Berita Kriminal
FAKTA Sosok Oknum Guru Berbuat Asusila ke 12 Santriwati, Bukan Pengurus Forum Pondok Pesantren
HW dipastikan bukan pimpinan atau pengurus dari Forum Pondok Pesantren Kota Bandung dan Jawa Barat.
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Cipta Permana
TRIBUNSUMSEL.COM, BANDUNG - Fakta baru sosok HW oknum guru ngaji yang diduga rudapaksa 12 santriwati di pondok pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat.
HW dipastikan bukan pimpinan atau pengurus dari Forum Pondok Pesantren Kota Bandung dan Jawa Barat.
Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Forum Pondok Pesantren Kota Bandung, KH Aceng Dudung usai beredar kabar HW merupakan pimpinan atau pengurus dari Forum Pondok Pesantren Kota Bandung dan Jawa Barat.
Ia mengutuk keras aksi rudapaksa terhadap 12 santriwati yang dilakukan oleh terdakwa HW.
Bahkan, ia pun mendorong agar penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya
"Saya mengutuk keras atas oknum pesantren yang melakukan pelecehan seksual terhadap para santriwati dan meminta aparat memberikan hukuman seberat-beratnya," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Kamis (9/12/2021).
Aceng pun menegaskan bahwa, informasi yang beredar bahwa terdakwa merupakan pimpinan atau pengurus dari Forum Pondok Pesantren Kota Bandung dan Jawa Barat, adalah tidak benar.
"Jadi begini yang sebenarnya, saya tidak tahu dari mana dia (pelaku) asal muasalnya, hingga adanya informasi yang tidak benar bahwa dia suka mengaku-ngaku sebagai pengurus atau pimpinan dari Forum Pondok Pesantren Kota Bandung dan Jabar. Tapi yang jelas yang bersangkutan bukan anggota, pengurus, atau bahkan ketua forum, baik periode sekarang maupun periode sebelum-sebelumnya," ucapnya.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, oknum tersebut adalah penunggu sekaligus pengelola rumah tahfidz di daerah Antapani.
Dan mengurus santri kurang lebih 30 orang.
Aceng menduga, HW mengaku sebagai pimpinan forum untuk memudahkan tujuan dirinya berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Termasuk, memperdayai korban.
Dari fakta persidangan digelar di PN Bandung, pelaku kerap menjadikan anak-anak yang dilahirkan korban, sebagai alat untuk meminta dana ke sejumlah pihak.
Hal itu disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).