Penganiayaan Santri di Banyuasin
Santri Santri Ponpes Izzatuna Dianiaya Senior, Keluarga Korban Akan Layangkan Somasi
Kasus santri Ponpes Izzatuna Banyuasin dianiaya senior, keluarga MFT (12) santri yang mengaku dianiaya akan melayangkan somasi.
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kasus santri Ponpes Izzatuna Banyuasin dianiaya senior, keluarga MFT (12) santri yang mengaku dianiaya akan melayangkan somasi.
MFT (12) santri kelas 1 SMP di Pondok Pesantren (Ponpes) Ma'had Izzatuna Kabupaten Banyuasin mengaku dianiaya oleh santri pindahan berinisial NA yang setara duduk di bangku kelas 3 SMA.
Atas hal tersebut keluarga MFT (12) korban santri Ponpes Izzatuna Banyuasin dianiaya senior berencana membuat laporan ke polisi pada Senin (24/10/2022).
Namun langkah ini ditunda sementara sebab keluarga korban santri Ponpes Izzatuna Banyuasin dianiaya senior masih menunggu itikad baik dari keluarga terduga pelaku maupun ponpes.
Ryan Gumay SH, CHRM, CTL, kuasa hukum keluarga korban mengatakan, pihaknya masih memberi waktu selama satu minggu ke depan.
"Rencana pelaporan pidana, kami hari ini memutuskan untuk menunda dulu setelah berdiskusi dengan tim kuasa hukum korban yang berjumlah 8 orang," ujarnya, Senin (24/10/2022).
Baca juga: Santri Ponpes Izzatuna Banyuasin Dianiaya Senior, Terduga Pelaku Bantah Lakukan Pemukulan
Kuasa hukum korban sudah menghubungi secara personal keluarga terduga pelaku maupun Ponpes Ma'had Izzatuna Kabupaten Banyuasin.
Isinya adalah rencana melayangkan somasi sekaligus menunggu itikad baik kedua pihak tersebut dalam waktu satu minggu ke depan.
"Sudah direspon oleh orang tua terduga pelaku dan perwakilan Ponpes. Intinya mereka menyampaikan bahwa menyerahkan seluruhnya kepada kuasa hukum. Kami pahami mereka menggunakan kuasa hukum yang sama," ujarnya.
Adapun isi tuntutan dari keluarga korban terhadap terduga pelaku yakni agar pemuda tersebut mengakui kesalahan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sebab akibat tindak kekerasan yang dilakukannya sudah membuat korban mengalami luka bahkan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
"Karena tindakan itu juga kemungkinan korban bakal dilakukan fisioterapi kedepannya. Jadi bagaimana pertanggungjawaban mereka karena ini juga menyangkut pembiayaan yang dikeluarkan oleh orang tua korban," ujarnya.
Sedangkan terhadap Ponpes Ma'had Izzatuna, keluarga korban menuntut adanya klarifikasi dan bentuk pertanggungjawaban.
Sebab tindak kekerasan terjadi ketika korban sedang dalam masa pendidikan di ponpes tersebut.
"Bagaimana anak yang dititip di ponpes kok bisa ada kejadian seperti ini. Sehingga kami mempertanyakan seperti apa sistemnya. Harus ada keterbukaan kepada orang tua santri disana, terkhusus lagi kepada ibu korban," ujarnya.

Keluarga korban juga mempertanyakan penerapan SOP Ponpes Ma'had Izzatuna dalam sistem belajar mengajar bagi santri.
"Kalau ditemukan ada indikasi yang tidak legal, ini akan kami kejar sampai mana arah yang tdiak legal dari pada ponpes tersebut. Kepada bupati Banyuasin, DPRD Banyuasin, Kementerian Agama dan pihak terkait yang dapat membuat ini terang. Terkhusus pada komisi perlindungan anak Indonesia Sumsel," ujarnya.
Lanjut dikatakan, batas waktu selama 1 minggu diberikan karena mempertimbangkan jarak tinggal orang tua terduga pelaku yang berdomisili di kabupaten Lahat.
"Sementara terhadap ponpes, kami yakini memberikan tanggapan yang baik dengan mereka melakukan musyawarah internal. Silahkan saja tapi satu minggu maksimal. Jika tidak ada (itikad baik) maka kami tempuh jalur pidana," ujarnya.
Polsek Talang Kelapa Sudah Dapat Laporan
Kasus dugaan penganiayaan yang dialami santri kelas 1 yakni MFT (12), dilakukan terduga pelaku NA yang merupakan siswa kelas 3 sudah diketahui Polsek Talang Kelapa Banyuasin.
Kapolsek Talang Kelapa Kompol Sigit Agung Susilo menuturkan, pihaknya sudah mendapat laporan dari pihak keluarga meski belum secara tertulis melaporkan dugaan penganiayaan terhadap santri kelas 1 yang dilakukan santri kelas 3.
Memang, pihak keluarga terlebih dahulu melakukan konseling terkait kasus dugaan penganiayaan ini.
Meski belum ada laporan, Polsek Talang Kelapa memilih untuk bergerak cepat terlebih dahulu untuk penyelidikan kasus dugaan penganiayaan ini.
"Kami sudah mengecek kondisi korban, dan memang terbilang cukup parah. Tetapi, kami belum bisa meminta keterangan korban karena kondisi korban masih lemah," ujar Sigit, Minggu (23/10/2022).
Adanya dugaan penganiayaan yang dialami santri kelas 1, menurut Sigit pihaknya langsung bergerak cepat untuk mengambil langkah penyelidikan terkait kasus ini.
Dari itulah, langkah awal bermaksud meminta keterangan dari korban agar bisa lebih pasti kronologis penganiyaan yang dialami korban.
Namun, karena kondisi korban yang belum bisa dimintai keterangan, sementara pihaknya hanya melihat kondisi fisik korban yang cukup parah diduga setelah dianiaya.
"Sejumlah informasi, sudah kami kumpulkan dan memang dari informasi tersebut bukan hanya satu ini saja. Kemungkinan, masih banyak korban lain yang menjadi korban penganiayaan di ponpes tersebut," katanya.
Untuk melakukan penyelidikan, karena keterbatasan penyidik di PPA, menurut Sigit pihaknya akan berkoordinasi dengan Unit PPA Satreskrim Polres Banyuasin.
Sehingga, penanganan kasus dugaan penganiyaan ini dapat bisa segera diungkap.
Karena, kasus dugaan penganiayaan yang terjadi terhadap anak dan juga pelakunya juga anak, harus ada pendampingan dari pihak terkait seperti Bapas.
Dari itulah, pihaknya tidak hanya berkoordinasi dengan Unit PPA Satreskrim Polres Banyuasin tetapi juga akan berkoordinasi dengan pihak Bapas.
"Informasi dari Polres bila laporannya sudah masuk ke Polres Banyuasin. Nanti, kami tinggal koordinasi dengan Polres Banyuasin untuk penyelidikan lebih lanjut," katanya.
Baca berita lainnya langsung dari google news
Baca berita lainnya langsung dari google news