Berita Daerah
Kisah Wanita yang Diusir Dari Rumahnya, Rumah Rp 3 M Dilelang Rp 735 Juta, Hanya Bawa Baju di Badan
Kisah Wanita yang Diusir Dari Rumahnya, Rumah Rp 3 M Dilelang Rp 735 Juta, Hanya Bawa Baju di Badan
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNSUMSEL.COM, TANGERANG - Kasus utang piutang tampaknya kembali memakan korban.
Hal itu dialami oleh seorang wanita dan keluarganya.
Warga Cipondoh, Kota Tangerang ini secara tiba-tiba dipaksa keluar dari rumahnya karena terjerat kasus pinjaman dana.
Adalah R yang sampai saat ini tidak bisa masuk ke rumahnya sendiri yang berada di Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang karena disambangi puluhan penagih utang.
Lebih parahnya lagi, rumah yang berlokasi di Jalan Ketapang Dongkal Nomo 23 RT 1 RW 3 Kelurahan Cipondoh Indah ini telah dilelang seharga Rp 735 Juta.
Padahal, rumah R ditaksir senilai Rp 3 miliar.
Pihak perusahaan pembiayaan PT Wannamas Multi Finance yang memberikan pinjaman kepada R mengusir secara paksa tanpa melewati jalur hukum.
Jalur hukum yang dimaksud harusnya melalui Pengadilan Negeri Tangerang Klas IA.
Diketahui, pengusiran yang dilakukan oleh 30 orang itu terjadi pada 6 Oktober 2021.
Saat dilakukan pengusiran paksa itu semua barang yang ada di dalam rumah dua lantai seluas 297 meter persegi tersebut tak sempat diambilnya.
Sehingga semua harta benda milik keluarga R masih berada di dalam rumah.
"Masih ada didalam rumah barang. Sertifikat, perhiasan, perabotan. Ada komputer, semuanya masih ada di dalam," ujar R, Senin (29/11/2021).
Saat keluar dari rumahnya, ia hanya membawa baju yang ia kenakan bersama seluruh keluarganya.
Mereka hanya histeris saat puluhan orang menggeruduk rumahnya lalu mengusir paksa.
"Enggak ada satu pun barang yang di bawa, hanya baju yang nempel di badan. Itu pintu gerbang sampai sekarang masih digembok rantai," papar R.
Lucunya, R mengaku sempat diancam untuk tak melibatkan pengadilan dan pengacara dalam permasalahan tersebut.
"Disarankan jangan gunakan pengacara dan minta bantuan pengadilan," sambungnya.
Enam tahun tinggal, kini R dan keluarga luntang-lantung mencari perlindungan.
R mengatakan kalau perabotan dan harta yang ada di dalam rumah sudah dikeluarkan oleh pihak perusahaan.
Namun, pihak perusahaan tak memberitahu lokasi barang-barang tersebut dipindahkan.
"Waktu ditinggal kamar dikunci dan kunci sama kita, dan mereka bisa masuk ke kamar dan tentunya kan dirusak pintu itu karena dalam keadaan terkunci," ujar R
"Katanya barang tersebut dipindahkan ke tetangga tapi kan kita kan enggak tahu di mana tempat persisnya," tambah dia.
Baca juga: Karena Utang Rp 40 Ribu, Penjual Es Kelapa Habisi Sopir Angkot di Padalarang, Fakta Lain Terungkap
Baca juga: Viral Penagih dari Bank Tongol (Keliling) vs Nasabah, Yang Punya Utang Ambil Celurit Enggan Ditagih
Sementara, Kuasa Hukum R, Darmon Sipahutar mengatakan, permasalahan ini bermula ketika R meminjam uang sebesar Rp 200 Juta pada 2016 lalu ke PT Wannamas Multi Finance dengan masa angsuran hingga 2018.
Lalu, R telah membayar angsuran sekira Rp 130 Juta namun macet di tengah jalan.
R sempat meminta relaksasi tapi tidak direspon oleh pihak perusahaan yang diketahui telah dibekukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Itu kita akui ada kamacetan, kemudian ibu ini berikan surat ke PT Wannamas untuk diberikan relaksasi terhadap hutang tapi tidak ada jawaban karena PT Wannamas sudah dua kali dibekukan oleh OJK karena dianggap bermasalah," jelas Darmon.
Ia mengungkapkan kalau Cessie atau piutang R itu dijual PT Wannamas Multi Finance kepada J Supriyanto.
Belakangan diketahui, J Supriyanto merupakan pemilik balai lelang swasta Griya Lestari.
Otomatis, rumah tersebut langsung dikuasai oleh J Supriyanto.
