Berita Nasional

Sunat Perempuan Dinilai Langgar HAM, Menteri Bintang Serius Cegah Sunat Terhadap Wanita

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan bahwa pemerintah serius berkomitmen mencegah terjadinya prakt

TRIBUN SUMSEL/SRI HIDAYATUN
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga (tengah) saat melakukan dialog Pemerhati Perempuan dan Anak di Hotel Arista, Kamis (10/6/2021). 

TRIBUNSUMSEL.COM - Seorang wanita yang disunat ternyata melanggar HAM.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan bahwa pemerintah serius berkomitmen mencegah terjadinya praktik perlukaan dan pemotongan genitalia perempuan (P2GP) atau sunat perempuan.

Bintang mengatakan, komitmen tersebut dilakukan untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017.

Terutama dalam menghapuskan semua praktik berbahaya seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan.

“Pemerintah secara serius berkomitmen mencegah terjadinya sunat perempuan (P2GP) di Indonesia," kata Bintang, dikutip dari siaran pers, Jumat (1/10/2021).

Bintang mengatakan, saat ini sunat perempuan masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Kasus tersebut bahkan beberapa kali disoroti oleh dunia internasional.

Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Kementerian Kesehatan 2013 menunjukkan, secara nasional 51,2 persen anak perempuan berusia 0-11 tahun mengalami praktik sunat perempuan.

Kelompok usia tertingginya sebesar 72,4 persen yaitu pada anak berusia 1-5 bulan.

"Sunat perempuan menjadi masalah yang sangat kompleks di Indonesia karena dilakukan berdasarkan nilai-nilai sosial secara turun-temurun," kata dia.

“Padahal, dengan berbagai dampak yang merugikan perempuan dan manfaat yang belum terbukti secara ilmiah, sunat perempuan merupakan salah satu ancaman terhadap kesehatan reproduksi, serta salah satu bentuk kekerasan berbasis gender," kata dia.

Tidak hanya itu, sunat perempuan juga dinilai merupakan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). 

Adapun dalam melaksanakan komitmen tersebut, kata Bintang, pihaknya bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan menyosialisasikan roadmap dan menyusun rencana aksi pencegahan P2GP hingga tahun 2030.

Berbagai strategi yang akan dilakukan tersebut meliputi pendataan, pendidikan publik, advokasi kebijakan, dan koordinasi antar pemangku kepentingan.

Bintang juga menegaskan, sinergi seluruh pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, media massa, dan unsur lainnya dalam memberikan pemahaman masyarakat merupakan kunci mencegah praktik sunat perempuan di Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Kompas

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved