Berita Palembang
Dodi-Alex Tersandung Hukum Jelang HUT ke-57 Partai Golkar, Kata Pengamat, 'Refleksi Harus Berbenah'
Di usia partai Golkar ke 57 pada 20 Oktober nanti, akan jadi kado refleksi kepada Golkar Sumsel untuk berbenah
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Ditahan dan ditetapkan tersangka Ketua DPD I Golkar Sumsel Dodi Reza Alex Noerdin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (16/10/2021) karena terlibat kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) menjadi suatu keprihatinan bagi Partai Golkar di Sumsel ke depan. Apalagi partai berlambang Pohon Beringin ini akan berulang tahun ke 57 pada 20 Oktober mendatang.
Sebelumnya, pada Kamis (16/9/2021) atau sebulan sebelum penetapan Dodi Reza tersangka, penegak hukum juga telah menetapkan tersangka dan menahan tokoh Golkar Sumsel H Alex Noerdin yang tak lain adalah ayah dari Dodi Reza.
Alex Noerdin (mantan Gubernur dan mantan Ketua Golkar Sumsel) atas dugaan kasus korupsi gas di PDPDE dan proyek pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.
"Jelas, ini menjadi suatu keprihatinan dan jadi catatannya yang bersejarah, di usia partai Golkar ke 57 pada 20 Oktober nanti, akan jadi kado refleksi kepada Golkar Sumsel untuk berbenah, dalam menentukan figur ketua atau figur- figur poliriknya ke depan," kata pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Adrian Saptawan mengomentari pasca dua pentolan Golkar Sumsel tersandung korupsi, Senin (18/10/2021).
Dijelaskan Adryan, banyaknya kepala daerah atau mantan yang terjerat korupsi, menjadikan bangsa Indonesia tertinggal dengan negara lainnya, yang dimana negara lain tidak memikirkan lagu materi tetapi lebih cara membangun bangsanya lebih baik.
"Ini sudah era hati nurani pemerintah, kita itu dalam arti ilmu sudah tertinggal. Orang sudah berbicara hati nurani dan membangun bangsa tapi kita masih berbicara pada sasaran materi. Ini menunjukkan peradaban bangsa kita ini masih tertinggal dari bangsa lainnya dan itu faktanya," tuturnya.
Baca juga: Pesan Gubernur Herman Deru ke Pemkab Muba,Tak Ada Geng di Pemerintahan, Beni Pemegang Kepemimpinan
Dari catatannya, sejak awal Februari hingga Oktober 2021 ini, sudah ada sekitar 5 hingga 6 kepala daerah di Indonesia yang ditangkat penegak hukum, mulai dari Bupati Probolinggo, Kutai Timur hingga Muba. Dimana, ini sangat berkaitan dengan Pilkada.
"Sesuai fakta, ada hitungannya kepala daerah dimana cost politic berhubungan langsung dengan kepala daerah, jadi tidak bisa dibohongi lagi, perhitungan bahwa money politik sangat berkaitan dengan sistem pelaksanaan Pilkada di Indonesia, dengan kata lain sudah melekat," bebernya.
Selain itu diungkapkan Adryan, diperlukan juga refleksi sitem pemilu Indonesia saat ini, karena orang- orang yang ditangkap baik OTT atau tidak oleh penegak hukum merupakan kepala daerah, yang dari sisi ekonomi sudah berkecukapan dalam hal materi.
"Jadi mereka bukan tidak beruang, tapi tetap terlibat dalam transaksi uang, sehingga berhubungan dengan moral dan integritas kepemimpinan," tuturnya.
Hal kedua ditambahkan Ardyan, orang yang ditangkap sangat terkait sekali dengan profil dinasti, baik Kabupaten Probolinggo (suami dan istri), Sulawesi (anak dan ayah) serta Sumsel (ayah dan bapak). Artinya, pernyataan ahli jika orang menguasai kekuasaan maka cenderung menguasai sumber ekonomi "membeli". Sebab, jika sudah menguasai ekonomi, ia bisa memaksakan membeli kekuasaan.
"Jadi, sebaiknya Golkar untuk merumuskan ciri-ciri pemimpin masyarakat yang baik ke depan, siapa saja jadi kader baik di dewan dan kepala daerah kriteria perlu dipertimbangkan lagi permasalahan moralnya. Jangan terukang lagi, dan partai Golkar harus menggodok lagi khususnya dalam hal moral. Kalau parpol tidak punya sumber keungan besar, maka saat ini akan terukang lagi," tandasnya.
Perlu Orang bermoral
Mengenai sosok pengganti kedua tokoh Golkar Sumsel itu, ia menyakinkan pasti ada sosok yang tepat, dan ia pun tak menampik jika hampir semua parpol yang ada saat ini sudah terkontaminasi dengan uang, baik anggota dewan dan kepala daerah untuk mahar.
"Sebenarnya secara materi itu tidak bisa dihindari juga, karena parpol tidak punya mesin uang melainkan dari iuran anggotanya, sehingga terkadang terkena jebakan batman karena cost politik tinggi. Dari mana ia dapat sumber uang kalau tidak seperti itu (korupsi). Dan apa yang dilakukan anggota parpol dengan kerja ekstra yang dilakukan diluar batas- batas normal," pungkasnya.