Berita Palembang

Cerita Haji Halim, Tokoh Masyarakat Palembang, Usia 6 Tahun Sudah Pandai Berdagang

Haji halim merupakan Tokoh masyarakat palembang Sumsel. Ia merupakan pengusaha sukses nan dermawan yang disegani pengusaha hingga tokoh nasional

TRIBUNSUMSEL.COM/ARIEF
Kemas H Abdul Halim Ali atau Haji Halim tokoh masyarakat Palembang Sumsel saat dibincangi Pemimpin Redaksi Tribun Sumsel Hj L Weny Ramdiastuti 

TRIBUNSUMSEL. COM, PALEMBANG,-Kemas H Abdul Halim Ali atau Haji Halim tokoh masyarakat Sumsel dikenal masyarakat Sumsel khususnya Kota Palembang, ini adalah sosok pengusaha sukses nan dermawan.

Pria yang pada tahun 2022 ini berusia 84 tahun tersebut selalu jadi lirikan pejabat penting di negeri ini, baik dari kalangan pengusaha, ulama hingga kepala negara.

Mulai dari Presiden RI Soeharto, Habibie, Gusdur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Jokowi pun setiap hadir ke Palembang, selalu menyempatkan bertemu H Halim baik di Istana Negara ataupun bertemu dengan sosok pengusaha perkebunan tersebut dikediamannya. 

Termasuk Prabowo Subianto pun kadang menyinggahi kediaman pribadi H Hali di Kawasan Jalan Dr M Isa.

Presiden RI ke VII Joko Widodo (Jokowi) pun beberapa waktu lalu tiba di Palembang, Jokowi langsung, singgah ke kediaman H Halim untuk bersilahturahmi dengan sosok pria yang dahulu dikenal sebagai "raja" kayu ini.

Rumah megahnya yang beralamat di Jalan Dr M Isa menjadi tempat menyambut tamu penting di negeri ini.

Rumah itu terletak di lahan yang cukup luas dengan dikelilingi pagar yang tinggi.

Haji Halim memiliki aset perusahaan perkebunan sawit, perkebunan karet, dan lainnya.

Di bawah naungan Sentosa Group, H Halim juga dikabarkan memiliki simpanan dana yang tidak kecil dibeberapa bank yang ada di Palembang.

Selain itu, H Halim selama ini dikenal sebagai sosok yang dermawan.

Ia aktif dalam kegiatan keagamaan Islam.

Pada momen- momen keagamaan atau hari besar agama Islam, dikediamannya selalu ramai oleh berbagai acara.

Ustad Abdul Somad juga pernah memberikan tausiah di tempat itu.

H Halim membenarkan, jika dirinya sering dikunjungi orang- orang penting di negeri ini. Namun ia juga memastikan, masyarakat Palembang yang memiliki masalah juga sering menemuinya.

Tribun Sumsel- Sriwijaya Post sendiri berkesempatan mewawancarai H Halim akan penjalanan hidupnya berusaha hingga sukses saat ini. 

Pria yang hanya menamatkan sekolah (SR) di kelas 6 ini pun menceritakan pengalamannya, terjun di dunia usaha sejak usianya masih berusia 6 tahun.

Dimana ia berjualan kue saat itu, yang dilakukannya mulai dari pagi hari setelah sholat Subuh setiap hari, dari dagangannya yang ia ambil dari pembuat kue. 

Selama berjualan, ia mengaku mendapat keuntungan dari menjual 10 kue sebanyak 2 kue, sehingga dalam perjalanannya ia berhasil menjual sebanyak 200 kue dalam satu hari. 

Bakat dunia usaha diketahui sang ayah saat itu adalah pengusaha kayu, memintanya untuk meneruskan usaha sangat ayah yaitu mengelolah pabrik kayu yang dimiliki, atau usaha lainnya. 

Namun Halim yang waktu masih muda tidak mau menerima langsung tawaran sangat ayah, mengingat pengalaman yang dimilikinya untuk memimpin masih minim. 

Untuk itu, Halim kemudian memutuskan merantau ke beberapa daerah di Sumsel, seperti Prabumulih, Muara Enim, hingga Pagar Alam pernah ia rasakan, dengan berjualan nanas, hingga menjadi tukang bangunan. 

"Waktu kecil saya dimintah oleh ayah untuk memilih, apa jaga pabrik kayu, manisan atau hasil bumi. Karena saya tidak memiliki pengalaman untuk jadi pemimpin dan takut nanti habis saja. Karena saya tidak ada pengalaman saya merantau ke Prabumulih naik kereta, dengan hanya bawak ransel 1, duit Rp 100, cuncin anti racun 1, jam ekar 1 punya buyut," bebernya. 

Sampai di stasiun Prabumulih dirinya berpikir apa yang dicari apalagi ia tidak mengetahui kondisi Prabumulih. Nah, kebetulan di daerah penghasil nanas, maka dirinya berjualan nanas di kereta yang buah nanas didapatnya dari pengepul.

"Karena penjual nanas itu percaya sama saya, maka saya bawak dagangannya di kereta dan laku dijual, dan membuat iri sejumlah rekannya yang berjualan, " paparnya. 

Disisi lain karena ia bisa menyanyi, terkadang saat itu ia mendapat ajakan untuk menyanyi di orkes. 

Setelah merasakan jual nanas, ia pun ikut bapak angkatnya untuk menjadi tukang las. Kemudian melanjutkan menambang pasir. 

Di Muara Enim ia pun pernah menjadi Office Boy hotel  yang digunakan para tamu- tamu penting Bangsawan Belanda. Berkat kejujurannya ia akhirnya diangkat jadi Bendahara hotel. 

Setelah bosan, ia pun merantau ke Kabupaten Lahat sebagai tukang bangunan, disana ia mendapat pengalaman sedikit ekstrem.

Ia pernah suatu hari didatangi perampok terkenal saat itu 'Mat Codet' yang ingin merampok bahan bangunan tempat ia bekerja. 

Karena dirinya tidak mengetahui sosok Mat Codet saat itu sebagai perampok terkenal, ia akhirnya dianggap teman oleh mereka, karena menganggap Mat Codet orang baik. 

Ditengah perjalanan ia dianggap kontraktor tempatnya bekerja, merupakan pekerja baik dan akan dijodohkan anaknya, akhirnya Halim muda merantau ke Pagar Alam sebagai tukang cat lemari. 

Di suatu hari ia melihat banyak pedagang sayur di daerah Pagar Alam dan Empat Lawang yang banyak menghasilkan sayur, barang tersebut tidak laku karena tidak ada alat angkut ke luar kota karena ada permainan tengkulak.

Ia pun memberanikan membeli mobil truck untuk mengangkutnya ke daerah lain agar laku, sebagian bentuk sosialnya ke masyarakat.

Mengingat ia punya janji, jika kalau memiliki uang banyak ia akan membeli truk untuk membantu para pedagang sayur yang ada. 

"Saya berpikir saat itu tahun 1965, kalau besok aku berduit (punya uang) aku akan beli truk dan akan aku angkut sayuran, sehingga terkenal perusahan Sentosa Jaya saat itu, dari awalnya 1 truk jadi 5 truk, " tuturnya. 

Berjalannya waktu, Halim dijemput uwak dan kakaknya yang mengabarkan sangat ibu sakit karena memikirkannya, dan ia ingat omongan yang disampaikan jika tidak ikut permintaan sangat ibu maka dirinya akan berdosa. 

"Akhirnya aku balek, karena emak sudah tidak ada suara, dan aku minta maaf  dan ikut keputusan orang tua dengan memilih menjaga pabrik kayu milik bapak. Namun tetap ada syarat yang aku buat karena aku masih muda, jadi memimpin pabrik diatur waktunya kalau pagi aku, tapi setelah itu ponakan, uwak dan sebagainya, " bebernya. 

Selama 1 tahun memimpin pabrik diusia 13 tahun, usaha pabrik kayu dipimpinnya maju dan menyuplai ke setiap daerah melalui perusahaan Sentosa Jaya.

Hal ini juga didukung sang istri tercinta saat itu dalam menekuni bisnis kayu yang dimiliki. 

"Dimusim kayu kan zaman blok- blokan, dimana kayu ditebang dihutan  dikatakan para kayunya tidak bagus oleh cukong, dimana yang bagus dibeli Rp 500 per kubik tapi non ekspor  Rp 200 se kubik tapi mereknya diberi tanda L sudah dibelinya ditambahkannya E jadi ekspor. Aku mengetahui kelicikan mereka itu akhirnya aku masuk hutan dengan beli Rp 700 pernah kubik dari penebang, dan jadinya bejual galo sama aku dan cukong yang ada roboh semua, sehingga waktu itu aku disebut raja kayu, " tandasnya. 

Baca juga: Cerita Syam Ayam, Dari Buruh Upah Rp 5100 per Hari, Jadi Bos Ayam Beromzet Miliaran

Dilanjutkan H Halim, rahasia sukses selama ini karena kerja keras yang ia lakukan dengan pengalaman semua pekerjaan yang ia miliki, dan jangan lupa untuk berbagi, mengingat apa yang diberikan adalah milik orang lain yang dititipkan Allah SWT melaluinya. 

"Karena semua sudah dijalankan dan ini sekarang menengah keataslah, dan kita harus bersyukur dan selalu berbagi untuk yang bermanfaat seperti untuk ibadah, anak sekolah dan kesehatan masyarakat luas, dan akan saya lakukan terus selama diberikan kesehatan oleh Allah SWT, " pungkasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved