Berita Nasional

Pakar Forensik Duga Satu Keluarga yang Tewas di Kalideres Anut Kepercayaan Santhara, Penjelasannya

Santhara merupakan kepercayaan dari India, yakni fasting to dead atau bersumpah untuk berhenti makan sampai benar-benar meninggal. 

Editor: Slamet Teguh
Kolase Tribunsumsel.com
Pakar Forensik Duga Satu Keluarga yang Tewas di Kalideres Anut Kepercayaan Santhara, Penjelasannya 

TRIBUNSUMSEL.COM - Pakar Forensik Emosi dan Trainer Investigasi Handoko Gani menduga jika satu keluarga yang tewas di Kalideres menganut kepercayaan Santhara.

Santhara merupakan kepercayaan dari India, yakni fasting to dead atau bersumpah untuk berhenti makan sampai benar-benar meninggal. 

Diketahui, Santhara merupakan bagian dari Jainisme, salah satu agama tertua di dunia. 

Hal itu diungkap Handoko saat mengomentari kasus kematian satu keluarga yang tewas didalam rumah di Kalideres Jakarta Barat.

"Kalau dugaan saya lebih kepada kepercayan tertentu yang dianut, sehingga memutuskan bunuh diri, itu lebih cocok ya menurut saya," ujar Handoko saat dihubungi, Senin (14/11/2022).

"Mungkin ada keyakinan bahwa bunuh diri seperti itu adalah sebuah jalan hidup yang mulia dan diperbolehkan. Nah itu harus diselidiki. Apakah ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu?" lanjut Handoko.

Menurut Handoko, polisi perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut, apakah orang pertama yang meninggal dalam keluarga tersebut adalah jenazah yang dipaksa dan disiksa untuk tidak makan?

Sementara sisanya, kata Handoko, merupakan orang yang memaksanya atau dalam tanda kutip membunuhnya.

Kemudian, karena kelainan jiwa atau menganut kepercayaan tertentu, orang tersebut akhirnya depresi atau alasan lain yang membuatnya memutuskan tidak makan.

"Itu memang menarik untuk dibedah. Saya rasa yang sangat unik dan bisa dicek adalah otaknya," ujar Handoko.

 "Karena ada teori-teori tertentu, yang menyatakan kelainan jiwa itu terkait dengan kelainan struktur tertentu di otak, nah apakah ada kolerasi ke sana? karena hanya itu petunjuk-petunjuk yang ada," lanjutnya. 

Handoko mengatakan, pada kasus tersebut, jika di sekitar korban tidak ada jejak penyiksaan dan kekerasan, maka akan menjadi sebuah pertanyaan besar.

Apalagi, kata Handoko, tetangga sekitar tak mendengar emosi apapun yang dilontarkan empat orang tersebut sebelum meninggal, seperti teriakan atau tangisan. 

"Ini pertanyaannya, apakah ada yg meminta mereka untuk tidak makan? Menjalani ritual tertentu sehingga tidak makan dan meninggal?" Kata Handoko. 

Namun, menurut Handoko, apabila benar sebuah kepercayaan, apakah penganutnya empat orang tersebut atau hanya orang terakhir yang hidup saja? 

"Kenapa indikasinya orang terakhir? karena dia yang memaska, menjalani, dan dia yang menyaksikan dua orang pertama menjadi korban meninggal. Baru kemudian, dia mungkin mengalami kelainan mental dan menjadi depresi, frustasi, sehingga ikut tidak makan juga," jelas Handoko.

"Itu yang lebih masuk akal, daripada mempercayai keempatnya. Namun, bukan berarti tidak mungkin," lanjutnya. 

Handoko melanjutkan, kemungkinan tersebut bisa saja sama seperti kepercayan tertentu atau terorisme, suami yang meyakinkan isterinya dulu, baru keluarganya. 

Pada kasus ini, kata Handoko, bisa jadi ada yang mengikut. Seperti, suami yang ikut paman, dan lain sebagainya.

"Santhara itu tadi saya bilang, fasting to dead. Jadi menarik untuk digali," ujar Handoko. 

Handoko mengatakan, alasan kelainan mental karena menganut kepercayaan tertentu, itu bisa saja terjadi.

Menurutnya, jika polisi benar-benar bisa menggali soal kepercayaan, maka titik terang tersebut segera terpecahkan. 

"Kalau sampai ada kepercayaan itu di Indonesia, tidak mungkin kan penganutnya hanya empat orang?," ujarnya.

Menurutnya, pasti ada dalang yang mengajarkannya.

Sementara, jika bukan karena kepercayaan, katakanlah pembunuhan atau keracunan. Maka motif-motif, jejak, serta barang buktinya harus ditemukan.

Terlebih, rumah dalam keadaan rapih, tanpa ada bekas kekerasan atau kejahatan tertentu.

Sehingga, kata Handoko, salah satu yang paling membantu untuk melacak dan memecahkan kasus tersebut adalah alat komunikasi yang digunakannya. 

"Pasti ada jejak komunikasinya, itu salah satu cara untuk membuktikan bahwa ada kelainan mental atau keunikan kepercayaan yang dianutnya," jelas Handoko.

Baca juga: Dugaan Bunuh Diri Keluarga Tewas di Kalideres Dibeberkan Ahli Psikologi Forensik, Buku Ditemukan

Baca juga: Polisi Sebut Temukan Titik Terang Kasus Kematian Satu Keluarga di Kalideres, Mobilnya Kini Ditemukan

Polda Metro Jaya mengklaim sudah mendapatkan titik terang terkait penyelidikan kasus kematian satu keluarga di kawasan Kalideres, Jakarta Barat.

"Tim gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakbar, memperoleh titik terang dalam penyelidikan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi kepada wartawan, Selasa (15/11/2022).

Meski begitu, Hengki belum menyebutkan titik terang seperti apa yang sudah didapat penyidik gabungan dalam proses penyelidikan kasus tersebut.

Hengki hanya mengatakan jika proses penyelidikan itu dilakukan dengan sejumlah metode yakni induktif maupun deduktif.

"Namun dalam prosesnya, butuh pendalaman lebih lanjut," ungkapnya.

Sebelumnya, warga di perumahan Citra Garden Satu Extension, Kalideres, Jakarta Barat digegerkan dengan adanya penemuan empat orang dalam keadaan tewas pada Kamis (10/11/2022).

Keempat jasa itu yakni seorang bapak berinisial Rudiyanto Gunawan (71), anak berinisial Dian (42), ibu berinisial K. Margaretha Gunawan (66), dan paman berinisial Budiyanto Gunawan (68).

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Haris Kurniawan menerangkan penemuan empat mayat itu awalnya saat warga curiga setelah mencium bau busuk yang berasal dari salah satu rumah.

"Pada saat dibuka ditemukan ada empat jenazah di dalam, dua laki-laki dan dua perempuan," kata Haris kepada wartawan, Jumat (11/11/2022).

Haris menyebut dari informasi masyarakat di lokasi, keempat jasad yang ditemukan itu merupakan satu keluarga dengan keadaan sudah membusuk.

Lambung Korban Tidak Terisi Makanan

Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Pasma Royce menyebut dari hasil pemeriksaan dokter forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati Jakarta Timur, keempat orang yang tewas itu sudah lama tidak mendapat asupan makanan maupun minuman.

"Berdasarkan pemeriksaan bahwa dari lambung para mayat ini tidak ada makanan, jadi bisa diduga berdasarkan pemeriksaan dari dokter bahwa mayat ini tidak ada makan dan minum cukup lama, karena dari otot ototnya sudah mengecil," ucap Pasma.

Pasma menyebut keempat jenazah itu sudah meninggal dunia sejak tiga minggu yabg lalu sehingga saat ditemukan jasadnya sudah membusuk.

"Jadi itu dari bapaknya, ibunya, iparnya semuanya di waktu berbeda meninggalnya, sehingga pembusukannya masing-masing berbeda-beda," ungkapnya.

Lebih lanjut, Pasma juga mengungkapkan bahwa pihaknya tak menemuka ada bercak darah di lokasi penemuan keempat mayat tersebut.

Selain itu, kata Pasma, kondisi rumah juga dalam keadaan rapi, tidak berantakan, serta layak untuk ditinggali.

"Enggak ada (bercak darah)," ujarnya.

Menunggak Bayar Listrik

Asiung, Ketua RT 015/RW 07 di Perumahan Citra Garden Satu Extension, Kalideres, Jakarta Barat menyebut sempat menegur salah satu korban yang ditemukan tewas bersama tiga anggota keluarganya.

Asiung mengatakan dirinya menegur DF (42) yang merupakan anak dari keluarga tersebut karena ada surat dari PLN soal tunggakan bayar listrik pada 31 Agustus 2022.

Setelah itu, Asiung mengaku berkomunikasi dengan DF pada 5 September 2022 untuk mengingatkan agar membayar listrik agar tidak diputus.

"Dia ada tunggakan dari PLN, saya terima (surat teguran PLN) pada 31 Agustus. Saya ingatkan lagi ke anaknya (DF), 'tolong diurus jangan sampai diputus (listriknya)," kata Asiung kepada wartawan, Jumat (11/11/2022).

"Dibalas tanggal 5 September, 'Iya om, baik om, maaf ngerepotin. Nanti saya kabarin lagi' seperti itu jawaban dari si anak," sambungnya.

Setelah itu, Asiung mengatakan keluarganya sempat membayar listrik sebesar Rp300 ribu. Namun, pada Oktober 2022, mereka meminta petugas PLN memutus aliran listriknya.

"Oktober tanggal 4 dia kasih kabar petugas PLN, bang jangan dibayarin lagi, diputus saja. Nanti kalau saya mau pasang lagi, saya hubungin bapak ke petugas PLN. Tanggal 27 September petugas PLN menelpon hubungin atau chat tidak bisa sama sekali, ceklis satu," ucapnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dan Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved