Berita Muratara
Sidang Kasus Dana Hibah Bawaslu Muratara, Saksi BPKP Sumsel Beberkan Aliran Dana
Sidang lanjutan kasus korupsi dana Hibah Bawaslu Muratara tahun 2019 menghadirkan saksi ahli di Pengadilan Tipikor Palembang.
Penulis: Eko Hepronis | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM,LUBUKLINGGAU - Sidang lanjutan kasus korupsi dana Hibah Bawaslu Muratara tahun 2019 menghadirkan saksi ahli di Pengadilan Tipikor Palembang.
Kamis (25/8) kemarin JPU Kejari Lubuklinggau telah menghadirlan saksi ahli dari BPKP Sumsel saat sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah Bawaslu Muratara.
Diketahui sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah Bawaslu Muratara diketuai Majelis Hakim Efrata Happy Tarigan, dibantu Hakim Anggota Mangapul Manalu dan Iskandar Harun, dengan Panitera Pengganti (PP) Gupi Amin.
Saksi ahli dari BPKP Sumsel, Popy Rahmat Daulay menjelaskan dana yang dikelola Bawaslu Muratara merupakan uang negara. Pertangungjawaban harus dilakukan kepada negara.
Saksi ahli mengatakan awalnya BPKP Sumsel menerima surat dari Kejari Lubuklinggau untuk audit kerugian negara. Kemudian Kepala BPKP Sumsel menerbitkan surat perintah untuk mengikuti perhitungan keuangan. Dilakukan tim selama 25 hari.
Sesuai permintaan dari Kejari Lubuklinggau, dana yang diaudit adalah dana hibah 2019 dan 2020. Termasuk penggunaan dana hibah hingga ke tahun 2021.
Baca juga: Wartawan Gadungan Catut Tribun Sumsel di Ogan Ilir, Diduga Memeras Minta Uang Sejumlah Pejabat
"Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan keuangan nilai SPPD yang diterima Rp.9,2 milliar," katanya kemarin dalam persidangan.
Saldo kas terakhir yang dikembalikan ke kas daerah daerah sebanyak Rp487.600. Penarikan yang dilakukan oleh Bawaslu Murata berjumlah Rp9.199.514.400. Dikurangi pajak Rp 55.719.900.
"Kemudian ada audit dari Irjen Bawaslu Pusat, sekitar tidak ada pertanggungjawaban sebanyak Rp 130 juta. Kemudian dikembalikan ke negara," ungkapnya.
Sehingga yang menjadi temuan BPKP Sumsel total kerugian negara Rp2.514.877.000 atau Rp 2,5 M.
Dia juga menjelaskan dalam penggunaan anggaran, ada beberapa praktek yang menyebabkan kerugian negara. Misalnya pembayaran yang tidak sesuai. Kemudian ada mark up, pengeluaran fiktif, dengan cara memasukan dokumen rekayasa.
Lalu, yang bertanggung jawab terkait keuangan dana hibah adalah koordinator sekretariat (Koorsek) Bawaslu Muratara, sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selain Koorsek, yang bertanggung jawab adalah Komisioner Bawaslu itu sendiri.
Komisioner selaku penerima hibah seharusnya ikut melakukan kontrol dan monitor, dan mengendalikan terhadap dana hibah tersebut.
Setidaknya dilakukan setiap bulan, monitor terkait penerimaan maupun penggunaan.
Jika ada yang janggal, komisioner bisa minta audit oleh Irjen Bawaslu pusat.
Tapi penggunaan dana hibah ini sepertinya ada pembiaran, sehingga dinilai tidak ada kontrol dan pengendalian dari komisioner.
Dia mengungkap lebih rinci, saksi ahli menjelaskan masa periode Korsek Tirta kerugian negara Rp 1.199.756.908. Kemudian masa Koorsek Hendrik Rp 411. 905.902 dan masa Koorsek Aceng Rp 903.137.289.
Berdasarkan bukti keterangan yang digali oleh BPKP Sumsel, pada masa Koorsek Tirta, ada dana mengalir ke masing-masing komisioner Bawaslu, kes sebesar lebih kurang Rp 100 juta.
Dari masa Koorsek Ali Asek, tidak ditemukan pengakuan ada dana mengalir ke komisioner.
Untuk masa Koorsek Aceng Sudrajat ada aliran dana ke sejumlah nama, salah satunya ke Ketua Bawaslu Sumsel, Iin Irwanto. Penyerahan secara kes, namun tidak disebutkan jumlahnya.
Kemudian Bendahara Bawaslu, atau terdakwa Siti Zahro, menurut saksi ahli, seharusnya berperan sebagai yang menerima menerima uang, menyimpan uang, menarik uang dan mencatat di kas umum. Pada kasus ini banyak peran bendahara beralih ke Koorsek Bawaslu, sebagai PPK.
Kajari Lubuklinggau, Willy Ade Chaidir, didampingi Kasi Pidsus, Yuriza Antoni dan Kasi Inteligen, Husni Mubaroq menyampaikan sidang lanjutan akan dilakukan minggu depan.
"Perkara Bawaslu minggu depan beberapa orang terdakwa akan mengajukan saksi yang meringankan," ujarnya.
Baca berita lainnya langsung dari google news.