Arti Kata
Arti Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti, Kata-kata Filsafah Masyarakat Jawa
Penjelasan arti dan makna Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti, Kata-kata Filsafah Masyarakat Jawa
Penulis: Abu Hurairah | Editor: Abu Hurairah
TRIBUNSUMSEL.COM - Berikut penjelasan Arti dan makna Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti, Ungkapan Filsafah Masyarakat Jawa.
Suro Diro Jayanirat Lebur Dening Pangastuti merupakan suatu ungkapan dalam bahasa Jawa yang mengandung makna filosofis yang amat dalam.
Ungkapan yang berasal dari falsafah jawa ini cukup sering kita dengar, terutama bagi masyarakat jawa.
Bahkan di tahun 2015 presiden Joko Widodo pernah membuat status kata-kata ini di akun di Facebook.
Untuk menjelaskan makna dari ungkapan Suro Diro Jaya Ningrat Lebur Dening Pangastuti berikut sebagaimana dikutip dari antossalam.blogspot.com.
Baca juga: 6 Aplikasi Penghasil Uang Rp 25 Ribu Perhari Langsung Membayar, Lengkap Tata Cara Menghasilkan Uang
Baca juga: Reaksi Tak Biasa Ayah Brigadir J Usai Pihak Istri Ferdy Sambo Protes Soal Pemakaman Secara Kedinasan
Suro
Suro (Sura) bermakna keberanian. Dalam diri setiap manusia, bersemayam sikap berani yang bisa muncul kapan saja. Bahkan seorang penakut pun sejatinya memiliki keberanian yang bisa muncul ketika dibutuhkan atau karena terpaksa. Ketika benih-benih keberanian ini muncul, ia bisa membawa dampak yang positif dan juga negatif. Di satu sisi sikap berani ini perlu diasah untuk mengarungi kerasnya hidup. Namun di sisi yang lain, bagi yang tidak bisa mengendalikannya, ia bisa menjadikan seseorang lepas kendali, angkuh dengan kemampuannya, dan akhirnya mudah baginya untuk berbuat sewenang-wenang dan bertindak angkara murka.
Diro
Diro (Dira) artinya yaitu kekuatan. Dengan adanya keberanian, maka kekuatan pun bisa diraih dengan mudahnya. Kekuatan dapat berwujud kekuatan lahir dan kekuatan batin. Kekuatan lahir bisa berasal dari kekuatan fisik atau badan yang kuat, sedangkan kekuatan batin diperoleh atas bantuan dari Allah dan erat kaitannya dengan keimanan seseorang.
Ketika seseorang bisa mengimbangi kekuatan lahirnya dengan kekuatan batin yang berasal dari Allah, maka ia bisa menjadi orang yang membawa manfaat bagi orang lain.
Namun ketika ia hanya mengandalkan kekuatan lahirnya saja, maka yang terjadi ia bisa menjadi orang yang terlalu ambisius, selalu berusaha untuk memenuhi hasrat pribadinya, dan hanya peduli pada kepentingan dirinya sendiri. Jika sudah demikian, maka akan lahirlah sikap angkara murka dan kedurjanaan.
Jaya
Arti dari Jaya adalah Kejayaan. Kejayaan atau kesuksesan adalah ukuran seseorang dipandang berhasil dalam menjalani hidupnya. Sering kali kita salah dalam memahami arti dari kejayaan (kesuksesan) ini.
Kebanyakan orang menganggap bahwa kejayaan (kesuksesan) adalah ketika seseorang memiliki harta yang berlimpah, ilmu yang tinggi, pangkat dan jabatan yang mentereng, dan hal-hal yang semacamnya. Padahal hal-hal semacam itu adalah bagian kecil dari arti kejayaan yang sesungguhnya.
Seseorang yang meraih kejayaan adalah ketika kekayaan yang dimilikinya menjadikannya semakin dermawan, ilmu yang dimilikinya menjadikan ia semakin rendah hati, serta pangkat dan jabatan yang diraihnya membuatnya semakin merakyat dan peduli dengan yang dipimpinnya.
Jadi arti dari kejayaan bukan hanya soal meraih materi atau kenikmatan duniawi semata.
Karena jika kejayaan hanya dihitung berdasar materi dan kenikmatan duniawi semata, maka yang terjadi adalah sikap sombong, angkuh dan kebanggaan yang berlebihan akan kemampuan diri yang telah berhasil menggapai apa yang diinginkannya.
Baca juga: Kumpulan Kata-kata Malam 1 Suro Bahasa Jawa dan Poster Gambar Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1444 H
Ningrat
Ningrat biasa diartikan sebagai gelar kebangsawanan, atau kaum yang hidup serba kecukupan dan bergelimang harta. Ningrat juga bisa dimaknai kaum terpandang yang diperoleh dari faktor keturunan, baik itu keturunan raja (bangsawan), atau pun keturunan dari tokoh berpengaruh seperti Ulama, Kyai dan lainnya.
Memiliki keluarga ningrat atau bangsawan tentunya patut disyukuri. Hendaknya kelebihan ini bisa menjadikannya seorang yang rendah hati dan peduli kepada orang-orang yang kurang beruntung.
Tidak pada tempatnya jika dengan trah keturunan itu seseorang menjadi sombong dan angkuh.
Hidup seorang ningrat yang serba berkecukupan dan dihormati banyak orang memang sarat akan godaan. Kemewahan dan rasa hormat dari orang lain sering kali membuat seseorang mudah untuk menjadi sombong akan segalanya yang ia miliki.
Keadaan seperti itu juga membuatnya mudah untuk merendahkan dan menghina orang- orang yang di bawah derajatnya. Sesuatu yang mestinya disyukuri dengan tindakan baik, namun karena kesombongannya justru akan membuatnya celaka di kemudian hari.
Lebur
Lebur artinya adalah hancur.
Lebur juga bisa diartikan dengan sirna, tunduk atau menyerah dan kalah.
Maksud dari lebur disini kaitannya dengan rangkaian kata dari falsafah ini adalah akan dilebur atau dimusnahkan atau dihancurkan. Ini mempunyai arti sesuatu yang nantinya akan dihancurkan.
Dening
Dening adalah bentuk kata sambung yang berarti oleh atau dengan.
Pangastuti
Arti dari pangastuti adalah kasih sayang. Pangastuti juga bisa diartikan kebijaksanaan, atau benih-benih kebaikan, baik dalam arti ibadah kepada kepada Tuhan Yang Maha Kuasa ataupun berbuat baik kepada sesama manusia.
Seseorang dikatakan bijaksana bila perkataan dan perbuatannya menghasilkan hal yang baik, baik bagi dirinya dan baik bagi orang lain.
Dengan bersikap bijaksana maka lingkungan akan menjadi damai dan sejahtera karena tercapainya keseimbangan antara hak dan tanggung jawab. Semua itu hanya bisa diwujudkan dengan sikap lemah lembut dan kasih sayang.
Dari kesemua rangkaian kata-kata di atas yang disatukan, maka terciptalah ungkapan Suro Diro Jayaningrat Lebur dening Pangastuti.
Semua sifat yang disebutkan dalam rincian di atas ada dalam diri setiap manusia.
Jika disatukan, maka makna keseluruhan dari falsafah Surodiro jayaningrat Lebur Dening Pangastuti ini adalah bahwa Keberanian, Kekuatan, Kejayaan, dan Kemewahan yang ada di dalam diri manusia
di mana sifat-sifat itu seringkali membuat manusia menjadi sombong, penuh angkara murka, dan mudah bertindak sewenang-wenang kepada orang lain, semuanya itu akan dikalahkan dan dihancurkan oleh Kebijaksanaan, Kasih Sayang, dan Kebaikan yang ada di sisi lain dari manusia itu sendiri.