Perempuan Dalam Islam

Fatwa MUI, Bolehkah Perempuan Jadi Imam Shalat Sesama Perempuan, Lengkap Dalil Alquran dan Hadist

Fatwa MUI, Bolehkan Perempuan Jadi Imam Shalat Sesama Perempuan, Lengkap Dalil Alquran dan Hadist, ditandatangi Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatw

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
tribunsumsel.com/khoiril
Ilustrasi perempuan jadi imam shalat sesama perempuan. Fatwa MUI, Bolehkan Perempuan  menjadi Imam Shalat bagi Perempuan, Lengkap Dalil Alquran dan Hadist, ditandatangi oleh Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa kala itu. Sebagai Ketua adalah KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Drs H Hasanuddin, M.Ag 

TRIBUNSUMSEL.COM - Shalat adalah salah satu dari rukun Islam, yang dilaksanakan lima kali dalam sehari semalam.

Shalat berjemaah adalah shalat dikerjakan apabila dua orang atau lebih salat bersama-sama dan salah seorang dari mereka berada di depan sebagai panutan atau pemimpin (imam) dan yang lain berada di belakang (makmum).

Untuk menjadi seorang imam disyaratkan harus melebihi dari pada makmumnya, baik dalam hal qiraat/bacaan, keahlian dalam pengetahuan agama serta dalam penghayatan kepribadian dan pengalaman agama.

Dalam realitasnya, imam shalat jemaah yang jemaahnya terdiri dari lelaki dan perempuan maka imamnya adalah adalah laki-laki. Sedangkan perempuan hanya mengimami shalat pada kaumnya sendiri sesama perempuan.

Lantas seperti apakah hukum perempuan menjadi imam shalat berjemaah. Bolehkah perempuan jadi imam shalat sesama perempuan, lengkap dalil Alquran dan hadist. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M mengeluarkan fatwa wanita menjadi imam shalat berjemaah yang di antara makmumnya terdapat orang laki-laki hukumnya haram dan tidak sah.

Sedangkan wanita menjadi imam shalat berjemaah yang makmumnya wanita, hukumnya mubah.

Penetapan tentang Fatwa MUI, Bolehkan Perempuan  Jadi Imam Shalat Sesama Perempuan, Lengkap Dalil Alquran dan Hadist, ditandatangi oleh Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa kala itu. Sebagai Ketua adalah KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Drs H Hasanuddin, M.Ag.

Dasar penetapan fatwa itu adalah

  • 1.   Firman Allah SWT, antara lain:
Alquran QS. An-Nisa [4]: 34).
Alquran QS. An-Nisa [4]: 34). (TANGKAP LAYAR)

Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)… (QS. al-Nisa [4]: 34).

  • 2.   Hadis-hadis Nabi SAW, antara lain:
Hadist Riwayat Abu Dawud dan Hakim tentang perempuan imam di rumah.
Hadist Riwayat Abu Dawud dan Hakim tentang perempuan imam di rumah. (TANGKAP LAYAR)

Rasulullah memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam bagi penghuni rumahnya (HR. Abu Dawud dan al-Hakim).

Hadist Riwayat Daruqutni tentang imam bagi perempuan penghuni rumah.
Hadist Riwayat Daruqutni tentang imam bagi perempuan penghuni rumah. (TANGKAP LAYAR)

Rasulullah memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam bagi kaum perempuan penghuni rumahnya. (HR. Daraquthni)

Hadist Riwayat Ibnu Majah tentang perempuan jangan menjadi imam bagi lelaki.
Hadist Riwayat Ibnu Majah tentang perempuan jangan menjadi imam bagi lelaki. (TANGKAP LAYAR)

Rasulullah bersabda: “Janganlah seorang perempuan menjadi imam bagi laki-laki” (HR. Ibnu Majah)

Hadis Riwayat Muslim tentang cara makmum mengingatkan imam yang mengalami kekeliruan.
Hadis Riwayat Muslim tentang cara makmum mengingatkan imam yang mengalami kekeliruan. (TANGKAP LAYAR)

Rasulullah bersabda: “(Cara makmum mengingatkan imam yang mengalami kekeliruan adalah dengan) membaca tasbih bagi makmum laki-laki dan bertepuk tangan bagi makmum perempuan” (HR. Muslim)

Hadist Riwayat Bukhari tentang posisi shaf lelaki dan perempuan dalam shalat.
Hadist Riwayat Bukhari tentang posisi shaf lelaki dan perempuan dalam shalat. (TANGKAP LAYAR)

Rasulullah bersabda: “Saf (barisan dalam salat berjamaah) terbaik untuk lakil-laki adalah saf pertama (depan) dan saf terburuk bagi mereka adalah saf terakhir (belakang); sedangkan saf terbaik untuk perempuan adalah saf terakhir (belakang) dan saf terburuk bagi mereka adalah saf pertama (depan)”. (HR Al-Bukhari)

Hadist Riwayat Muslim tentang hal mengganggu salat.
Hadist Riwayat Muslim tentang hal mengganggu salat. (TANGKAP LAYAR)

Rasulullah bersabda: “Salat dapat terganggu oleh perempuan, anjing dan himar” (HR. Muslim)

Hadist Riwayat Bukhari tentang shalat terbaik bagi perempuan adalah di dalam kamar.
Hadist Riwayat Bukhari tentang shalat terbaik bagi perempuan adalah di dalam kamar. (TANGKAP LAYAR)

Rasulullah bersabda: “(Melaksanakan) salat yang paling baik bagi perempuan adalah di dalam kamar rumahnya” (HR. al-Bukhari)

3. Ijma’ shahabat

Ijma' atau kesepakatan dari shahabat adalah bahwa di kalangan mereka tidak pernah ada wanita yang menjadi imam shalat di mana di antara makmumnya adalah laki-laki.

Para shahabat juga berijma’ bahwa wanita boleh menjadi imam shalat berjemaah yang makmumnya hanya wanita, seperti yang dilakukan oleh A’isyah dan Ummu Salamah r.a. (Tuhfah al-Ahwazi li-al- Mubarakfuri).

4. Qa’idah fiqh:

“Hukum asal dalam masalah ibadah adalah tauqif dan ittiba’ (mengikuti petunjuk dan contoh dari Nabi).”

Ketetapan itu juga memperhatikan Pendapat para ulama dalam kitab al-Umm li-al-Syafi’i, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab li-al-Nawawi, dan al-Mughni li-Ibn Qudamah. Serta kenyataan sepanjang masa sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak diketahui adanya  shalat jemaah dimana imamnya wanita dan makmumnya.

Posisi Imam Perempuan Dalam Shalat

Dalam melaksanakan shalat secara berjamaah, seringkali melihat ada perbedaan dalam pelaksanaan shalat berjamaah yang dilakukan kaum perempuan. Posisi imam perempuan, ada yang berada sejajar dengan makmum, ada pula yang di depan makmum. Lalu, bagaimana posisi imam perempuan yang benar?

Mengenai posisi imam perempuan, ada yang berpendapat bahwa imam perempuan mesti berada di tengah-tengah makmum, sejajar dengan mereka. Sementara ada yang berpendapat bahwa imam perempuan sama saja dengan imam laki-laki berdiri di depan makmum.

Hal ini berdasarkan dua hadis sebagai berikut,

Dari Ummu Waraqah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Telah memerintah Rasulullah kepadanya (Ummu Waraqah) mengimami penghuni rumahnya (perempuan),” (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad)

“Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pernah mengimami perempuan, dan ia berdiri bersama mereka dalam satu shof,” (Fiqih Sunah, Sayid Sabiq, 1: 113).

  • Posisi Sejajar

Pendapat pertama, pendapat yang mengatakan bahwa sejajar. Dibolehkan bagi seorang perempuan mengimami jamaah kaum perempuan. Sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari Ummu Waraqah binti Abdullah Bin Al-Harits Al-Anshari dan ia pernah ikut mengumpulkan Al-Quran. Dan Nabi SAW pernah memerintahkan kepadanya untuk mengimami shalat keluarganya (kaum wanita), ia mempunyai tukang adzan dan ia menjadi imam di rumahnya.”

Jika seorang perempuan mengimami shalat jamaah kaum perempuan maka ia berdiri di tengah-tengah shaf pertama dari mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dan Al-Baihaqi bahwa Aisyah dan Umu Salamah pernah mengimami kaum perempuan dan mereka berdua berdiri di tengah-tengah mereka.

Demikian juga disebutkan dalam fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz, “Dan imam perempuan mereka (para perempuan) berdiri di tengah-tengah mereka pada shaf yang pertama,” (Majmu Fatawa Bin Baz, 12: 77).

  • Di depan Makmum

Pendapat kedua, imam laki-laki dan perempuan mempunyai ketentuan yang sama, yaitu berdiri di depan makmum. Kecuali bila makmumnya hanya satu orang, maka makmumnya berdiri di sebelah kanan imam, sejajar.

Adapun arti kata “shaf” ialah garis. Umpamanya, bereskan shaf kalian, bereskan garis kamu. Jadi jika ada keterangan berdiri di tengah-tengah mereka dalam shof, tidak berarti imam sejajar.

Ibnu Hazim dalam al Muhalla (4: 220) menjelaskan kata-kata “al-shaf” ini. “Sama sekali tidak mengetahui (mendapatkan) keterangan (hujjah) untuk melarang perempuan bediri di depan, dan hukumnya menurut pendapat saya, ia berdiri di depan makmum perempuan.”

Dalam kitab Subulus Salam diterangkan, “Apabila mereka (perempuan) shalat dan imamnya perempuan, maka shaf mereka seperti laki-laki (imamnya laki-laki), yaitu shaf-shaf yang paling utama adalah shaf pertama.”

Imam Syafi’i menyuruh supaya imam perempuan sejajar dengan shaf pertama. Namun Imam Syaifi’i sendiri menjelaskan dalam Al-Um 1: 145 (kitab pokok Imam Syafi’i), “Apabila seorang perempuan (imam) berdiri di depan perempuan (makmum), maka shalatnya (imam) dan yang di belakangnya (makmum) sah (memadai).”

Dalam hadis riwayat Abu Daud, Rasulullah SAW memerintahkan, “Washshitu Imama (Tempatkanlah imam di tengah-tengah).” Perintah tersebut tidak berarti bahwa imam laki-laki dan perempuan di tengah-tengah sejajar dengan makmum. Tetapi, Muqobilun Li Wasthi Ash-Shofi (searah dengan tengah-tengah shaf makmum. (Lihat, Bustanu al-Akhbar, 1: 254, Risalah Wanita, hal. 78-81).

Jadi, tak ada keterangan khusus yang menunjukkan bahwa seorang imam perempuan berada dalam posisi sejajar ataukah di depan makmum. Setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing. Dan setiap pendapat terdapat sumber yang shahih untuk dijadikan rujukan. Maka, mau sejajar atau di depan makmum, maka kembali lagi kepada keyakinan diri kita. Wallahu a'lam bishawab.

Baca juga: Bolehkah Perempuan Ikut Shalat Jenazah, Ini Penjelasan Lengkap Sesuai Hukum Syariat Islam

Baca berita lainnya langsung dari google news.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved