Dugaan Pelecehan di Unsri
Kasus Pelecehan Oknum Dosen Coreng Akreditasi A Unggul Unsri, Ini Kata Pengamat Kebijakan Publik
Kejadian pelecehan dosen sangat disayangkan, mengingat Unsri baru mendapat status akreditasi A Unggul, yang sama dengan kampus di Pulau Jawa
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Buntut pelecehan seksual oknum dosen Universitas Sriwijaya (Unsri) kepada mahasiswinya terus bergulir. Setelah Polda Sumsel menetapkan dua oknum dosen jadi tersangka yaitu Adhitiya Rol Asmi dan Reza Ghasarma.
Adanya penetapan status tersangka dan ditahannya keduanya, tak dipungkiri akan mempengaruhi lembaga pendidikan tersebut dimata masyarakat mengingat belum sebulan Unsri meraih Akreditasi A Unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), yang sejajar dengan kampus negeri di Pulau Jawa.
"Adanya kejadian ini (pelecehan dosen) sangat disayangkan, mengingat Unsri baru mendapat status akreditasi A Unggul, yang sama dengan kampus di Pulau Jawa seperti Universitas Indonesia (UI) . Jelas adanya kejadian itu menjadi coreng bagi Unsri, " kata salah satu Dosen Unsri yang namanya tidak disebutkan.
Di sisi lain, harusnya pihak kampus membentuk tim majelis kode etik untuk memberikan hukuman kepada oknum dosen tersebut, mengingat kejadian ini sudah lama dan berulang.
"Harusnya Rektorat membentuk tim majelis kode etik karena sudah pelanggaran jelas, dan Senat juga selama ini diam, kenapa? Karena pelaku selama ini terkesan dilindungi dan ada arogansi," jelasnya.
Baca juga: Penyidik Pertimbangan Upaya Pengajuan Penangguhan Penahanan Reza Ghasarma
Sementara, pengamat kebijakan publik Sumsel Abdul Aziz Kamis sendiri menyayangkan kejadian tersebut, dan mengapresiasikan pihak rektorat dan kepolisian yang mengambil tindakan cepat.
"Dua kasus yang menjerat oknum dosen Unsri itu sudah diambil tindakan secara etik oleh Unsri, mereka sudah dibebas tugaskan. Artinya, dari Rektorat memberikan rasa aman bagi mahasiswa, dengan langkah- langkah pen nonaktifan dari jabatan maka, diperlukan apresiasi termasuk dari para alumni," kata Abdul Aziz.
Meski begitu, untuk kriminalnya, dikatakan Aziz hal ini sudah ditetapkan tersangka dan ditahan.
"Artinya, tinggal ke depannya memberikan efek jera bagi dosen lainnya, supaya lebih punya integritas, dan yang paling penting karena dosen juga manusia bisa membuat kesalahan jangan merusak anak didik kedepan," capnya.
Diterangkan Staff Khusus Gubernur Sumsel ini, memang tak dipungkiri jika dari awal sudah terindikasi banyak kasus pelecehan seksual, berupa chatingan dan peluk meluk. Namun, hal itu tak serta salah sepenuhnya dari pengajar, mengingat ada juga pemikiran mahasiswi yang memang "terkesan" nakal.
"Nah, adanya persepsi ini terpecah cara berpikir Senat itu yang saya dapat, sehingga Rektorat yang membentuk tim yang diketuai Zainuddin mengambil langkah tegas untuk dosen FKIP langsung dibebas tugaskan, dan polisi juga langsung bergerak cepat menahan pelaku. Artinya, awalnya memang terpecah tidak cepat bergerak, banyak isu berkembang dan kita tidak tahu pasti, setelah diambil langkah Rektorat dan polisi sudah mulai bergerak, " ucapnya.
Ke depan diungkapkan Aziz, ke depan harus ada langkah- langkah konkret untuk memperbaikinya kedepan, dengan perbaikan sistem yang ada.
"Karena dosen juga manusia tidak ada jaminan tidak terulang, sebab termasuk Kyai kalau nakal siapa yang jamin. Tapi yang pasti, karena ini lembaga yang melahirkan orang- orang hebat kedepan maka harus memiliki integritas penuh, dan artinya dalam memilih seleksi dosen yang penting atitude selain keahlian komputer dan bahasa," pungkasnya.
Baca berita lainnya langsung dari google news.