Putra Ridwan Kamil Hilang di Swiss
Kisah Perjuangan Ridwan Kamil saat Eril Anaknya yang Hilang Masih dalam Kandungan,Tak Seindah Drakor
Ridwan Kamil bercerita pengalaman jadi pekerja migran atau TKI selama 7 tahun dari 1997 hingga 2004.
Pada wawancara di perusahaan ketiga, ia akhirnya bisa diterima setelah percaya diri menyatakan ia sempat menjadi mentor komputer kepada rekan-rekannya di Indonesia.
Di perusahaannya ini, ia kemudian meniti karier dari bawah sampai menjadi kepercayaan perusahaan. Ia dipercaya mengerjakan proyek Beijing Finance Street. Dengan kerja kerasnya, ia sempat jadi bos setelah naik jabatan di perusahaan tersebut.
Namun cerita manis ini tak berlangsung seterusnya.
Baca juga: Eril Anak Ridwan Kamil Belum Ditemukan, Polisi Swiss Beberkan Proses Pencarian, Temukan 2 Kesulitan
Akibat kelalaian HRD yang lupa mengurus visa kerjanya, karier Ridwan Kamil harus terputus.
Di sinilah ia merasa sangat kesulitan, sendirian, karena saat itu ia tidak memiliki perlindungan sebagai PMI layaknya saat ini.
"Hidup saya tak seindah drama Korea. Saya ganti perusahaan ada empat kali, di perusahaan ketiga di-PHK lagi karena HRD lupa memperpanjang visa saya. Bagai disambar geledek di New York. Visa sudah expired, saya tidak bisa ngelawan. Makanya saya sekarang lahirkan Jabar Migrant Service Center supaya PMI lain tidak mengalami hal buruk yang saya alami," katanya.
Atalia Praratya Hamil Emmiril Kahn
Saat kena PHK untuk kedua kalinya, istri tercintanya Atalia Praratya hamil delapan bulan.
Ia dan istrinya tidak bisa segera pulang ke Tanah Air karena wanita hamil berusia delapan bulan tidak boleh naik pesawat.
Pilihan nekat saat itu, dia tetap bertahan hidup di Amerika walau tanpa visa.
"Di-PHK tidak ada pesangon, tidak ada asuransi, dan biaya melahirkan di Amerika Serikat itu Rp 70 juta, uang dari mana. Yang dilakukan, saya pun akhirnya pernah bekerja tanpa visa, dengan julukan ilegal migran. Saya kerjanya tukang ukur bangunan. Dengan gaji UMR, anjlok dari gaji profesional," katanya.
Akhirnya sang istri melahirkan anak pertamanya, di rumah sakit khusus warga miskin kota New York demi mendapatkan jaminan pembiayaan persalinan.
"Pendapatan saya yang di atas UMR itu nanggung, asuransi tidak punya dan gaji juga tidak cukup untuk membayar biaya persalinan. Saya minta gaji saya diturunkan sedikit di bawah UMR supaya masuk ke rumah sakit itu. Anak pertama Gubernur Jabar akhirnya lahir dengan status warga miskin kota penerima bansos," katanya.
Baru setelah dua bulan melahirkan anak pertamanya, yakni Emmiril Kahn Mumtadz, mereka pun baru bisa pulang ke Tanah Air.
"Itu jatuh bangun saya sebagai pekerja migran, semua sendiri. Saya tidak mau kisah saya ini terulang, makanya kalau ada apa-apa, PMI segera register di Jabar Migrant Service Center," tuturnya.