J Supriyanto kemudian melelang rumah tersebut di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Tangerang I.
Lelang tersebut pun kemudian dimenangkan oleh Rasmidi dengan nilai Rp 725 Juta.
"Padahal harga rumah itu sekitar Rp 3 miliar, padahal utang ibu ini hanya Rp 200 juta dan di dalam risalah lelang yang kami dapat itu nilainya hanya Rp 725 juta," tutur Darmon.
Kemudian, pengacara Rasmidi, Sopar J Napitupulu (SN) mendatangi rumah R pada pada 23 September lalu untuk memberitahukan kalau kediamannya itu sudah beralih ke kliennya melalui tahap lelang.
Kemudian, Sopar melakukan somasi pertama pada 27 September dan 2 Oktober 2021 agar R beserta keluarga segara mengosongkan dan meninggalkan rumah.
Sopar pun kembali lagi ke rumah R pada 6 Oktober 2021.
Namun, kedatangannya itu didampingi oleh puluhan orang yang berjumlah sekitar 30 untuk mengusir R.
"Ketika dilakukan pengusiran dimana SN ini datang dengan teman-temannya kurang lebih 30 orang," katanya.
R dan keluarganya pun ketakutan dan merasa terintimidasi.
Apalagi saat itu terdapat Bayi yang berusia lima bulan dan anak sembilan tahun.
R pun mengalah dan meninggalkan rumah tanpa sempat membawa harta bendanya.
"Karena takut ibu R ini minta perlindungan ke Polsek Cipondoh. Oleh Polsek Cipondoh karena perkara ini dianggap di bagian Harda (harta benda) kemudian Polsek tidak memberi kan perlindungan sebagaimana yang dimintakan," ujar Darmon.
"Diarahkan lah ibu ini ke Polres Metro Tangerang Kota, karena berdasarkan arahan kesana untuk minta perlindungan hukum namun itu tidak diberikan kemudian diarahkan ibu ini untuk buat laporan polisi," tambahnya.
Namun, saat membuat laporan pasalnya dibatasi.
Pasal yang disangkakan saat itu hanya 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Kemudian, R diminta oleh polisi di polres tersebut untuk membuat surat pernyataan untuk mengosongkan rumah dengan rentan waktu 14 hari.
"Ketika ibu ini kembali ke rumahnya dimana rumahnya sudah dalam keadaan gelap , lampu listrik sudah dipadamkan dan gerbang di gembok pakai rantai," kata Darmon
Darmon mengatakan perlakuan yang dilakukan tersebut tak sesuai dengan prosedur dan janggal.
Seharusnya, eksekusi tersebut dilakukan lewat jalur pengadilan.
"Patut diduga karena telah melakukan tindak pidana. Karena sepanjang pengetahuan kami, setiap lakukan eksekusi tidak boleh dilakukan di luar jalur pengadilan," tuturnya
"Tapi ini agak lucu dan aneh, mereka lakukan eksekusi diluar Jalur pengadilan. Kami anggap Ini adalah eksekusi premanisme," tambah Darmon.
Darmon menjelaskan apabila dilelang, KPKNL seharusnya membuat permohonan untuk eksekusi rumah tersebut ke Pengadilan Negeri Tangerang Klas 1.
Namun, hal itu tidak dilakukan dan eksekusi dilakukan sepihak oleh Sopar J Napitupulu.
"Mereka melakukan cara di luar prosedur hukum yang diatur. Mereka lakukan premanisme untuk melakukan pengosongan rumah itu," kata Darmon.
Kejanggalan berikutnya kata Darmon, Rasmidi yang diketahui beralamat di Kebayoran Baru RT 14 RW 9, Jakarta Selatan ternyata tidak tinggal di sana.
Hal itu juga disampaikan ketua RW setempat melalui surat pernyataan yang menyebutkan kalau Rasmidi tidak pernah tinggal di lokasi tersebut.
"Kami sudah datangi alamat Rasmidi ini dan Rasmidi ini tidak ada di alamatnya dan RW sudah membuat surat pernyataan bahwa tidak ada warga yang namanya Rasmidi," beber Darmon.
Kini R melaporkan kasus ini dengan sangkaan pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Lalu, Pasal 160, 406 dan 170 KUHP. Serta pasal 363 tentang pencurian.
"Yang saya sayangkan prosesnya hanya sebatas penyelidikan. Padahal saksi sudah kami ajukan dan bukti sudah Kami berikan," ungkap Darmon.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Wanita di Tangerang Digeruduk 30 Orang, Diusir Dari Rumahnya Tanpa Bawa Harta: Hanya Baju di Badan.