Berita Nasional
Reaksi PN Jaksel Saat Kubu Kuat Maruf Laporkan Hakim Wahyu Iman Santoso ke Komisi Yudisial
Reaksi PN Jaksel Saat Kubu Kuat Maruf Laporkan Hakim Wahyu Iman Santoso ke Komisi Yudisial
Wahyu juga pernah menjabat sebagai Ketua PN Tarakan, Kalimantan Timur bahkan juga pernah menjadi Kepala Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Tak hanya itu saja, Wahyu Iman Santoso sempat menduduki jabatan sebagai Ketua PN Kediri Kelas 1 B dan Ketua PN Kelas 1 A Batam.
Baca juga: Alasan Erina Gudono Mau Menikah dengan Kaesang Putra Presiden Jokowi : Aku Tenang
Baca juga: Inilah Penampakan Rumah Ryan Dono Batal Nikah karena Mahar Sertifikat Rumah, Ada Toko Kelontong
Wahyu Imam Santoso dikenal memang sudah memiliki karir panjang di dunia hukum.
Bahkan dari profesinya sebagai Ketua Majelis Hakim, Wahyu Imam Santoso tercatat di elhkpn.kpk.go.id memiliki harta kekayaan lebih dari 12 miliar.
Ia diketahui memiliki kekayaan tepatnya sejumlah Rp 12.09.356.307 atau Rp 12 miliar.
Namun Wahyu juga memiliki utang senilai Rp 693.452.912.
Meskipun demikian, Wahyu Iman Santoso memiliki delapan aset tanah dan bangunan menjadi aset terbesar yang dimiliki Wahyu Iman Santoso dengan nilai Rp 7,9 miliar.
Serta memiliki harta lainnya dengan nilai Rp 2,3 miliar dan harta bergerak lainnya Rp 1.935.000.000.
Selain itu Wahyu Iman Santoso juga mempunyai dua dua unit kendaraan senilai Rp 358 juta juga harta kekayaan Wahyu Iman Santoso.

Lebih jauh, kabar Wahyu Iman Santoso selaku Hakim di PN Jakarta Selatan dilaporkan ke Komisi Yudisial dibenarkan oleh kuasa hukum Kuat Maruf.
Bukan tanpa sebab, Kuat Maruf diketahui melaporkan hakim Wahyu Iman Santoso karena tidak terima disebut konsisten berbohong.
"Iya (laporkan) ke KY Ketua Majelisnya sama ke Bawas Mahkamah Agung," kata Irwan saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (8/12/2022).
Irwan menyebut laporan tersebut dilakukan karena Wahyu dianggap telah melanggar kode etik dalam persidangan seperti yang tercantum pada KUHAP jo peraturan bersama Mahkamah Agung.
Pelanggaran itu yakni soal pernyataan Wahyu yang dianggap tendensius saat memimpin persidangan terhadap kliennya.
"Kaitannya dengan kode etik karena dalam beberapa persidangan pemeriksaan saksi banyak kalimat-kalimat Ketua Majelis yang sangat tendensius kami lihat," jelasnya.