Berita Corona
Mengintip Sejumlah Warga di Blitar Lakukan Ritual yang Dipercaya Bisa Usir Covid-19
Ritual warga Blitar yang dipercaya bisa usir Covid-19. Dari buat perapian hingga bakar garam
TRIBUNSUMSEL.COM - Ada cara tak biasa dilakukan oleh warga Blitar untuk mengusir Covid-19.
Ritual ini dipercaya mereka bisa mengusir virus corona.
Warga Kabupaten Blitar ini yang belakangan rajin membuat bediang atau perapian di depan rumah masing-masing.
Pemandangan itu dapat terlihat saat melintas di Dusun Ngadirejo Lor, Desa Genengan, Kecamatan Doko, Kamis (5/8/2021) malam.
Terlihat hampir di depan setiap rumah warga, ada perapian dari semak, kayu atau sabut kelapa yang dikelilingi beberapa orang, setiap lepas shalat Maghrib.
Seorang sesepuh dusun bernama Sujianto (62) mengungkapkan perapian itu dibuat sebagai salah satu ikhtiar memerangi Covid-19.
Makanya disebut bediang Corona dan ditaburi garam krosok.
"Leluhur kita sudah meninggalkan ritual yang ampuh. Misalnya untuk melawan pagebluk ya harus dibakarkan garam. Makhluk halus yang membawa pagebluk ini, akan kabur ketakutan," ujar Mbah Suji, sapaannya, sambil berjongkok melingkari perapian bersama keluarganya.
Ritual yang dilakukan memang cukup sederhana.
Caranya warga membuat perapian dan setelah api lumayan besar lalu ditaburi garam krosok.

Garam krosok adalah garam yang asli dari laut yang belum terkontaminasi dengan apapun atau belum diolah pabrik.
Dengan begitu, garam akan ikut terbakar dan menguap ke udara.
Warga meyakini bahwa uap dari garam yang terbakar akan menyebar terbawa angin dan menetralisir virus atau penyakit di udara.
Setiap habis magrib, Sujianto bersama keluarganya melakukan kebiasaan seperti itu.
Sujianto menyebut, ritual itu adalah kebiasaan kakek moyang itu.
Bahkan sesudah Magrib, warga di desa itu juga berrkumpul di halaman rumahnya lalu membakar sesuatu untuk menjadi perapian.
Garam krosok pun disebar agar terbakar.
Kebiasaan Sujianto ternyata sudah menyebar ke mana-mana.
Mbah Suji tidak menyebut diawali siapa atau dari daerah mana, namun tradisi keluarganya itu sekarang sudah banyak yang mengikuti.
"Alhamdulillah, keluarga kami aman dari pagebluk. Ini cara turun-temurun dari leluhur kami, kalau ada pagebluk disuruh membakarkan garam krosok," ujar kakek dua cucu ini.
Meski cara seperti itu sulit dijelaskan korelasinya dengan pengusiran pandemi Covid-19, namun konon makhluk halus takut dengan api meski berasal dari zat yang sama. Sebab mereka juga takut dengan api neraka.
Diyakini makhlus jahat itu munculnya juga setiap petang atau menjelang magrib bertepatan terbenamnya matahari.
"Makanya saat datang, kita disambut dengan perapian di depan rumah sehingga (penyakit) tidak berani mendekat. Selain itu, tubuh jadi hangat dan berkeringat sehat sehingga pagebluk tak berani masuk ke tubuh kita. Dan Alhamdulillah, keluarga kami aman dari pagebluk ini," papar Mbah Suji.
Sementara itu, tetangga Mbah Suji, Herwanto (52) juga ikut membuat perapian.
Selain membuat perapian dengan diberi garam krosok seperti warga lainnya, ia masih juga menyebarkan garam ke sekeliling rumahnya setiap malam.
"Kami meniru mbah-mbah kami, kalau dulu ada pagebluk seperti ini, mereka menaburkan garam di sekeliling rumah. Alhamdulillah, keluarga kami juga sehat semua," ujar Herwanto.
Bahkan ada satu desa, di Kecamatan Doko yang warganya diwajibkan membuat perapian sehabis Maghrib.
Harapannya, agar warga sedesa tak ada yang terkena Corona. Ternyata semua warga desa itu tak ada yang terpapar.
Maka anda jangan kaget bila melewati Malang atau Blitar sehabis maghrib di depan setiap rumah terlihat banyak perapian menyala-nyala.
Namun yang membedakan saat ini, perapian itu dilempari garam krosok sehingga disebut Bediang Corona.
Mbah Suji menambahkan kalau zaman sekarang manusia menciptakan vaksin sebagai penangkal Covid-19.
Ia menyebut bahwa vaksin itu adalah metafora atau kiasan dari senjata pusaka oleh orang zaman dulu.
"Makanya, untuk mengusir pagebluk (Corona) ini, kita harus membikin pusaka sendiri (vaksin), yang menjadi perlambang seperti keris Kiai Sengkelat. Entah apa bentuknya pusaka itu, para ahli medis yang lebih tahu," pungkasnya