Vonis Terdakwa Korupsi Masjid Sriwijaya

Hakim Pengadilan Tipikor Palembang Tolak Pengajuan Justice Collaborator Mukti Sulaiman, Ini Arti JC

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang memutuskan untuk tidak mengabulkan pengajuan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Mukti Sulaiman.

TRIBUN SUMSEL/SHINTA DWI ANGGRAINI
Sidang putusan terhadap dua terdakwa Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi yang terjerat kasus korupsi pembangunan masjid Raya Sriwijaya Jakabaring digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (29/12/2021) 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang memutuskan untuk tidak mengabulkan pengajuan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Mukti Sulaiman, terdakwa korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Jakabaring Palembang.

Untuk diketahui, JC adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum dengan harapan mendapat keringanan hukuman.

Saat membacakan amar putusan, hakim menjelaskan alasan tidak diterimanya JC yang diajukan Mukti Sulaiman.

"Sebagai Justice Collaborator, Mukti Sulaiman kurang jujur dalam mengungkap fakta perkara dan tidak menunjukan bukti-bukti signifikan," ujar hakim anggota, Waslam Makshid
dalam persidangan.

Sikap Mukti Sulaiman tersebut dianggap tidak membantu dalam mengungkap perkara dan keterlibatan orang lain dalam perkara Masjid Sriwijaya.

"Maka dari itu Justice Collaborator Mukti Sulaiman tidak dapat terpenuhi, dan diabaikan," tegas hakim.

Lanjut dikatakan, pemberian JC harus dilakukan sesuai syarat.

Adapun syarat JC adalah pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu perkara.

"Pelaku yang diberikan JC mengakui kejahatan yang dilakukannya dan bukan pelaku utama. Terdakwa memberikan keterangan dan bukti signifikan kepada penyidik sehingga dapat mengungkap pelaku lainnya yang memiliki peran yang besar. Sehingga pelaku tersebut dapat mengembalikan aset dalam rangka pengembalian kerugian negara. Dari itu dalam perkara ini JC terdakwa Mukti Sulaiman belum terpenuhi," ujar Hakim

Untuk diketahui, Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi divonis melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Mukti Sulaiman, mantan Sekretaris Daerah Pemprov Sumsel mendapat vonis 7 tahun penjara.

Sedangkan Ahmad Nasuhi, mantan Plt Kepala Biro Kesra Pemprov Sumsel, dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.

Selain itu, masing-masing terdakwa juga dijatuhi denda sebesar Rp.400 juta subsider 4 bulan kurungan.

Vonis tersebut, jauh lebih ringan dari tuntutan JPU Kejati Sumsel terhadap keduanya.

Terdakwa Mukti Sulaiman sebelumnya dituntut dengan pidana 10 tahun serta denda Rp.750 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Sedangkan terdakwa Ahmad Nasuhi dituntut dengan 15 tahun penjara dan denda Rp.750 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Meski demikian, kedua terdakwa sama-sama mengajukan pikir-pikir selama tujuh hari ke depan dalam menyikapi vonis hakim.

Baca juga: Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi Divonis Penjara 7 dan 8 Tahun, Kasus Korupsi Masjid Sriwijaya

Sebelumnya, sidang vonis dua terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan masjid Raya Sriwijaya Jakabaring digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (29/12/2021).

Adapun dua terdakwa yang menjalani sidang yakni Mukti Sulaiman yang merupakan mantan Sekretaris Daerah Pemprov Sumsel serta Ahmad Nasuhi mantan Plt Kepala Biro Kesra Pemprov Sumsel).

Untuk diketahui, JPU Kejati Sumsel sebelumnya menuntut masing-masing terdakwa dengan hukuman 10 tahun dan 15 tahun penjara.

Terdakwa Mukti Sulaiman dituntut dengan pidana 10 tahun serta denda Rp.750 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Sedangkan terdakwa Ahmad Nasuhi dituntut dengan 15 tahun penjara dan denda Rp.750 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Sementara itu berdasarkan pantauan, sidang ini digelar secara virtual dengan
terdakwa menyaksikan persidangan dari layar di Rutan Pakjo Palembang tempat mereka ditahan.

Meski demikian, persidangan ini tetap mendapat penjagaan dari aparat kepolisian yang bersiaga di depan ruang sidang.

Hingga berita ini diturunkan, majelis hakim yang berjumlah lima orang masih bergantian dalam membaca amar putusan bagi kedua terdakwa.

Sebelumnya, sudah ada empat terdakwa yang sudah lebih dulu divonis bersalah dalam kasus korupsi pembangunan masjid Raya Sriwijaya Jakabaring Palembang, Jumat (19/12/2021).

Mereka adalah Eddy Hermanto (mantan ketua panita Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya) dan Syarifuddin (Ketua Panita Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya) yang mendapat vonis 12 tahun penjara.

Selanjutnya ada pula Dwi Kridayani (KSO PT Brantas Abipraya) dan Yudi Arminto (Project Manager PT Brantas Abipraya) divonis 11 tahun penjara.

Atas vonis tersebut, ketiga terdakwa yakni Eddy Hermanto, Syarifuddin dan Dwi Kridayani kompak mengajukan banding.

Sedangkan Yudi Arminto masih mengajukan pikir-pikir atas vonis terhadapnya.

Seperti diketahui, perkara ini bermula dari adanya dugaan penyelewengan pembangunan masjid Raya Sriwijaya Jakabaring Palembang yang alokasi dananya menggunakan dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel tahun anggaran 2015 dan 2017 sebesar Rp.130 miliar.

Dana tersebut, diperuntukkan untuk penimbunan lokasi serta konstruksi beton sampai atap.

Akan tetapi dalam perjalanannya, penyidik mencium adanya kejanggalan yang terjadi.

Pasalnya, dalam penilaian fisik bangunan masjid tersebut, penyidik menduga tidak sesuai dengan nilai kontrak.

Sementara hingga saat ini, kondisi pembangunan masjid raya Sriwijaya belum terlihat jelas bentuknya alias terbengkalai. Terlihat hanya beberapa tiang beton saja itupun sudah ditumbuhi ilalang yang menjulang di lokasi proyek.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved