Gempa Cianjur

Kisah Firman, Hari Pernikahan Berubah jadi Tahlilan, Usai Sang Kekasih Jadi Korban Gempa Cianjur

Duka mendalam masih dirasakan keluarga korban dan besan yang seharusnya hari ini melangsungkan resepsi malah menggelar tahlilan tujuh hari.

Editor: Slamet Teguh
Tribun Jabar/ Ferri Amiril Mukminin
Bariji memperlihatkan rumah ambruk yang sudah dihias dekorasi kain bagian dalamnya, pernikahan batal digelar hari ini karena calon pengantin wanita menjadi korban gempa 

TRIBUNSUMSEL.COM - Firman harus mengalami duka yang mendalam usai terjadi gempa Cianjur.

Pasalnya, rencana hari penikahan Firman malah harus berubah menjadi tahlilan.

Hal tersebut tak lepas karena sang kekaih, Irma Nurhayati menjadi korban dalam bencana gempa Cianjur tersebut.

Seperti diketahui, pasangan calon pengantin Irma Nurhayati (20) - Firman (21) batal melangsungkan pernikahan hari ini, Minggu (27/11/2022) di Kampung Lemahduhur, Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Batalnya pernikahan karena calon pengantin perempuan, Irma Nurhayati, menjadi korban gempa dan meninggal dunia tertimpa reruntuhan rumah, Senin (21/11/2022).

Duka mendalam masih dirasakan keluarga korban dan besan yang seharusnya hari ini melangsungkan resepsi malah menggelar tahlilan tujuh hari.

Rumah Irma sudah didekorasi, sound system dan panggung sudah dipesan, serta undangan sudah disebar.

Namun takdir berkata lain, pernikahan yang sudah direncanakan matang itu batal karena bencana gempa menerjang Cianjur.

Irma Nurhayati ditemukan meninggal bersama seorang anak kecil tetangganya, Eki (12) yang sedang jajan di warung kecil milik almarhumah.

Di Kampung Lemahduhur, Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, ada empat orang meninggal karena gempa Cianjur.

Paman almarhumah, Bariji (55), mengatakan bahwa keluarga hari ini sedang melangsungkan tahlilan 7 hari di calon mempelai pria di kawasan Kecamatan Cikalongkulon.

Bariji menyebut, ia menyaksikan langsung di depan mata bagaiman gempa meruntuhkan rumah keponakannya.

Saat itu ia sedang bersih-bersih halaman rumah Irma dan menebang beberapa pohon sebagai persiapan untuk panggung dan sound system.

"Saya jalan mundur sambil menyapu daun pepaya yang sudah saya tebang, tiba-tiba suara keras rumah ambruk memekakan telinga dan membuat saya kaget," ujar Bariji ditemui di Kampung Lemah Duhur siang ini.

Bariji sempat terdiam beberapa saat seperti patung. Kepulan debu dari rumah yang ambruk perlahan tersapu angin di depannya. Hatinya berkecamuk namun kakinya seperti dipaku dan sedikit bergemetar.

Ia tetap terdiam untuk beberapa saat sebelum ingatannya kembali kepada istri dan keponakannya yang sedang berada di dalam rumah.

"Tersadar dan berusaha membuang rasa takut, saya perlahan masuk mencari suara-suara kesakitan dari istri, adik, dan keponakan yang berada di dalam rumah," kata Bariji.

Bariji mengatakan, anak kecil tetangganya yang pertama ia temukan, lalu istri dan adik-adiknya dan ia sempat kebingungan mencari posisi Irma.

"Lama kebingungan mencari saya melihat rambutnya, tubuhnya tertutup dinding rumah," kata Bariji.

Irma dan anak tetangganya Eki ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.

"Istri dan adik-adik saya ditemukan selamat," katanya

Bariji menduga, keponakannya sedang menggoreng makanan di dapur untuk persiapan pernikahan juga.

"Ia mungkin keluar sebentar melayani anak kecil yang jajan di warung, namun keburu rumah ambruk," kata Bariji.

Saat itu, Bariji sekeluarga langsung berlari ke sawah pinggir jalan karena gempa susulan terus terjadi dan dirasakan oleh semua warga Kampung Lemahduhur.

"Saya belum berani kembali ke rumah pa karena suasana kejadiannya masih jelas di mata saya," katanya.

Di depan rumah almarhumah terlihat beberapa kolam ikan yang mengering karena dasar kolam yang terbelah akibat gempa.

Bau amis menyengat karena lima kuintal ikan di dalam kolam tersebut mati.

"Boro-boro ngurus ikan pa, urus keluarga saja paniknya sudah luar biasa, mari kembali pa saya tak terbiasa dan belum pernah masuk ke rumah lagi," ujar Bariji yang mengajak Tribun kembali ke posko pengungsian.(*)

Baca juga: Reaksi Ridwal Kamil Soal Ormas Cabut Label Gereja di Tenda Bantuan Gempa Cianjur : Jangan Terulang!

Baca juga: Kisah Ustadz Ahmad Selamat dari Gempa Cianjur Meski Tertimpa Reruntuhan Masjid, Terus Berzikir

Inilah cerita korban yang selamat dari timbunan longsor akibat gempa Cianjur, Senin (21/11/2022).

Gempa di Cianjur juga menyebabkan sejumlah titik mengalami longsor.

Banyak korban tewas akibat terpendam longsoran.

Nasib baik masih menimpa Muhammad Mulyadi.

Ia merupakan korban yang selamat dari timbunan longsor.

Pria berusia 37 tahun tersebut adalah warga Mangunkerta, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.

Sebelum musibah terjadi, Mulyadi sedang bekerja di tokonya, dekat lokasi longsor.

Menceritakan, kejadian terjadi dengan cepat.

"Kejadiannya begitu cepat, saat itu saya habis salat, lalu sekitar 4 detik dari gempa, tanah langsung longsor," ujarnya seperti yang dikutip dari TribunJabar.id.

Ia menceritakan, jika tubuhnya tertimpa longsoran tanan.

Lebih dari satu jam, tubuhnya tengkurap dan terjebak.

Selama itu pula ia menahan rasa sakit karena tertimpa reruntuhan bangunan.

"Saya sudah pasrah, napas pun sudah habis, bahkan penglihatan sudah kabur,"

"Saya hanya bisa berzikir, dan sudah ikhlas kalau hidup saya akan berakhir saat itu. Namun saya harus tetap sadar anak saya masih pada kecil," lanjut Mulyadi.

Setelah itu, ia mengatakan sempat tak sadarkan diri.

Saat tersadar, ia telah berada di rumah sakit.

Saat ini, ia berusaha untuk menutupi lubang yang ada di tokonya.

"Iya sekarang saya hanya bisa menutupi lubang di tokonya, soalnya masa seperti ini takutnya barang-barang di toko dijarah,"

"Jadi saya harus memperbaiki, sekarang walaupun masih belum fit," pungkasnya.

Cerita Korban Selamat usai Tertimbun Bangunan Madrasah

Selain Mulyadi, ada pula kisah seorang perempuan yang selamat dari reruntuhan gedung Madrasah.

Ia adalah Nurhayati.

Nurhayati bersama warga sedang melakukan pengajian di gedung Madrasah sesaat sebelum gempa terjadi.

Lalu, saat gempa terjadi, gedung madrasah tersebut goyang dan akhirnya roboh.

Sayang, Nurhayati tak sempat menyelamatkan diri seperti warga lainnya.

"Setelah madrasah runtuh, di sana masih terasa goyang terus sebentar-sebentar. Tapi kalau madrasah pas sekali goyang langsung ambruk," ucap Nur.

Nurhayati terjebak selama beberapa jam.

"Saat itu jemaahnya banyak, ada yang menyelamatkan diri keluar. Tapi kalau saya terjebak (tertimbun) di dalam dari jam 2 siang sampai jam 6 magrib," kata Nur seperti yang dilansir Kompas.com.

Setelah empat jam terjebak, Nuryahati berhasil dievakuasi oleh warga dan relawan.

Atas musibah tersebut, Nurhayati mengalami luka lecet sekujur tubuh dan patah tulang kaki.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan di TribunJabar.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved