Pandemi Covid 19
Permainan Karantina yang Buat Presiden Jokowi Marah, Langsung Perintahkan Kapolri Usut Tuntas
Hal ini ditegaskan Jokowi usai mendapat aduan dari para warga negara asing (WNA) mengenai praktik tersebut.
Tidak ada pilihan, akhirnya ia ditawari satu hotel yang dalam brosur terlihat baik. Harga isolasi hampir dua kali lipat, sebesar Rp22 juta untuk dua hari.
"Kami pun harus membayar Rp650.000 untuk pindah hotel dengan jarak 1,5 kilometer," kata Matthew.
Setibanya di hotel isolasi, kondisinya sangat buruk, kata Matthew. Namun ia tidak memiliki pilihan hingga pada 16 Januari lalu mereka dinyatakan negatif dan diizinkan meninggalkan hotel.
"Selama 18 hari di hotel, semua prosedur tidak jelas, tidak ada yang beri tahu kami SOP-nya, semuanya berantakan. Kami merasa ditipu dan bahkan diancam dideportasi, jadi banyak dari kami (turis asing) yang memilih diam," katanya.
Kasus-kasus sebelumnya
Sebelumnya, selebgram Rachel Vennya mengaku menyuap Rp40 juta mulai dari petugas bandara hingga karantina untuk dapat "bebas dari karantina" sepulang dari AS.
Rachel divonis empat bulan penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana terkait karantina kesehatan, namun tidak dijerat pasal penyuapan.
Tahun lalu, Polda Metro Jaya menangkap 11 tersangka karena diduga meloloskan penumpang dari India tanpa karantina.
Lima tersangka adalah warga India yang tidak menjalani karantina. Dua tersangka warga India yang membantu bebas dari karantina, dan empat warga Indonesia sebagai calo yang dibayar Rp6,5 juta.
Mengapa mafia karantina beraksi?
Melihat rangkaian pelanggaran yang terjadi, Anis Hidayat dari Migrant Care setuju jika disebut adanya mafia karantina.
"Mafia itu memanfaatkan posisi rentan mereka yang datang dari luar negeri, bagaimana meraup keuntungan dari posisi rentan korban. Itu yang terjadi dalam pelanggaran karantina," kata Anis seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Lalu mengapa itu bisa terjadi, menurut Anis karena sistem karantina memunculkan dan memberi ruang bagi mafia untuk beraksi.
"Jadi pengawasan, SOP, koordinasi, tidak jalan, sehingga yang datang ke Indonesia asal didata saja, di-checklist berapa masuk, tanpa cek fisik. Ketika ada penipuan, tidak terekam sehingga membuka ruang manipulasi dan kecurangan," katanya.
Untuk itu, Anis meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi sistem, kebijakan dan petugas karantina.