Berita Daerah
Terungkap, Erupsi Semeru 2021 Diduga Sebagai Human Error, Tiga Warga Jalan Kaki Lapor ke Komnas HAM
Erupsi yang terjadi di Gunung Semeru pada tahun 2021 yang lalu masih menyisakan sejumlah isu.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Erupsi yang terjadi di Gunung Semeru pada tahun 2021 yang lalu masih menyisakan sejumlah isu.
Erupsi yang terjadi di Gunung Semeru pada tahun 2021 ini disebut sebagai adanya human error.
Kali ini yang terbaru, sebanyak tiga orang korban erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur pada 4 Desember 2021 lalu yakni Supangat (52), Nurkholik (39), dan Masbud (36) telah tiba di Jakarta.
Setelah berjalan kurang lebih 17 hari dari Dusun Kamar Kajang Desa Sumber Wuluh Kec Candipuro Kabupaten Lumajang Jawa Timur, mereka kemudian mendatangi kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022) untuk mengadukan dugaan human error terkait bencana erupsi Gunung Semeru tersebut yang berdampak pada warga.
Didampingi rim advokasi, mereka menemui Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara.
Usai pertemuan, Nurkholik mengatakan ia dan warga telah berulang kali menyampaikan baik kepada perusahaan, Kementerian ESDM, Bupati Lumajang, DPRD Kabupaten Lumajang, dan kepolisian terkait kondisi pertambangan yang sudah mengkhawatirkan warga.
Namun demikian, kata dia, laporan tersebut tidak diindahkan hingga saat ini.
Hal tersebut disampaikan Nurkholik di Kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (11/7/2022).
"Kalau ke Bupati sudah sering, kami ke Pemkab, ke DPRD hearing, dan melaporkan itu sering kami. Sampai bosan kami," kata Murkholik.
"Makanya kami sampai merasa sudah tidak ada lagi tempat kecuali kami berjalan walaupun kami seadanya berjalan, kami sudah mengumpulkan tekad kami untuk berjalan dan menahan semua kelaparan semua apalah," kata dia.
Baca juga: Gunung Semeru 24 Kali Erupsi Hingga Siang Ini, Alami 2 Kali Gempa Vulkanik Dalam
Baca juga: Masyarakat Diminta Waspada, Gunung Semeru Luncurkan Awan Panas hingga 4 Km, 9 Kali Letusan
Nurkholik mengungkapkan human error tersebut diduga dilakukan eh CV Duta Pasir Semeru (DPS) yang melakukan aktifitas penambangan pasir di sekitar wilayah tempat tinggal mereka.
Ia mengatakan, perusahaan tersebut sebenarnya telah mendapatkan izin sejak 2015.
Namun demikian, kata dia, aktifitas CV DPS pada 2019 sampai 2020 kegiatan pertambangan tersebut mulai mengkhawatirkan karena perusahaan tersebut membangun tanggul-tanggul melintang untuk menutup atau menghambat aliran lahar atau aliran air.
Selain itu, kata dia, perusahaan tersebut juga membangun kantor dan workshop di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyebabkan pendangkalan sungai mengingat rumah mereka berada di sekitar aliran sungai.
"Kami duga perusahaan (melakukan) ini untuk menjebak pasir atau mempermudah untuk pengambilan pasir," kata Nurkholik.
Dalam pertemuan tersebut, anggota tim advokasi dari LBH Damar Indonesia, Dimas, berharap masalah tersebut dapat terungkap dan keadilan bagi masyarakat Lumajang bisa segera ditegakkan.
"Dan pertambangan yang ada di aliran Gunung Semeru bisa dilakukan evaluasi dengan jelas dan oknum-oknum siapapun itu bisa ditindak secara hukum, secara adil," lanjut Dimas.
Diberitakan sebelumnya dalam perjalanannya menuju Jakarta, mereka singgah di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Warga korban erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur yang mengatasnamakan diri sebagai Paguyuban Peduli Erupsi Semeru itu sudah berjalan kaki kira-kira 10 hari dari Lumajang, berangkat sejak tanggal 21 Juni 2022.
Mereka berencana mengadukan nasib warga korban erupsi Gunung Semeru kepada Presiden Joko Widodo.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com