Berita Nasional

Tak Lagi Ada Ampun, Presiden Jokowi Langsung Perintahkan Kapolri Usus Permainan Karantina Covid-19

Presiden Joko Widodo mengeluarkan perintah agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengusut tuntas praktik permainan dalam pelaksanaan karantina PPLN.

Editor: Slamet Teguh
(Foto: Sekretariat Presiden)
Tak Lagi Ada Ampun, Presiden Jokowi Langsung Perintahkan Kapolri Usus Permainan Karantina Covid-19 

TRIBUNSUMSEL.COM - Pandemi Covid-19 masih terus terjadi di Indonesia.

Sejumlah upaya terus dilakukan pemerintah untuk menekan hal ini.

Namun belakangan ini, kasus Covid-19 mengalami peningkatan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan perintah agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengusut tuntas praktik permainan dalam pelaksanaan karantina pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).

Hal ini ditegaskan Jokowi usai mendapat aduan dari para warga negara asing (WNA) mengenai praktik tersebut.

"Saya masih mendengar dan ini saya minta Kapolri untuk mengusut tuntas permainan yang ada di karantina. Sudah, karena saya sudah mendengar dari beberapa orang asing komplain ke saya mengenai ini," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara virtual dari Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Senin (31/1/2022) sebagaimana dilansir dari unggahan di laman resmi Setkab.go.id, Selasa (1/2/2022).

Jokowi meminta agar disiplin dalam melakukan pengetatan di pintu-pintu masuk internasional dan pelaksanaan proses karantina PPLN dilakukan secara benar.

Sebagaimana diketahui, baru-baru ini publik dikejutkan dengan informasi dugaan adanya mafia karantina terhadap WNA.

Hal ini terungkap dari unggahan Instagram pribadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.

Sandiaga mengungkapkan ada seorang warga negara asing asal Ukraina yang mengeluh soal karantina di salah satu hotel di Jakarta.

Wisatawan asal Ukraina yang membawa serta anak perempuannya itu rencananya ingin berwisata ke Bali, namun di hari terakhir karantina di Jakarta, timbul masalah.

"Di hari terakhir karantina, di salah satu hotel di Jakarta, mereka mendapat kabar bahwa tes PCR yang mereka ambil sebelum meninggalkan hotel menunjukkan hasil 'positif'," tulis Sandiaga dalam akun Instagramnya, Sabtu (29/1/2022).

Merasa ada yang janggal dengan hasil tersebut, wisatawan asal Ukraina itu pun memohon pertolongan agar dilakukan test PCR kembali.

Hanya saja, petugas hotel diduga tak mengizinkan wisatawan itu untuk melakukan tes PCR dari pihak lain selain yang telah disediakan.

Wisatawan itu justru malah diberikan tawaran perpanjangan karantina dengan biaya besar ketika hendak meminta tes PCR ulang.

Mengalami hal tersebut, wisatawan ini merasa ditipu.

"Mereka memohon pertolongan agar bisa melakukan tes PCR ulang karena mereka percaya bahwa hasilnya salah. Selain itu, tentunya akan memakan biaya lebih besar lagi," kata Sandiaga.

Dihubungi Minggu (30/1/2022) pagi, Sandiaga menegaskan tak segan untuk menindak pihak-pihak yang berlaku curang dan mencoba memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk mendapat keuntungan.

"Jika terbukti melakukan hal tersebut (mafia karantina), saya akan tindak tegas," kata Sandiaga Uno kepada Kompas.com, Minggu.

Pengalaman yang sama dialami WNA Amerika

Pengalaman yang sama juga diungkapkan oleh seorang WNA Amerika Serikat bernama Matthew Joseph Martin.

Matthew yang telah enam tahun menetap di Indonesia mengatakan, tiba di Indonesia pada 30 Desember 2021 bersama seorang anaknya setelah mengunjungi orang tuanya di AS.

Sebelum berangkat, Matthew yang tinggal di Bogor mengatakan telah melakukan tes PCR di AS dan hasilnya negatif. Kemudian setibanya di Bandara Soekarno Hatta, mereka juga melakukan tes PCR dan hasilnya negatif.

Lalu ia dan anaknya melakukan karantina di sebuah hotel di Jakarta dengan biaya Rp16,5 juta untuk 10 hari.

Dua hari terakhir karantina, mereka melakukan tes PCR kedua dan hasilnya positif Covid-19.

"Saya dikasih tahu lewat telepon kamar, hasilnya positif. Tidak ada surat hasil tesnya, CT saya berapa, saya tidak tahu," kata Matthew kepada BBC News Indonesia, Senin (31/01/2022).

Kemudian, katanya, petugas datang ke kamarnya untuk memindahkan mereka ke hotel isolasi. Saat itu, ia meminta untuk tes PCR kembali untuk memastikan hasil itu.

"Karena kami pernah mendengar cerita adanya penipuan. Tapi ditolak dan kalau minta lagi, diancam dideportasi. Petugasnya tidak jelas dari mana, apakah dari Satgas Covid, atau petugas hotel, tidak menunjukkan identitasnya, membuat kami tidak nyaman, kami dipaksa pindah ke hotel isolasi," ujarnya.

Tidak ada pilihan, akhirnya ia ditawari satu hotel yang dalam brosur terlihat baik. Harga isolasi hampir dua kali lipat, sebesar Rp22 juta untuk dua hari.

"Kami pun harus membayar Rp650.000 untuk pindah hotel dengan jarak 1,5 kilometer," kata Matthew.

Setibanya di hotel isolasi, kondisinya sangat buruk, kata Matthew. Namun ia tidak memiliki pilihan hingga pada 16 Januari lalu mereka dinyatakan negatif dan diizinkan meninggalkan hotel.

"Selama 18 hari di hotel, semua prosedur tidak jelas, tidak ada yang beri tahu kami SOP-nya, semuanya berantakan. Kami merasa ditipu dan bahkan diancam dideportasi, jadi banyak dari kami (turis asing) yang memilih diam," katanya.

Baca juga: Kabar Buruk Boy William, Sang Presenter Umumkan Terkena Covid-19 Untuk Kedua Kalinya, Stay Safe

Baca juga: Update Covid-19 di Sumsel Hari Ini, Kasus Aktif 143 Orang, Ini Rincian per Kabupaten/Kota

Migrant Care: Bayar Rp4,5 juta, bebas karantina

Selain WNA, pengalaman sama juga dialami pekerja migran Indonesia yang kembali dari luar negeri.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menceritakan, ia menerima aduan seorang PMI dari Hong Kong yang ditawari Rp 4,5 juta untuk tidak karantina.

"Sekitar Desember lalu, dari bandara ke Wisma Atlet, oknum petugas mengatakan tidak perlu karantina, waktu itu mereka minta Rp4,5 - 5 juta kemudian bisa langsung pulang ke daerah asalnya," kata Anis seperti dikutip dari BBC Indonesia.

Anis menambahkan, oknum petugas tersebut meminta paspor PMI tersebut supaya, "secara administratif tercatat melakukan isolasi, tapi secara fisik tidak ada."

"Kemudian PMI itu melapor ke kami dan kami damping untuk pengambilan paspor," katanya.

Dugaan mafia karantina juga diungkapkan oleh Mawar (bukan nama sebenarnya), seorang PMI dari Singapura.

Mawar mengatakan, ia diminta uang sekitar Rp450.000 oleh petugas saat karantina untuk mengurus pendaftaran IMEI telepon genggamnya yang sebenarnya, kata dia, gratis.

"Katanya untuk ongkos dari wisma ke bandara. Bayangkan kalau ada 10 hingga 20 orang, berapa jumlahnya? Padahal gratis," keluh Mawar.

Kasus-kasus sebelumnya

Sebelumnya, selebgram Rachel Vennya mengaku menyuap Rp40 juta mulai dari petugas bandara hingga karantina untuk dapat "bebas dari karantina" sepulang dari AS.

Rachel divonis empat bulan penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana terkait karantina kesehatan, namun tidak dijerat pasal penyuapan.

Tahun lalu, Polda Metro Jaya menangkap 11 tersangka karena diduga meloloskan penumpang dari India tanpa karantina.

Lima tersangka adalah warga India yang tidak menjalani karantina. Dua tersangka warga India yang membantu bebas dari karantina, dan empat warga Indonesia sebagai calo yang dibayar Rp6,5 juta.

Mengapa mafia karantina beraksi?

Melihat rangkaian pelanggaran yang terjadi, Anis Hidayat dari Migrant Care setuju jika disebut adanya mafia karantina.

"Mafia itu memanfaatkan posisi rentan mereka yang datang dari luar negeri, bagaimana meraup keuntungan dari posisi rentan korban. Itu yang terjadi dalam pelanggaran karantina," kata Anis.

Lalu mengapa itu bisa terjadi, menurut Anis karena sistem karantina memunculkan dan memberi ruang bagi mafia untuk beraksi.

"Jadi pengawasan, SOP, koordinasi, tidak jalan, sehingga yang datang ke Indonesia asal didata saja, di-checklist berapa masuk, tanpa cek fisik. Ketika ada penipuan, tidak terekam sehingga membuka ruang manipulasi dan kecurangan," katanya.

Untuk itu, Anis meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi sistem, kebijakan dan petugas karantina.

"Lalu melakukan audit dengan mengumpulkan keterangan korban untuk melihat dimana titik bocornya. Jangan-jangan bocor di semua titik sehingga potensi kecurangan terus berlangsung," katanya.

Terkait dengan dugaan pelanggaran dalam proses karantina, Koordinator Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, mengatakan, "silakan saja dilaporkan detail kasus dan kontaknya supaya diselidiki kebenarannya dan tindak lanjutnya."

PHRI: Yang kena getahnya hotel melulu

Ketua umum PHRI Hariyadi Sukamdani seperti dikutip dari BBC Indonesia mengatakan hotel selalu disalahkan ketika muncul keluhan dalam pelaksanaan karantina.

Padahal, katanya, hotel hanya menjalankan ketentuan sesuai aturan pemerintah, seperti prosedur tes usap, makanan hingga lamanya waktu karantina.

Ia menjelaskan, seperti kasus WNA Ukraina yang ingin melakukan tes PCR di lab yang dia tunjuk.

"Tapi dalam aturan tidak bisa, lab harus ditunjuk Kemenkes, dan pihak hotel telah menjelaskan konsekuensinya," kata Hariyadi dalam acara Weekly Press Briefing Kemenparekraf 2022 di situs Youtube.

"Kemudian, kenapa karantina 10 hari? Biaya jadi bengkak. Lalu, makanan, kenapa harus di hotel? Lah, persyaratan Satgas seperti itu, tidak boleh ambil dari luar, termasuk online… Lalu jemaah Umroh mengeluh tabungan habis karena menginap di hotel. Bukan posisi hotel mau menyusahkan masyarakat, tapi memang regulasi seperti itu."

"Akhirnya yang kena getah hotel melulu karena dianggap hotel punya tendensi kurang baik, dituduh kita mafia karantina, dan lainnya.  Posisi PHRI sangat terbuka, jika ada kesalahan akan kami tindak tegas," katanya.

Hariyadi menambahkan, dalam proses karantina terdapat beberapa pihak yang terlibat, mulai dari bandara, hotel, hingga pemeriksaan kesehatan oleh pihak Satgas Covid-19. "Proses ini berpengaruh pada berbagai kemungkinan ada pihak-pihak yang mungkin punya itikad tidak baik," katanya.

Untuk itu, karena regulasi yang kadang gonta-ganti, Hariyadi meminta harus ada penjelasan yang disampaikan kepada wisatawan asing yang mau ke Indonesia sehingga tidak muncul miskomunikasi.

Sumber: Kompas.com/BBC Indonesia/Tribunnews.com 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jokowi Minta Kapolri Usut Permainan Karantina hingga Pengakuan Turis Asing Ditipu soal Karantina.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved