Berita Palembang

Tingkat Kecemasan Meningkat di Masa Pandemi, Tak Melulu Berarti Buruk, Ini Penjelasan Dokter Jiwa

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RS Bukit Asam Medika Muara Enim dr Ervana Ikha Yusnita, SpKJ mengatakan cemas sesuatu respon yang normal bagi manusia.

Penulis: Sri Hidayatun | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/SRI HIDAYATUN
Tangkap layar Sumsel Virtual Fest bertemakan Mengatasi Kecemasan di Era Pandemi Covid-19, Rabu (25/8/2021). 

TRIBUNSUMSEL.COM.PALEMBANG - Di masa pandemi covid-19 rasa cemas menjadi salah satu hal yang muncul di tengah manusia. Apalagi tingkat kecemasan bagi pasien covid-19 malah semakin meningkat di tengah pandemi ini.

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RS Bukit Asam Medika Muara Enim, dr Ervana Ikha Yusnita, SpKJ mengatakan cemas merupakan sesuatu respon yang normal bagi manusia.

"Orang yang cemas bukan berarti gak bagus tapi seseorang yang cemas itu sebenarnya sifst optimis dan memiliki pandangan yang kedepan," jelas dr Ervana dalam acara Sumsel Virtual Fest dengan tema "Mengatasi Kecemasan di Era Pandemi Covid-19", Rabu (25/8/2021).

Namun, rasa cemas akan menjadi tidak baik kalau dia menjadi cemas yang berlebihan sehingga menggangu kesehatan atau mental jiwanya.

Kata dr RS Bukit Asam Medika ini, ditengah pandemi saat ini malah kasus kejiwaan meningkat terutama di Muaraenim.

"Untuk kasus kejiwaan memang sejak pandemi ini meningkat. Dan biasanya pasien covid mengalami kecemasan yang jauh lebih banyak dan mengalami ganguan tidur," ujar dia.

Bahkan bukan bagi warga isoman saja tapi juga pasien yang rawat inap karena covid-19 mengalami ganguan kecemasan yang cukup tinggi.

"Makanya saya juga banyak menerima pasien di RS BAM ini yang covid yang direkomendasikan juga ke bagian kejiwaan karena saat mereka sakit juga berpengaruh kepada kejiwaan mereka," tutur dr Ervana.

Tak hanya itu, lanjut dr Ervana dinamika masyarakat di muara enim pola hidup cukup bervariasi. Sehingga banyak pasien yang selama ini ia tangani mulai dari ringan hingga berat ganguan jiwanya.

"Macam-macam misalnya anak-anak usia 10 tahunan sudah berfikir bunuh diri atau paling sering penggunaan zat dibawah 15 tahun," cerita dia.

Kata dia, kasus cemas ini sebenarnya banyak ditemukan di sekitar kita namun banyaknya stigma negatif masyarakat untuk datang ke dokter spesialis kejiwaan dianggap negatif sehingga banyak kasus orang jadinya mengalami ganguan jiwa berat sampai bunuh diri.

"Banyak yang malu ke dokter jiwa ada stigma negatif dan ini sesuatu yang dianggap tabu dan buruk, padahal kalau mengenali kondis jiwa akan lebih cepat penyembuhannya,"tegas dia.

Karena itu, kata dia kita pun juga harus dapat mengenali tingkat kecemasan yang ada di diri kita. Kalau cemas sampai menggangu aktivitas kita, pikiran kita sebaiknya cepat dikonsultasikan ke dokter.

"Kita tahu dulu definisi kesehatan jiwa atau mental yang baik yakni bahwa jika jiwa kita berfungsi dengan baik. Misal saat ini kita WFH kita bahagia kita melakukan WFH itu, aktivitas baik, gak cemas. Namun sebaliknya jika mengalami kecemasan itu dapat dilihat dari seseorang itu saat stres, gak bsa tidur , gelisah, cemas, depresi, gak semangat, bisa lakukan konsultasi ke dokter spesialis jiwa," beber dia.

Lanjut dia, untuk itu langkah awal mengatasi masalah kejiwaan yakni harus berfikir positif. "Kita harus tanamkan positif thinking walaupun di tengah pandemi kita sudah jaga prokes, kita pikirkan baik-baik saja. Kalau memang akhirnya kena positif saja mungkin sudah takdirnya," jelas dia.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved