Liputan Khusus Tribun Sumsel

LIPSUS: Dulu Lauk Ayam Sekarang Telur, Mahasiswa Rantau Terdampak BBM Naik, Uang Saku Berkurang (1)

Mahasiswa perantauan di Palembang merasakan dampak negatif dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Uang saku tidak berubah sementara biaya hidup meningkat

Editor: Vanda Rosetiati
DOK TRIBUN SUMSEL
Liputan khusus Tribun Sumsel, mahasiswa perantauan di Palembang merasakan dampak negatif dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Uang saku tidak berubah sementara biaya hidup meningkat, Rabu (14/9/2022). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Mahasiswa perantauan di Palembang merasakan dampak negatif dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Uang saku jatah dari orangtua di kampung tidak berubah, sementara biaya hidup di Palembang mengalami peningkatan pasca kenaikan harga BBM.

Ravico, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palembang mengatakan, kenaikkan harga BBM ini sangat menyulitkan dan membebankan masyarakat miskin dengan kondisi ekonomi masyarakat yang baru bangkit sejak pandemi covid.

"Saya selaku mahasiswa juga merasa berat karena dengan kenaikkan BBM ini jadi uang saku sehari-hari saya hanya untuk isi bensin," ucap Ravico yang sering di sapa Vico, Senin (13/9).

Mahasiswa semester 9 ini juga mengatakan, ia dulunya pengguna pertamax, tapi sejak naik ini jadi beralih ke Pertalite.

"Pertalite juga harus mengantre panjang ini yang membuat sering datang terlambat saat mau asistensi skripsi, dan terpaksa harus menghemat makan agar tercukupi ," ucap Vico yang kesehariannya mendapat uang saku Rp 30 ribu.

Vico menceritakan sejak kenaikan BBM ini membuat ia harus makan berpindah lauk pauk untuk tetap menghemat.

"Saya biasa makan nasi di warteg dengan lauk ikan maupun ayam goreng, sekarang ini juga kadang kalau uang sudah tipis beralih ke lauk telur dadar maupun model," cerita Vico.

Sementara Kelvin, mahasiswa UIN Palembang, menyebutkan kenaikkan BBM ini menyulitkan semuanya dan berdampak ke semua barang.

Menurutnya kenaikkan BBM ini sangat berdampak pada dirinya karena ia harus menghemat kembali uang saku yang diberikan orangtuanya.

"Biasanya kalau isi Pertamax full kurang lebih habis Rp 30an ribu, sekarang sudah naik jadi harus hemat lagi untuk biaya makan," kata Kelvin yang kesehariannya mendapat uang saku Rp 50 ribu, Selasa (13/9).

Kelvin mengatakan, antrean pertalite yang makin hari makin panjang meski BBM sudah naik.

"Sebenarnya saya paling males kalau antrean panjang, ya mau bagaimana lagi demi untuk menghemat biaya, belum ditambah mau buat tugas, buat print dan lainnya yang harus meras uang saku," ucap Kelvin mahasiswa semester 9 saat diwawancarai.

Di tempat terpisah, Ibnu mengatakan, kenaikan BBM ini berimbas kepada masyarakat kecil dan ia selalu mahasiswa. Ia harus memutar otak kembali bagiamana keuangan yang telah dikasih harus bisa tercukupi.

"Jujur menurut saya kenaikan ini memberatkan. Pertama masalah bensin kalau naik otomatis naik semua, tapi uang bulanan tidak naik," kata Ibnu mahasiswa tingkat akhir.

Berdampak nya sangat terkena di Ibnu, yang biasanya ia mengerjakan tugas di kafe hingga kini masih tetap mengerjakan di sana, tapi pesan minuman saja karena balik-balik lagi harus menghemat.

"Saya tidak ingin mengantre panjang untuk mengisi Pertalite di pom, saya biasanya mengisi di eceran saja," ucap Ibnu yang uang bulanannya Rp 1,5 juta.

Ibnu bercerita kalau dari dampak makanan biasa-biasa saja, sekarang juga masih bisa kadang-kadang makan lauk ayam, tapi porsinya saja yang dikurangi.

"Biasa saya kadang makan siang dan sore, ini siang saja cukup. Untuk sore nya biasa cuman ngemil dan ngopi," ucapnya.

Turun ke Jalan

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang memiliki ekonomi rendah tapi juga mahasiswa dan driver ojek online. Dampak kenaikan di awal September tahun 2022 ini telah memicu aksi unjuk rasa tolak kenaikan BBM.

Aksi unjuk rasa pasca kenaikan BBM tahun ini di Palembang pertama pada Senin (5/9) lalu. Aksi unjuk rasa dilakukan oleh aliansi Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang di depan kantor DPRD Sumsel.

Dengan membawa sejumlah banner berukuran besar yang bertuliskan, kenaikan BBM yang berlaku dalam hitungan jam dan hitungan jam rakyat menderita.

"Kenaikan harga BBM telah membuat rakyat gelisah dan sengsara sepanjang perjalanan kami konvoi banyak masyarakat yang mengepalkan tangannya mendukung aksi hari ini, artinya masyarakat juga menolak kenaikan harga BBM, " ujar Anwar salah seorang koordinator mahasiswa dalam orasinya.

Mereka menuntut untuk menemui perwakilan DPRD Sumsel untuk bisa menandatangani tuntutan mahasiswa agar disampaikan ke pemerintah pusat.

Kemudian aksi kedua dilakukan oleh aliansi Cipayung Plus, Organda, dan mahasiswa di Palembang yang rencananya berlangsung di depan kantor Gubernur Sumsel pada Rabu (7/9).
Malah justru para pengunjuk rasa mengalihkan aksinya ke Simpang Charitas.

Mereka pun membakar ban sebagai bentuk protes terhadap kebijakan naiknya harga BBM. Polisi yang semula berjaga di sekitar Kantor Gubernur Sumsel juga bergerak ke simpang Charitas

Massa aksi mengungkapkan harga BBM naik sangat menyengsarakan rakyat.

"Di sini kami menggambarkan bahwa rakyat Indonesia marah atas kebijakan kenaikan harga BBM,” ujarnya menjelaskan mengapa membakar ban di aksi tersebut.

Kericuhan terjadi ketika aparat polisi yang berjaga di sekitar kantor Gubernur dan Simpang Charitas hendak membubarkan dan memadamkan api. Cek-cok terjadi antara kedua pihak, dan situasi kian memanas.

Buntut dari aksi tersebut sebanyak 26 orang diamankan dan digiring ke Polrestabes Palembang, karena melakukan aksi provokatif saat menjalankan aksi unjuk rasa.

Aksi unjuk rasa selanjutnya, Kamis (8/9), gabungan buruh, mahasiswa dan driver ojek online.Ketiga unsur itu berkumpul menjadi satu dan menyuarakan tolak kenaikan BBM di depan gedung DPRD Sumsel.

Aksi ini berujung ricuh karena Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati meninggalkan pengunjuk rasa di lokasi, kemudian para mahasiswa yang dua kali melakukan aksi bakar ban. Saat itu hendak dipadamkan apinya oleh aparat.

Di sela-sela aksi demo, Bayu (28), driver ojek online, ikut bergabung dengan buruh dan mahasiswa unjuk rasa karena kebutuhan BBM menjadi prioritas yang mendukung pekerjaannya.

Namun dengan harga yang dinaikkan kini ia harus mengeluarkan uang yang lebih banyak. (cr19/cr20)

Baca berita lainnya langsung dari google news

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved