Berita Nasional

Temuan Baru LPSK Soal Kerangkeng Manusia, Ada Istilah 'Bungkus, Peluru Nyasar hingga Ojek Online'

Setelah ketahuan melarikan diri, akan ada orang yang bertugas mencari dan mengejar penghuni tersebut dan dibawa kembali ke dalam kerangkeng.

Editor: Weni Wahyuny
TRIBUN MEDAN/HO
Kondisi penjara yang berada di dalam rumah Bupati Langkat Terbit Rencana, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala. 

TRIBUNSUMSEL.COM, STABAT - Fakta baru terkuak dalam kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.

Dari temuan baru Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), ada sederet istilah yang digunakan terhadap para penghuni kerangkeng tersebut.

Hal tersebut disampaikan LPSK melalui rilis, Senin (14/3/2022).

Pertama, ada istilah 'dibungkus', yang diartikan pulang dalam keadaan meninggal dunia.

"Setelah itu ada juga Peluru Nyasar, hukuman terhadap penghuni atau pesakitan yang tidak bersalah mendapatkan penyiksaan apabila ada penghuni lain yang melakukan kesalahan. Jadi, para penghuni yang tidak melakukan kesalahan juga akan mendapatkan hukuman, bilamana yang lain melakukan kesalahan," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, melalui rilis.

Setelah itu, ada juga istilah "Ojeg Online", yang artinya penghuni melarikan diri dari kereng.

Setelah ketahuan melarikan diri, akan ada orang yang bertugas mencari dan mengejar penghuni tersebut dan dibawa kembali ke dalam kerangkeng.

Temuan Pertama Kerangkeng

Jika kembali ke cerita awal, kerangkeng ini kali pertama ditemukan saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kediaman Terbit alias Cana, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, beberapa waktu lalu, terkait kasus dugaan korupsi.

Di tempat ini, tim gabungan KPK dan Brimob Polda Sumut terkejut melihat adanya penjara ilegal di dalam rumah pribadi kepala daerah. Usut punya usut, Pemerhati Hak Azasi Manusia, yakni Migrant Care melaporkan kejadian tersebut ke Komnas HAM.

Dari laporan ini, berkembang temuan dan fakta mengenai penjara di dalam rumah tersebut. Mulanya, penjara itu diistilahkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat rehabilitasi para pencandu narkoba.

Namun, setelah ditelusuri dan didalami, ternyata kerangkeng itu adalah lokasi penyiksaan bagi para pencandu narkoba, bukan sebagai tempat rehabilitasi.

Setiap penghuni diantarkan keluarga atau dijemput oleh bawahan Cana, lantaran menggunakan narkoba. Sesudah di dalam kereng, para penghuni bukan mendapatkan perawatan, melainkan penyiksaan yang berujung malapetaka.

Benar saja, para penghuni yang masuk mengalami gangguan kejiwaan, cacat permanen dan ada yang meninggal dunia, akibat penyiksaan dari Cana, anaknya Dewa Peranginangin.

Setelah dilakukannya pendalam, kerangkeng ini sudah didirikan kurang lebih 10 tahun lamanya oleh Cana.

Oleh karena itu, LPSK menduga bahwa selama puluhan tahun, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemkab Langkat, Polda dan pihak lainnya terkesan membiarkan adanya lokasi penyiksaan di rumah Cana. Bahkan, oknum aparat penegak hukum juga terlibat dalam penyiksaan di kereng ini.

"Keberadaan kerangkeng/kereng yang sudah cukup lama terjadi disebabkan karena adanya pembiaran dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya di wilayah Kabupaten Langkat. Bahkan oknum aparat hukum turut merekomendasikan dan memasukkan Korban ke dalam kerangkeng manusia. Premanisme telah menjadi kekuatan yang signifikan membentuk struktur sosial dan mempengaruhi aparut pemerintahan," kata Edwin Partogi.

Baca berita lainnya di Google News

Berita ini telah tayang di Tribun Medan berjudul:

SEDERET Istilah yang Digunakan untuk Tahanan di Kerangkeng Terbit Peranginangin

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved