Berita Nasional
Fadli Zon Beri 4 Catatan Khusus Usai BPJS Kesehatan jadi Syarat Wajib Pembuatan SIM, Jual Beli Tanah
Kebijakan tersebut telah diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
TRIBUNSUMSEL.COM - Jokowi telah dua periode menjadi Presiden Indonesia.
Sejumlah kebijakan telah ditetapkan oleh Jokowi.
Namun, sejumlah kritikanpun tak jarang menghampiri.
Yang terbaru, tentu saja kebijakannya tentang BPJS Kesehatan..
Polemik tentang BPJS Kesehatan yang dijadikan sebagai syarat wajib dalam mengurus sejumlah pelayanan publik, mengundang respon Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon.
Untuk diketahui, sejumlah layanan publik yang mempersyaratkan kepesertaan BPJS mulai dari pembuatan SIM dan SKCK, pengurusan STNK, izin usaha, jual beli tanah, naik haji, umrah, hingga keimigrasian.
Kebijakan tersebut telah diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Fadli Zon menilai, penyusunan kebijakan tersebut cenderung sangat gegabah.
Bahkan mengabaikan banyak sekali aspek dalam kehidupan masyarakat.
Seharusnya, kata Fadli Zon, kebijakan tersebut tidak mengikat bagi seluruh masyarakat.
Hal tersebut disampaikan oleh Fadli Zon, dikutip dari laman resmi DPR RI, Selasa (1/3/2022).
“Menurut saya, Inpres tersebut memang disusun sangat gegabah, karena mengabaikan banyak sekali aspek."
"Mulai dari soal filosofi, keadilan, kepantasan, serta prinsip pelayanan publik itu sendiri,” jelas Fadli, Minggu (27/2/2022).
Fadli Zon memiliki beberapa catatan mengenai Inpres tersebut.
Berikut empat poin catatan Fadli Zon, tentang BPJS Kesehatan yang dijadikan sebagai syarat wajib dalam mengurus sejumlah pelayanan publik.
1. Pelayanan kesehatan serta layanan publik lainnya, terutama yang bersifat dasar, pada prinsipnya adalah hak rakyat yang seharusnya dilindungi oleh negara. Sehingga, negara tak boleh memposisikan hak tadi seolah-olah adalah kewajiban.
“Apalagi, hak rakyat dalam satu bidang kehidupan, dalam hal ini kesehatan, kemudian hendak dijadikan penghalang bagi hak dalam bidang kehidupan lainnya."
"Dari sudut filosofi pelayanan publik, ini jelas keliru,” jelas Fadli Zon.
2. Dari sisi tata peraturan perundang-undangan, Inpres itu kedudukannya tak bisa mengikat umum (semua orang, atau setiap orang).
Kedudukan Inpres hanya bersifat mengikat ke dalam para pejabat pemerintah di bawah Presiden.
Selain itu, Inpres juga seharusnya tidak memasukkan muatan yang bersifat pengaturan di dalamnya dan sedapat mungkin tidak menimbulkan efek pengaturan terhadap masyarakat.
“Dengan demikian, Inpres bukanlah bagian dari peraturan perundangan atau peraturan kebijakan."
"Sehingga, jika Inpres Nomor 1 Tahun 2022 kemudian diterjemahkan menjadi peraturan-peraturan baru terkait BPJS, maka hal itu bukan hanya menyalahi prinsip penyusunan peraturan perundang-undangan, tapi bahkan bisa melangkahi kewenangan sebuah undang-undang,” sambung Fadli Zon.
Menurutnya, menjadikan BPJS sebagai syarat baru yang hanya dengan bekal Inpres itu tidak cukup memiliki dasar.
3. Alih-alih mewajibkan semua orang mendaftarkan diri dalam kepesertaan BPJS, semestinya pemerintah menyelidiki terlebih dahulu kenapa orang tak mendaftar. Ini tujuannya juga untuk mengetahui apa kendala sosiologis dan strukturalnya yang terjadi di masyarakat.
4. Keempat, Inpres tersebut sangat tak adil bagi masyarakat. Di satu sisi masyarakat mau dipaksa menjadi peserta BPJS, namun sistem dan manfaat pelayanan BPJS sendiri masih kerap berubah-ubah.
Baca juga: Cara Daftar BPJS Kesehatan di HP dan Cek BPJS Kesehatan Aktif atau Tidak Secara Online Tebaru 2022
Baca juga: CATAT, Mulai Hari Ini BPJS Kesehatan jadi Syarat Urus Jual Beli Tanah, Pastikan Tak Ada Tunggakan
Kebijakan akan Sulitkan Masyarakat
Selain itu, aturan baru pemerintah soal BPJS Kesehatan juga menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menilai, pengimplementasian inpres tersebut akan menemui banyak kendala.
Menurut Trubus, kebijakan ini hanya akan menyulitkan masyarakat, khususnya warga menengah ke bawah.
Terlebih, saat ini banyak dari mereka yang terdampak pandemi Covid-19.
"Menurut saya memang dalam implementasinya Inpres Nomor 1 ini akan banyak kendala dan justru menyulitkan masyarakat karena dalam situasi sekarang ini, masyarakat kita terdampak Covid-19."
"Kalau mereka kategori masyarakat menegah ke bawah, tentunya tidak punya kapasitas keuangan untuk membayar premi, itu yang menjadi masalah," kata Trubus dikutip dari tayangan Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (23/2/2022).
Untuk itu, pemerintah perlu mencari solusi bagaimana tidak membuat masyarakat ekonominya menengah ke bawah kesusahan.
"Bagaimana kemudian ini ada kebijakan yang lebih kompreshensif, sehingga tidak sekedar memaksakan tapi juga solutif," lanjut Trubus.
Berlaku Mulai Hari Ini
Mulai 1 Maret 2022, hari ini aturan lampirkan kartu peserta BPJS Kesehatan sebagai syarat layanan publik, diberlakukan.
Adapun, untuk jual beli tanah, yang bersangkutan harus merupakan peserta aktif BPJS Kesehatan.
Apabil status BPJS-nya nonaktif, maka yang bersangkutan diharuskan membayar tunggakan iuran.
Aturan tersebut disampaikan oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf, Kamis (24/2/2022).
"Tunggakan (tersebut) dihitung maksimal 24 bulan, jika 5 tahun, cukup dibayarkan yang 24 bulan atau 2 tahun," kata Iqbal dikutip dari Tribunnews.com.
Bila ternyata tidak mampu, Iqbal mengatakan peserta bisa beralih ke segmen penerima bantuan iuran (PBI).
Akan tetapi, tunggakan iuran tetap akan dicatat dan tetap harus dibayarkan oleh peserta apabila status kepesertaan kemudian berubah.
(Tribunnews.com dengan/Galuh Widya Wardani/Milani Resti Dilanggi)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 4 Poin Catatan Fadli Zon soal BPJS Kesehatan jadi Syarat Wajib Pembuatan SIM hingga Jual Beli Tanah.