Arti Kata Bahasa Arab
Nafsu Mutmainnah Artinya, Kosa Kata Populer Indonesia-Arab, Ciri-ciri dan Cara Menggapainya
Nafsu Mutmainnah dapat diartikan sebagai nafsu yang disinari cahaya, sehingga dapat mengosongkan hati dari sikap tercela dan terhiasi sifat terpuji
Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
TRIBUNSUMSEL.COM -- Nafsu mutmainnah artinya, kosa kata populer Indonesia-Arab, ciri-ciri dan cara menggapainya.
Nafsu muthmainnah, atau bisa juga ditulis nafsu mutmainnah, sering kita dengar dalam lisan atau tulisan. Muthmainnah sendiri berasal dari bahasa Arab yang ditulis di dalam Alquran.
Nafsu Mutmainnah dapat diartikan sebagai nafsu yang disinari cahaya, sehingga dapat mengosongkan hati dari sikap tercela dan terhiasi dengan sifat terpuji. Nafsu ini dapat menciptakan ketenangan jiwa bagi seseorang.
Ciri-ciri pemilik nafsul mutmainnah adalah jiwa yang telah mendapat ketenangan; telah sanggup untuk menerima cahaya kebenaran sang Ilahi.
Juga jiwa yang telah mampu menolak menikmati kemewahan dunia dan tidak bisa dipengaruhi oleh hal tersebut.
Nafsu ini memuat pemiliknya merasa berpuas diri dalam pengabdiannya kepada Tuhan. Dia juga akan selalu berbuat amal saleh (kebajikan kepada sesama makhluk).
Dalam agama Islam, hal ini telah disebutkan dalam Alquran surat Al-Fajr ayat 27-28 sebagaimana berbunyi:
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan ridho dan diridhoi.
Nafsu ini dimiliki oleh orang yang beriman pada tingkatan khusus (Arab:khawas) atau orang-orang yang telah dekat dengan Tuhan.
Apa maknanya? Bisakah kita menggapai nafsu mutmainnah?
Asep Sahid Gatara, Dosen UIN Sunan Gunung Jati dalam tulisannya Menggapai Mutmainnah mengatakan kita dituntut untuk meningkatkan iman agar kita benar-benar menjadi pemilik jiwa yang tenang. Jiwa yang selain memiliki relasi ketuhanan yang sangat baik secara vertikal ke langit namun juga relasi kemanusiaan yang sangat baik secara horizontal di bumi (hablumminallah, hablumminannas dan alam).
Maka, pemilik jiwa yang tenang itu tidak hanya tentram buat dirinya, tetapi senantiasa menebar ketentraman sosial bagi sesama dan seru sekalian alam. Dalam kehidupan sehari-hari, pemilik jiwa yang tenang memiliki tanda-tanda selalu berbaik sangka, peka, dan sahaja.
Pertama, berbaik sangka kepada Sang Pencipta bahwa semua apa yang diberikan kepada kita adalah wujud kasih sayang-Nya. Kekayaan ataupun kemiskinan misalnya selalu diyakini bukan untuk memuliakan dan bukan juga untuk menghinakan (QS al-Fajr: 15-16), namun sebagai ujian kasih sayang untuk menaikan kelas dan derajat keimanan hamba-hamba-Nya.
Kedua, peka. Sifat yang mudah merasa dan mudah bergerak untuk membantu sesama, seperti anak yatim dan orang miskin (Qs. al-Fajr: 17-18). Selain itu, mempunyai kesanggupan bereaksi cepat terhadap suatu keadaan lingkungan yang mengalami kerusakan.
Ketiga, sahaja, yaitu tidak mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan (QS. al-Fajar: 20). Hal yang sama terhadap tahta yang dikejar dan berhasil digenggamnya. Wallahu’alam bi shawab.