.
Hal tersebut dilakukannya sebagai bentuk sinyal kepada pihak-pihak yang dosa dan kejahatannya diketahu Ferdy Sambo.
Dengan kata lain, lanjut Kamaruddin Simanjuntak, buku itu adalah jimat bagi Ferdy Sambo untuk menghadapi perkara ini.
“Itu makanya selalu dibawa-bawa itu ke pengadilan, itu sebagai sinyal, hati-hati lo semua, kita semua, dosa kita ada di dalam buku ini, kan gitu,” ujar Kamaruddin Simanjuntak,.
“Ibaratnya itu, buku hitamnya itu jimat.”
Sebelumnya, Kamaruddin Simanjuntak juga sempat mengungkapkan Ferdy Sambo memiliki jasa besar bagi Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Kamaruddin Simanjuntak sebut Ferdy Sambo punya jasa besar pada Jaksa Agung (tangkapan layar YouTube Kompas TV)
Maka itu, sejak awal Kamaruddin Simanjuntak mengaku sudah ragu Kejaksaan Agung bisa bersikap profesional menuntut terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus tewasnya Brigadir J.
“Saya sudah pernah ucapkan itu, dulu di bulan Juli, hati-hati, ini si Ferdy sambo ini, pernah berjasa buat Jaksa Agung mengkambinghitamkan para kakek-kakek itu atau orang tua yang kerja di bangunan,” ucap Kamaruddin.
“Seolah-olah Kejaksaan Agung terbakar gara-gara rokok, kalau rokoknya berbahaya kenapa enggak ditutup aja pabrik rokok, kan gitu, diganti dengan pabrik susu supaya sehat-sehat warganya kan.”
Diketahui Ferdy Sambo tidak dituntut hukuman mati melainkan seumur hidup meski dalam pertimbangannya tidak ada hal yang meringankan.
Lalu terhadap terdakwa Kuat Maruf, Ricky Rizal Wibowo, dan Putri Candrawathi meski terbukti merencanakan pembunuhan tuntutannya hanya 8 tahun penjara.
Sementara untuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang dalam hal ini sudah berani mengungkap sejujur-jujurnya kasus Brigadir J tewas, justru dituntut 12 tahun penjara.
Isi Pledoi Ferdy Sambo
Ferdy Sambo terdenger lirih saat membacakan isi nota pembelaan (pledoi) guna menyikapi tuntutan seumur hidup yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadapnya, Selasa (24/1/2023).
Mantan Kadiv Propam itu mengaku sangat tidak menyangka, kehidupannya yang dulu begitu terhormat namun kini harus jatuh ke dalam nestapa menyakitkan.
Seperti diketahui, Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup penjara atas kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ferdy Sambo memberi judul Pledoinya 'Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan'.
Mulanya Ferdy Sambo mengatakan, ia telah ditahan selama 165 hari.
Kini dirinya berada jauh dari berbagai fasilitas, kehangatan keluarga, hingga hakikat kebahagiaan dalam kehidupan manusia.
Sejak berada di dalam tahanan, dia merasa hidupnya menjadi suram, sepi, dan gelap.
Ferdy Sambo mengaku sering merenung di tahanan dan tidak membayangkan hidupnya yang dulu terhormat kini terperosok nestapa.
"Tak pernah terbayangkan jika sebelumnya kehidupan saya yang begitu terhormat, dalam sekejap terperosok dalam nestapa dan kesulitan yang tidak terperikan," ujar dia.
Sambo menyebut, penyesalan memang kerap datang di belakang.
Penyesalan itu baru muncul setelah rasa amarah dan murka yang lebih dulu menyelimuti Sambo, sehingga berujung pada hilangnya nyawa Brigadir J.
Sebelumnya, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup, jaksa menganggap Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya Yosua bersama Richard Eliezer, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Maruf.
Darah Saya Mendidih
Dalam pembelaannya, Sambo juga menceritakan kemalangan yang dialami dirinya dan keluarga berawal emosi dirinya setelah mendengar kabar istrinya, Putri Candrawathi, dilecehkan Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.
Saat kembali ke rumah di Jakarta pada 8 Juli 2022, istrinya sembari menangis menyampaikan dirinya telah diperkosa oleh Brigadir J sehari sebelumnya di rumah Magelang.
Ferdy Sambo mengaku darahnya serasa mendidih mendengar istrinya sudah dilecehkan Brigadir J (Kolase/IST)
"Tidak ada kata-kata yang dapat saya ungkapkan saat itu, dunia serasa berhenti berputar, darah saya mendidih, hati saya bergejolak, otak saya kusut membayangkan semua cerita itu," katanya.
Dalam kesempatan penyampaian pembelaan ini, Sambo juga membantah telah menembak Brigadir J, sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dia hanya mengakui telah merekayasa tembak-menembak antara Brigadir J dengan Richard Eliezer alias Bharada E.
"Kesabaran dan akal pikiran saya pupus, entah apa yang ada dibenak saya saat itu, namun seketika itu juga terlontar dari mulut saya 'hajar Chad…, kamu hajar Chad' Richard lantas mengokang senjatanya dan menembak beberapa kali kearah Yosua, peluru Richard menembus tubuhnya, kemudian menyebabkan almargum Yosua jatuh dan meninggal dunia," tutur Sambo.
"Kejadian tersebut begitu cepat, 'stop…berhenti…' saya sempat mengucapkannya berupaya menghentikan tembakan Richard dan sontak menyadarkan saya bahwa telah terjadi penembakan oleh Richard Eliezer yang dapat mengakibatkan matinya Yosua," imbuh Sambo.
Saat itu, Sambo mengaku dirinya panik. Kendati demikian, ia berkata harus segera mengambil langkah untuk atasi keadaan tersebut.
"Terutama untuk melindungi Richard Eliezer pasca terjadinya peristiwa penembakan," tutur Sambo.
Atas dasar itu, Sambo terpikirkan untuk merekayasa kejadian dengan cara tembak-menembak antarpolisi. Rencana itu diakui Sambo berbekal pengalaman menjadi penyidik di Korps Bhayangkara.
Sambo pun berharap majelis hakim dapat memvonis bebas dirinya dari segala tuntutan Jaksa.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews dan KompasTV
Baca artikel menarik lainnya di Google News
Reaksi Salsa Erwina Soal Ahmad Sahroni Dicopot dari Jabatan Wakil Ketua Komisi, Harusnya Dipecat |
![]() |
---|
Dicopot dari Kursi Wakil Ketua Komisi III, Ahmad Sahroni Teken Surat Pencopotan Dirinya Sendiri |
![]() |
---|
Deretan Anggota DPR RI Dinilai Salsa Erwina Harus Dipecat, Ada Ahmad Sahroni Hingga Uya Kuya |
![]() |
---|
Profil Rusdi Masse, Dulu Sopir Truk Kini Gantikan Ahmad Sahroni Jadi Wakil Ketua Komisi III DPR RI |
![]() |
---|
Alasan Ahmad Sahroni Dimutasi dari Pimpinan Komisi III ke Anggota Komisi I usai Pernyataan "Tolol" |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.