Berita Palembang
Polemik Pembangunan Lift Jembatan Ampera Palembang, Gubernur Sumsel Buka Suara
Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru menanggapi polemik Pembangunan lift di Jembatan Ampera Palembang.
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Yohanes Tri Nugroho
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pembangunan Lift jembatan Ampera Palembang menuai polemik.
Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru menanggapi polemik keberadaan lift di Jembatan Ampera yang telah berusia 57 tahun itu.
"Selama ini ngontrol dan perawatannya dengan cara manjat ke tower itu," kata Deru usai membuka acara Penyerahan Sertifikat Tanah dari Kementerian ATR/BPN ke Masyarakat di Hotel Aryaduta, Kamis (1/12/2022)
Menurut Deru, Hal itu yang menjadi tujuan pembangunan lift agar mempermudah mengontrol nya.
Karena Jembatan Ampera ini kan iconnya Kota Palembang.
"Jadi lift itu fungsinya untuk mengontrol sewaktu - waktu diperlukan dan bukan semata-mata untuk keperluan lain," ungkapnya
Ia pun mencontohkan, seperti halnya kalau irigasi, sungai untuk ngontrol alirannya diperlukan jalan untuk inspeksi di kiri dan kanannya.
Sementara itu ketika ditanya terkait adanya wacana lift tersebut sebagai akses untuk wisata naik ke atas Jembatan Ampera, menurut Deru sapa yang mau naik ke sana.
"Naik ke atas Jembatan Ampera itu kan cukup tinggi, kalau gemetar juga kan yang naik ke sana," tutupnya
Sejarawan Siap Pidanakan, BBPJN: Ada Dari Awal
Sejumlah budayawan dan sejarawan di Sumsel, mengancam akan memidanakan Satuan Kerja (Satker) BBPJN Sumatera Selatan (Sumsel), jika masih memaksakan pembangunan Lift di Jembatan Ampera Palembang.
Penegasan ini disampaikan Ketua Masyarakat Sejarawan Kota Palembang Dedi Irwanto, di sela-sela rapat antara DPRD Sumsel, Tim BBPJN serta tim cagar budaya, sejarawan di Ruang Banmus DPRD Sumsel, Rabu (30/11/2022).
Rapat membahas pembangunan lift jembatan Ampera Palembang , banyak menuai bantahan dari sejarawan, tim cagar budaya dan budayawan yang hadir dalam rapat tersebut.
"Kita akan pidanakan, jika hal ini tak dihentikan, karena itu bukan rehabilitasi, perbaikan atau konservasi, tetapi buat baru yang merusak Jembatan Ampera yang merupakan Cagar Budaya, " katanya, seraya aturan ini sesuai pasal 81 uu no 11/2010 tentang cagar budaya dengan ancamannya 5 tahun penjara, jika ASN ditambah 1 tahun lagi.
Ia sendiri membantah pernyataan pihak BBPJN Sumsel jika ditiang penyangga Jembatan Ampera itu sudah ada lift untuk barang atau manusia selama ini, tetapi katrol "bandul" agar Jembatan naik.
"Tapi sejak tahun 1970 an bandul itu tidak dinaikkan turunkan lagi, itu sengaja dimatikan karena sudah macet panjang. Jadi kita lihat dulu, kalau tidak melibatkan ahli cagar budaya, sejarawan dan budayawan di kota Palembang dan meneruskannya, apalagi benar merusak cagar budaya kita memposisikannya," tegas Dedi.
Sementara dalam rapat tersebut, pihak BBPJN, menyatakan jika jembatan Ampera mulai pembangunan tahun 1962-1965, ternyata sudah memiliki lift.
Tim BBPJN yang dimotori Riandra, menjelaskan pihaknya akan melakukan koordinasi baik dengan pemerintah maupun dengan sejarawan, budayawan dan DPRD Sumatera Selatan.
Apalagi dinyatakan bila meneruskan akan dapat berurusan dengan masalah hukum.
“Apa yang dikatakan mengenai masalah undang-undang kami tidak paham. Yang kita tahu kontrak sudah berjalan, dan kita juga tidak tahu melanggarnya seperti apa. Kalau dikatakan merubah bentuk kita tidak merubah bentuk,” benernya.
Ia juga menjelaskan selama ini BBPJN terus mengerjakan perbaikan dan perawatan jembatan Ampera.
“Apakah selama ini kita telah melanggar undang-undang,” tanyanya.
Mengenai koordinasi, Riandra, menjelaskan Ampera sebagai cagar budaya pun mereka tidak tahu sama sekali.
"Suratnya kita tidak ada. Namun kita akan teruskan kepada pimpinan bahwa ada permintaan untuk dihentikan. Tapi secara kontrak kita jalan terus,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan bahkan pada tahun 1992 yang lalu pihaknya melakukan perbaikan.
“Kan masalah opsional harus diganti. Kalau tidak diganti jembatan akan tidak terurus. Untuk lift sendiri dibangun didalam, dan tidak merubah bentuk ataupun struktur jembatan. Kita hanya perbaikan saja, kalaupun ada wacana untuk wisata, terus terang kita tidak tahu. Karena dalam kontrak tidak ada sama sekali menyebutkan pembangunan lift untuk wisata,” jelasnya.
Sebelumnya dihadapan anggota DPRD komisi IV, pihaknya juga mengatakan pihak BBPJN sendiri sebelumnya sudah memasukkan surat ke Gubernur.
Mengenai kelayakan lift untuk jembatan Ampera juga sudah disampaikan.
"Kalau kita melihat histori, jembatan Ampera sudah ada lift. Untuk bobot lift terdahulu 1962-1965 bebannya mencapai 2, 5 ton. Sedangkan sekarang bebannya tidak sampai segitu,” ujarnya.
Pihaknya juga memiliki komisi keselamatan terowongan jalan dan jembatan, yang sudah melakukan kajian.
“Kami hitung dak tidak ada perubahan sama sekali. Kami pemeliharaan rutin,” paparnya.
Selain itu, pemasangan lift juga dilakukan dengan alasan untuk mempermudah pemeliharaan jembatan.
“Untuk maintanance, kalau keatas menggunakan tangga agak berat. Tapi kalau menggunakan lift dapat mudah. Selain itu, kita juga banyak memperbaiki kondisi kaca pecah. Dilakukan secara bertahap. Dan mengambil barang yang rusak. Kami sampaikan Ampera terkhusus dicatat kementrian PUPR,” tambahnya.
Khusus di Sumsel ada enam jembatan yang dipantau oleh BBPJN.
Antara lain, Jembatan Ampera, Musi 4, Musi 2, Jembatan Ogan, Jembatan Teluk Baru. Dimana rata-rata umur jembatan sudah diatas 50 tahun.

Sementara itu, ketua komisi IV DPRD Provinsi Sumsel, Holda, meminta agar ada koordinasi antara BBPJN dengan DPRD Provinsi Sumsel dan institusi lainnya termasuk pemerhati sejarah, budayawan serta tim cagar budaya.
Seperti dikemukakan ketua tim cagar budaya Sumsel Syahrizal, dimana pihaknya tidak akan memindahkan seonggok batu bilamana bernilai sejarah.
Apalagi, untuk merubah bentuk ataupun memasang lift di jembatan Ampera.
“Kalaupun untuk menara pandang. Bisa dibuat ditempat lain. Misalkan restauran ataupun apapun nantinya. Asalkan tempatnya representatif,” kata dia.
Aufa juga menyebut pihaknya banyak mendapat masukan dan kritik.
“Seolah kami tim cagar budaya tutup mata dan telinga. Tidak bermaksud gagalkan proses pembangunan. Tetapi kami berbicara tim cagar budaya. Apalagi benda benda yang dianggap cagar budaya, berusia lebih dari 50 tahun tetap terpelihara,” kata dia.