Perempuan Dalam Islam

Bolehkah Wanita Dalam Masa Iddah Keluar Rumah untuk Keperluan Tertentu, Ini Penjelasan Imam Mazhab

Blehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah untuk keperluan tertentu. Untuk menjawab hal ini maka ini penjelasan sesuai penjelasan imam mazhab.

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
tribunsumsel.com/khoiril
ilustrasi Bolehkah Wanita Dalam Masa Iddah Keluar Rumah. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Banyak pernikahan yang berakhir dengan perceraian baik cerai hidup karena talak atau cerai mati karena wafatnya suami. Setelahnya perempuan memasuki masa iddah. Terkadang iddah dipahami secara sederhana sebagai masa bagi seorang istri untuk berdiam diri di rumah.

Apa sebenarnya pengertian iddah, bolehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah untuk keperluan tertentu. Untuk menjawab hal ini maka ini penjelasan sesuai hukum syariat Islam berdasarkan imam mazhab.

Kepala KUA Kertak H Saubari MPd dalam tulisannya di kalsel.kemenag.go.id menjelaskan iddah secara kebahasaan berasal dari kata ‘addat’ artinya bilangan yaitu masa ketika seorang istri yang telah dicerai atau yang suaminya meninggal dunia, menghitung hari-hari dan masa sucinya.

Secara istilah, masa iddah adalah masa menunggu bagi seorang janda untuk tidak melangsungkan pernikahan dengan bilangan waktu yang bereda-beda, sesuai sebab kejandaannya.

Iddah sudah dikenal sejak zaman jahiliyyah dan termasuk yang dilestarikan Islam karena baik dan bermanfaat. Para ulama sepakat iddah itu wajib berdasarkan Alquran dan Hadits.

Macam-macam Iddah dan Berapa Lama Massa Iddah 

Ada empat macam iddah yakni:

Pertama, iddah wanita yang masih mengalami haid selama tiga kali suci”.
(QS Albaqarah (2) : 228)

"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka [para suami] itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." 

Kedua, iddah janda yang monopouse, tidak haid lagi atau haidnya tidak normal adalah tiga bulan.
(QS. At Talak (65): 4).

"Dan perempuan-perempuan yang tidak haidh lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu [tentang masa idahnya] maka idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haidh. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."

Ketiga, ‘iddah janda mati suami selama empat bulan sepuluh hari.
(QS. Al Baqarah (2): 234).

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri [hendaklah para isteri itu] menangguhkan dirinya [ber’iddah] empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu [para wali] membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."

Keempat, ‘iddah wanita hamil sampai ia melahirkan
(QS. At Talak : 4).

"Dan perempuan-perempuan yang tidak haidh lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu [tentang masa idahnya] maka idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haidh. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."

Baca juga: Bolehkah Perempuan Minta Cerai Menurut Islam, Apa Hukum dan Alasan, Ini Dalil Alquran dan Hadist

Tujuan Iddah

Iddah antara lain bertujuan memberi kesempatan bagi masing-masing pasangan agar rekonsiliasi (dalam kasus talak raj’i atau talak satu dan dua), meringankan beban ekonomi perempuan yang dicerai.

Iddah juga bertujuan berkabung atas kematian suami. Selain itu untuk mengetahui kebersihan rahim sang istri baik yang ditalak atau atas kematian suami.

Hukum Wanita Keluar Rumah pada Masa Iddah

Disarikan Ustadz H Nadjib Hamid MSi, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim dalam laman pwmu.co menjelaskan para ulama berbeda pendapat mengenai wanita yang keluar rumah pada masa iddah.

Ulama Hanafiyah menyatakan tidak membolehkan istri yang ditalak raj’i (tidak berlaku bagi isteri yang ditalak ba’in) keluar dari rumahnya, baik pada waktu siang hari maupun malam hari.

Pendapat tersebut didasarkan pada dhahir nash Alquran surat Albaqarah 234. Ada juga hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Tirmidzi  Rasulullah pernah berpesan kepada seorang wanita yang ditinggal mati suami:

Dilaporkan oleh Al-Furai’ah binti Malik bin Sinan yang merupakan saudari Abu Sa’id Al Kudri dia berkata:

أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْأَلُهُ أَنْ تَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهَا فِي بَنِي خُدْرَةَ فَإِنَّ زَوْجَهَا خَرَجَ فِي طَلَبِ أَعْبُدٍ لَهُ أَبَقُوا حَتَّى إِذَا كَانُوا بِطَرَفِ الْقَدُومِ لَحِقَهُمْ فَقَتَلُوهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي فَإِنِّي لَمْ يَتْرُكْنِي فِي مَسْكَنٍ يَمْلِكُهُ وَلَا نَفَقَةٍ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ قَالَتْ فَخَرَجْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي الْحُجْرَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ دَعَانِي أَوْ أَمَرَ بِي فَدُعِيتُ لَهُ فَقَالَ كَيْفَ قُلْتِ فَرَدَدْتُ عَلَيْهِ الْقِصَّةَ الَّتِي ذَكَرْتُ مِنْ شَأْنِ زَوْجِي قَالَتْ فَقَالَ امْكُثِي فِي بَيْتِكِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ قَالَتْ فَاعْتَدَدْتُ فِيهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Bahwa ia datang kepada Rasul saw meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada keluarganya di antara Bani Khudrah, karena suaminya keluar mencari beberapa budaknya yang melarikan diri hingga setelah mereka berada di Tharaf Al Qadum ia bertemu dengan mereka lalu mereka membunuhnya. Dia berkata, “Maka aku meminta izin kepada Rasul saw untuk kembali kepada keluargaku, karena ia (suami) tidak meninggalkan rumah dan harta untukku.” Ia berkata, “Kemudian aku keluar hingga setelah sampai di sebuah ruangan atau di masjid, beliau memanggilku dan memerintahkan agar aku datang. Kemudian beliau bertanya: “Apa yang tadi engkau katakan?” Kemudian aku kembali menyebutkan kisah yang telah saya sebutkan tadi, mengenai keadaan suamiku. Maka beliau bersabda, “Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa ‘iddahmu.” Ia berkata, “Maka aku ber’iddah di tempat tersebut selama empat bulan sepuluh hari”. (at-Turmudzi: 1125)

Juga sebuah riwayat dari Ummu ‘Athiah:

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلَا نَكْتَحِلَ وَلَا نَتَطَيَّبَ وَلَا نَلْبَسَ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ وَكُنَّا نُنْهَى عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ

“Kami dilarang berkabung atas kematian di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu dia tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab (yang diwarnai dari tumbuhan). Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang mengantar jenazah”. (Hr. Muslim: 2739)

Sementara ulama Malikiyah dan Hanabilah membolehkannya keluar rumah karena adanya uzur atau kepentingan. Perempuan yang dalam masa iddah boleh keluar rumah untuk kerja. Yang penting tidak berhias secara berlebihan.

Ditambahkan, ketika isteri ditinggal wafat suami, selain ada iddah juga ada ihdad yakni masa berkabung. Saat ihdad perempuan tidak berhias dan tidak keluar rumah kecuali darurat seperti berobat, kerja, dan sebagainya.

Dari pembahasan ini maka menjawab bolehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah untuk keperluan tertentu maka jawabannya adalah dibolehkan wanita keluar rumah di massa iddah termasuk untuk bekerja atau mengurus keperluan lainnya misal administrasi bagi suami yang meninggal. Asalkan memang perempuan tersebut memperhatikan asas kepatutan dan tidak berpenampilan secara berlebihan. Alasan pembatasan untuk tidak keluar rumah dan merias diri secara berlebihan bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah, adalah dalam rangka menjaga privasinya, supaya terhindar dari segala fitnah.

Itu tadi pembahasan mengenai bolehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah untuk keperluan tertentu, ini penjelasan imam 4 mazhab. Semoga informasi ini bisa bermanfaat. Wallaahu a'lam bishshowab.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved