Berita Kriminal

Aktivis Anti Korupsi Sebut Koruptor yang Dapat Remisi Meski Maling Uang Rakyat Sungguh Keterlaluan

Aktivis Anti Korupsi Sebut Koruptor yang Dapat Remisi Meski Maling Uang Rakyat Sungguh Keterlaluan

tribunsumsel.com/khoiril
Ilustrasi Koruptor 

TRIBUNSUMSEL.COM - Nasib koruptor di Indonesia sangat spesial. Meski sudah maling uang rakyat, hukuman mereka juga dipotong dengan alasan remisi.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa setiap narapidana memiliki hak mendapatkan remisi, termasuk koruptor, menunjukkan bahwa aparat penegak hukum tak lagi memiliki sense of crisis terhadap kasus korupsi.

“Praktik korupsi masih masih merajalela dan menjadi sumber utama penghambat kesejahteraan masyarakat,” kata Kurnia dalam keteranngan tertulis, Rabu (6/10/2021).

Menurut dia, MK juga tak memahami bahwa tindakan korupsi merupakan extraordinary crime yang membutuhkan perlakuan khusus agar pelakunya mendapatkan efek jera.

“Kalau seluruh terpidana tanpa terkecuali dapat dengan mudah mendapatkan remisi, bukankah itu merupakan pandangan yang menyamaratakan semua tindak pidana?,” ucapnya.

“Padahal putusan-putusan MK terdahulu tegas mengesahkan pembatasan hak untuk menerima remisi bagi pelaku kejahatan-kejahatan khusus seperti korupsi,” imbuh Kurnia.

Dikutip dari Kompas.id, dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa pemberian remisi menjadi otoritas penuh lembaga pemasyarakatan tanpa diintervensi oleh lembaga lain.

Dengan keputusan itu maka Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi kurang relevan.

Pasalnya, dalam Pasal 34A Ayat (1) dan (3) PP itu disebutkan bahwa narapidana tindak pidana khusus seperti terorisme, narkotika dan korupsi bisa mendapatkan remisi jika berstatus Justice Collaborator (JC).

Penetuan status JC itu diberikan oleh penegak hukum seperti KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Lebih lanjut, Kurnia menuturkan bahwa alasan MK dalam putusan ini keliru jika mengaitkan dengan masalah overcrowded yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Artikel ini telah tayang di Kompas

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved