Berita Nasional
17 Temuan Baru Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat, Ada Pernyataan Tak Menuntut jika Meninggal
Edwin Partogi juga mengatakan temuan ketiganya yakni tidak aktivitas rehabilitasi, tidak ada schedule, dan tidak ada modul.
TRIBUNSUMSEL.COM - Update penemuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Dari hasil investigasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), ada 17 temuan baru terkait adanya kerangkeng atau penjara itu.
Salah satunya bahwa penghuni di dalam kerangkeng itu tak semuanya tanahan narkoba.
Selain itu, tak semua penghuni tahanan itu merupakan warga Kabupaten Langkat.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu.
Dari 17 temuan tersebut, kata Edwin Partogi, yang pertama tidak semua tahanan merupakan pencandu narkoba.
Informasi tersebut dihimpun oleh LPSK setelah sebelumnya mendapatkan informasi dari para mantan tahanan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Edwin dalam keterangan pers pada Senin (31/1/2022) yang kemudian disiarkan Kompas TV, Selasa (1/2/2022).
Baca juga: Cerita Pilu di Balik Jeruji Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat, Hilang Kebebasan hingga Makan Korban

"Dari yang kami temui mantan tahan itu ternyata yang ditahan di sana bukan semuanya pencandu narkoba."
"Jadi kalau kata-kata untuk penyintas narkoba itu kurang tepat," jelas Edwin Partogi.
Kedua, tidak semua tahanan merupakan warga dari Kabupaten Langkat.
Baca juga: LPSK Turun Tangan Investigasi Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Berikut Hasilnya
"Kami menemui tidak semua berasal dari Kabupaten Langkat," sambung Edwin.
Edwin Partogi juga mengatakan temuan ketiganya yakni tidak aktivitas rehabilitasi, tidak ada schedule, dan tidak ada modul.
Jadi aktivitas para tahanan menyesuaikan perintah pembina atau pengelolanya saja.
Temuan yang keempat, Edwin menyebut bahwa tempatnya sangat tidak layak.
Terdapat satu bangunan yang terdiri dari tiga ruangan.
Dua di antaranya adalah sel dan satu lainnya dikatakan sebagi dapur.
"Ruangan itu tidak layak lagi, mungkin dengan ukuran 6x6 meter itu digunakan lebih dari dua puluh orang dalam satu ruangan."
"Itu ruangan jorok dan kotor."
"Dalam ruangan tersebut terdapat sebuah toilet yang hanya dibatasi dinding setinggi setengah badan yang digunakan untuk MCK dan cuci piring, kata Edwin sambil menunjukkan foto-foto hasil tinjauannya," kata Edwin Partogi.
Tentu, kata Edwin, kondisi tersebut sangat tidak layak.
Kelima, tempat yang katanya digunakan sebagai tempat rehabilitasi ini tidak bebas untuk dikunjungi.
"Jadi dibatasi bagi yang baru masuk itu (keluarga) hanya boleh mengunjungi tempat tersebut setelah tiga sampai enam bulan (dari waktu masuknya)."
"Kalau di lapas pemerintah ada jam-jamnya setiap hari boleh berkunjung, tapi di sini hanya diperbolehkan berkunjung pada hari Minggu dan hari besar saja," lanjut Edwin Partogi.
Selain kelima temuannya itu, Edwin Partogi membeberkan 12 temuan lainnya terkait dengan kasus ini.
Berikut ke-12 temuan Edwin Partogi pada kerangkeng pribadi milik Bupati Langkat:
1. Mereka tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi;
2. Memperlakukan orang dalam kerangkeng seperti tahanan ;
3. Mereka tinggal dalam kerangkeng yang terkunci;
4. Kegiatan peribadatan dibatasi (tidak boleh ibadah salat Jumat, ibadah Minggu serta hari-hari besar lainnya);
5. Para tahanan dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit;
6. Ada dugaan pungutan;
7. Ada batas waktu penahanan selama 1,5 tahun;
8. Ada yang ditahan sampai empat tahun;
9. Pembiaran yang terstruktur;
10. Ada pernyataan tidak akan menuntut bila sakit atau meninggal;
11. Ada informasi korban tewas tidak wajar;
12. Dugaan adanya kerangkeng III atau sel ketiga.
Komnas HAM Temukan Data Korban Tewas
Komnas HAM menemukan fakta baru terkait adanya tindak kekerasan di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Perangin-angin.
Bahkan, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menyebut ada lebih dari satu penghuni kerangkeng yang meregang nyawa.
"Yang berikutnya, (fakta) bagaimana kondisi di sana."
"Faktanya, kita temukan memang terjadi satu proses rehabilitasi yang cara melakukannya memang penuh dengan catatan kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa," kata Anam, Sabtu (29/1/2022), dikutip dari Kompas.com.
Informasi tersebut disampaikan oleh Anam setelah sebelumnya dilakukan penelusuran terkait dengan bukti-buktinya.
Temuan itu juga telah disampaikan ke Kapolda Sumut.
Setelah melakukan pencocokan, ternyata data korban meninggal dunia yang didapat dari Komnas HAM dan Kapolda Sumut berbeda.
Oleh karena itu, Anam menduga korban meninggal dunia lebih dari satu orang.
"Jadi kami menelusuri, kami dapat (temuan korban meninggal)."
"Temen-temen Polda menelusuri juga dapat (korban meninggal) dengan identitas korban yang berbeda," jelas Anam.
Kendati demikian, data diri beserta jumlah korban meninggal dunia, sampai saat ini sedang dalam proses penyelidikan mendalam.
Keluarga Menduga Ada Tindak Kekerasan
Pada kesempatan lain, Edwin Partogi menyebut pihaknya menerima laporan adanya korban meninggal di dalam sel pribadi milik Bupati Langkat.
Laporan tersebut berdasarkan aduan warga Langkat yang seorang keluarganya meninggal di kerangkeng ilegal tersebut.
"Jadi dari informasi yang kita dapat dari keluarga ada keluargnya meninggal yang disampaikan kepada kami setelah satu bulan menjalani rehabilitasi di sel tahanan Bupati Langkat," kata Edwin Partogi, Sabtu (29/1/2022), yang dikutip dari Tribun-Medan.com.
Peristiwa itu, kata Togi, terjadi pada tahun 2019 lalu.
Dari laporan keluarga, korban ditemukan meninggal dunia usai sebulan di dalam sel.
Bahkan, keluarga melaporkan telah menemukan tanda-tanda luka luka akibat kekerasan.
Saat itu, ketika keluarga menjemput jenazah korban, jenazah sudah dalam keadaan dimandikan dan dikafani untuk segera dikebumikan.
Keluarga menduga, hal tersebut dilakukan untuk menutupi dugaan penyiksaan yang dialami korban.
Kendati demikian, demi mencari kebenarannya, pihak penegak hukum perlu melakukan pendalaman terhadap adanya laporan tersebut.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani) (Tribun-Medan.com/Anugrah Nasution) (Kompas.com/Dewantoro)
Baca berita lainnya di Google News