Sejarah Penetapan Hari Ulang Tahun (HUT) KORPRI yang Diperingati Setiap 29 November

Artikel ini memuat penjelasan mengenai defenisi serta sejarah penetapan Hari KORPRI yang diperingati setiap 29 November

Tribunsumsel
Ilustrasi PNS. Sejarah Penetapan Hari Ulang Tahun (HUT) KORPRI 

TRIBUNSUMSEL.COM- Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia atau KORPRI diperingati pada 29 November setiap tahunnya.

Tahukah kamu apa itu KORPRI beserta sejarahnya?

Defenisi KORPRI

Korpri adalah organisasi yang di dalamnya diisi oleh para ASN, mulai dari yang tergabung di instansi pemerintah, baik kementerian maupun lembaga, termasuk pemerinntah daerah.

Mereka yang terbung dalam Korpri adalah pegawai negeri sipil (PNS), pegawai honorer, PPPK, karyawan BUMN dan BUMD, serta para aparatur desa.

Baca juga: Puasa Ramadhan dan Lebaran 2023 Tanggal Berapa? Ini Link Download Kalender Islam 1444 Hijriyah

Baca juga: Contoh Proposal Bantuan Korban Banjir Bandang 2022 Terbaru, Lengkap Dalam Bentuk Word dan PDF

Baca juga: 15 Contoh Ucapan Selamat dan Sukses Untuk Ketua dan Wakil Ketua Organisasi Terpilih

Sejarah Penetapan Hari KORPRI

Dikutip dari laman Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Pasuruan, hari jadi Korpri bermula sejak era Orde Baru, yakni setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 pada tanggal 29 November 1971.

Hari di mana keluarnya Kepres tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Korpri. Korps Pegawai Republik Indonesia dibentuk untuk menyatukan semua pegawai di instansi dan perusahaan milik pemerintah.

Para abdi negara ini terkotak-kotak dalam beberapa kolompok. Hal ini tak lepas dari sistem yang ditinggalkan Kolonial Belanda.

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda, yang berasal dari kaum bumi putera.

Kedudukan pegawai mayoritas merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.

Perang Dunia II pecah. Pada saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan pegawai pemerintah Indonesia.

Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar, pertama Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI.

Kedua, pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (non kolaborator) dan ketiga, pegawai pemerintah yang bersedia bekerja sama dengan Belanda (kolaborator).

Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non-Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan pegawai Republik Indonesia Serikat (RIS).

Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet. Sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai.

Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri.

Sehingga warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu. Dominasi partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik.

Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan Dekrit Presiden ini sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945.

Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya peristiwa G-30S. Pegawai pemerintah banyak yang terafiliasi dengan PKI. Banyak dari mereka berakhir di tahanan dan dicap sebagai tapol.

Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri).

Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 itu, Korpri adalah merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan.

Namun bekalangan, oleh Presiden Soeharto, Korpri kembali jadi alat politik. Merujuk pada UU Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin memperkokoh fungsi Korpri dalam memperkuat barisan partai.

Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke Golkar.

Loyalitas Korpri ke Golkar ini kemudian memudar seiring dengan masuknya Indonesia ke dalam reformasi. Namun demikian, tanggal 29 November saat Soeharto mengeluarkan Kepres, kemudian tetap dijadikan sebagai Hari Korpri.

Baca artikel dan berita lainnya langsung dari google news

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved