Pembunuhan di Lahat
Kriminolog Sebut Kasus Suami Bunuh Istri di Lahat Tak Dapat Diterima Dengan Alasan Apapun, Hukumnya
Meski diperiksa insentif oleh penyidik Polres Lahat, namun tak terlihat raut penyesalan yang dilakukan pelaku hingga tega menghabisi nyawa istrinya.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Slamet Teguh
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Agus (35) warga Lingga Jaya SP 1 Bumi Lampung, Kabupaten Lahat, pelaku pembunuh Lilis Manda Sari (30) yang tak lain merupakan istri pelaku, Minggu (17/4/2022) sekira pukul 17.30 WIB, saat ini masih diperiksa intensif di Polres Lahat.
Meski diperiksa insentif oleh penyidik Polres Lahat, namun tak terlihat raut penyesalan yang dilakukan pelaku hingga tega menghabisi nyawa istrinya sendiri.
Menyikapinya hal tersebut Kriminolog sekaligus pengamat hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Dr Derry Angling Kesuma SH MHum mengungkapkan, jika pembunuhan yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri, karena alasan apapun tidak dapat diterima dan harus mendapatkan hukuman yang maksimal dan setimpal.
"Jelas ini melanggar hukum positif Indonesia maupun hukum pidana Islam, dan melanggar aturan yang ada di Indonesia, terkhusus perbuatan itu terkategori pembunuhan berencana, " kata Derry, Selasa (29/4/2022).
Baca juga: Inilah Wajah Agus, Suami yang Tega Bunuh Istri di Lahat, Fakta Baru Terungkap
Baca juga: Sosok Agus, Suami Bunuh Istri di Lahat, Ditusuk Berkali Kali Usai Minta Cerai
Dijelaskan Derry, pembunuhan yang dilakukan oleh suami itu dapat terkategori berencana, karena sudah ada niat membunuh, itu di buktikan dengan sudah adanya pisau yang digunakan untuk menikam istrinya berkali- kali, dan perbuatan itu dilakukan dengan sadar, sehingga dapat dikenakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Pembunuhan yang dilakukan dalam keluarga memiliki kekhususan, karena antara korban dan pelaku memiliki hubungan perkawinan, sehingga bisa mendapatkankan sanksi pidana subsider Pasal 338 KUHP, " tuturnya.
Ditambahkan Derry, apapun alasannya, seorang suami tidak diperkenankan melakukan kekerasan dalam rumah tangga, apalagi menghilangkan nyawa istri sendiri.
"Seorang suami, seharusnya mengayomi keluarganya, melindungi dan memberikan rasa nyaman bagi keluarganya. Oleh karena itu, perbuatan yang dilakukan oleh oknum tersebut sangatlah tidak bermoral dan biadab," tandasnya.
Dilanjutkan Derry, menurut asas Lex Specialist derogat lex generalis, maka si pelaku (suami) dapat juga dikenakan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dimana menurut pasal 44 UU PKDRT ayat (3) menyatakan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana penjara plg lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta.
"Kekerasan dalam rumah tangga yang menyebabkan korban meninggal dunia, termasuk penganiayaan berakibat mati karena ada unsur kesengajaan (Opzet)," pungkasnya.