Perempuan Dalam Islam

Bolehkah Wanita Dalam Masa Iddah Keluar Rumah untuk Keperluan Tertentu, Ini Penjelasan Imam Mazhab

Blehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah untuk keperluan tertentu. Untuk menjawab hal ini maka ini penjelasan sesuai penjelasan imam mazhab.

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
tribunsumsel.com/khoiril
ilustrasi Bolehkah Wanita Dalam Masa Iddah Keluar Rumah. 

Tujuan Iddah

Iddah antara lain bertujuan memberi kesempatan bagi masing-masing pasangan agar rekonsiliasi (dalam kasus talak raj’i atau talak satu dan dua), meringankan beban ekonomi perempuan yang dicerai.

Iddah juga bertujuan berkabung atas kematian suami. Selain itu untuk mengetahui kebersihan rahim sang istri baik yang ditalak atau atas kematian suami.

Hukum Wanita Keluar Rumah pada Masa Iddah

Disarikan Ustadz H Nadjib Hamid MSi, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim dalam laman pwmu.co menjelaskan para ulama berbeda pendapat mengenai wanita yang keluar rumah pada masa iddah.

Ulama Hanafiyah menyatakan tidak membolehkan istri yang ditalak raj’i (tidak berlaku bagi isteri yang ditalak ba’in) keluar dari rumahnya, baik pada waktu siang hari maupun malam hari.

Pendapat tersebut didasarkan pada dhahir nash Alquran surat Albaqarah 234. Ada juga hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Tirmidzi  Rasulullah pernah berpesan kepada seorang wanita yang ditinggal mati suami:

Dilaporkan oleh Al-Furai’ah binti Malik bin Sinan yang merupakan saudari Abu Sa’id Al Kudri dia berkata:

أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْأَلُهُ أَنْ تَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهَا فِي بَنِي خُدْرَةَ فَإِنَّ زَوْجَهَا خَرَجَ فِي طَلَبِ أَعْبُدٍ لَهُ أَبَقُوا حَتَّى إِذَا كَانُوا بِطَرَفِ الْقَدُومِ لَحِقَهُمْ فَقَتَلُوهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي فَإِنِّي لَمْ يَتْرُكْنِي فِي مَسْكَنٍ يَمْلِكُهُ وَلَا نَفَقَةٍ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ قَالَتْ فَخَرَجْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي الْحُجْرَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ دَعَانِي أَوْ أَمَرَ بِي فَدُعِيتُ لَهُ فَقَالَ كَيْفَ قُلْتِ فَرَدَدْتُ عَلَيْهِ الْقِصَّةَ الَّتِي ذَكَرْتُ مِنْ شَأْنِ زَوْجِي قَالَتْ فَقَالَ امْكُثِي فِي بَيْتِكِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ قَالَتْ فَاعْتَدَدْتُ فِيهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Bahwa ia datang kepada Rasul saw meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada keluarganya di antara Bani Khudrah, karena suaminya keluar mencari beberapa budaknya yang melarikan diri hingga setelah mereka berada di Tharaf Al Qadum ia bertemu dengan mereka lalu mereka membunuhnya. Dia berkata, “Maka aku meminta izin kepada Rasul saw untuk kembali kepada keluargaku, karena ia (suami) tidak meninggalkan rumah dan harta untukku.” Ia berkata, “Kemudian aku keluar hingga setelah sampai di sebuah ruangan atau di masjid, beliau memanggilku dan memerintahkan agar aku datang. Kemudian beliau bertanya: “Apa yang tadi engkau katakan?” Kemudian aku kembali menyebutkan kisah yang telah saya sebutkan tadi, mengenai keadaan suamiku. Maka beliau bersabda, “Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa ‘iddahmu.” Ia berkata, “Maka aku ber’iddah di tempat tersebut selama empat bulan sepuluh hari”. (at-Turmudzi: 1125)

Juga sebuah riwayat dari Ummu ‘Athiah:

كُنَّا نُنْهَى أَنْ نُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلَا نَكْتَحِلَ وَلَا نَتَطَيَّبَ وَلَا نَلْبَسَ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ وَكُنَّا نُنْهَى عَنْ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ

“Kami dilarang berkabung atas kematian di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu dia tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab (yang diwarnai dari tumbuhan). Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi. Dan kami juga dilarang mengantar jenazah”. (Hr. Muslim: 2739)

Sementara ulama Malikiyah dan Hanabilah membolehkannya keluar rumah karena adanya uzur atau kepentingan. Perempuan yang dalam masa iddah boleh keluar rumah untuk kerja. Yang penting tidak berhias secara berlebihan.

Ditambahkan, ketika isteri ditinggal wafat suami, selain ada iddah juga ada ihdad yakni masa berkabung. Saat ihdad perempuan tidak berhias dan tidak keluar rumah kecuali darurat seperti berobat, kerja, dan sebagainya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved