HUT Tribun Sumsel

HUT Tribun Sumsel : Break The Limit With Positive Energy, Verifikasi dan Era Infodemi

Tribun Sumsel memilih tidak mau tergoda dengan hal itu. Konten harus tetap menarik. Namun harus pakai keyword sudah terverifikasi

Penulis: Weni Ramdiastuti | Editor: Wawan Perdana
Tribunsumsel.com
Kepala Nesroom/Pemred/Penanggungjawab Tribun Sumsel-Sriwijaya Post, Hj L Weny Ramdiastuti (tengah) bersama manajer, editor dan redaktur Tribun Sumsel. 

Hj L Weny Ramdiastuti
Kepala Nesroom/Pemred/Penanggungjawab Tribun Sumsel-Sriwijaya Post

HARI ini Tribun Sumsel memperingati hari jadi yang kesembilan. Sebuah angka yang diyakini membawa keberuntungan. Memang harus diakui dan disyukuri keberadaan Tribun Sumsel sejak awal membawa nuansa berbeda bagi dunia industri media di Sumatera Selatan.

Pada awal terbit, Tribun Sumsel diniatkan sebagai brand baru media massa mainstream. Tampil dengan perwajahan khas Tribun yang menarik. Juga berita-berita eksklusif yang menjadi buah bibir masyarakat. Dan pada akhirnya bisa memengaruhi pemangku kepentingan di Sumatera Selatan.

Tujuannya tentu untuk kemashalatan publik. Atau bisa disebut memengaruhi hajat hidup orang banyak. Ada banyak contoh berita eksklusif tersebut. Berita eksklusif dimaksudkan sebagai sikap skeptis dan kritis atas sebuah kebijakan publik. Digarap dengan konsep khas jurnalistik Tribun yang menarik dan penting. Dan disampaikan pada semua platform (cetak, online, media sosial).

Tidak semua berita eksklusif dapat berdampak. Banyak penyebabnya. Salah satunya bila lembaga pemangku kepentingan tidak merespon sama sekali). Tidak jadi masalah buat kami. Karena tugas media adalah memotret fakta, fenomena yang ada di lapangan melalui proses jurnalistik.

Namun ada juga yang responsif. Di antaranya saat Pemkot Palembang tahun 2019 bermaksud menerapkan kebijakan menaikkan PBB ratusan persen. Pemkot menyatakan sudah melakukan sosialisasi. Namun warga merasa belum dan kebijakan itu ditentang keras oleh warga.

Respon tidak setuju disampaikan warga ke hotline Surat Pembaca dan sosmed kami. Karena tugas media adalah menjembatani maka pihak Pemkot kami beri kesempatan menjawab.

Setelah ada solusi yang win-win akhirnya keputusan itu dibatalkan. Bahkan untuk warga yang sudah telanjur membayar kelebihan dikembalikan secara prosedural.

LAHIR pada era digital yakni tahun 2012 namun percepatan kedigitalannya baru terasa sejak Covid-19 datang. Saat Presiden Joko Widodo Maret tahun 2020 mengumumkan kerja dari rumah (work from home=WFH) dan sekolah dari rumah, maka buat kami orang media saat itu masa tersulit.

Bisa kolaps bisnis media ini. Begitu pikir kami. Namun layar sudah terkembang. Pantang untuk bersurut.
Informasi tentang Covid-19 sungguh membanjir di masyarakat. Masyarakat cenderung bingung mau memakai informasi yang mana. Semua seolah-olah benar.

Bahkan World Health Organization (WHO) menyebut bukan hanya pandemi virus korona yang menyebar ke seluruh dunia. Ikut menyebar pula infodemi yang penyebarannya bahkan lebih cepat daripada pandemi korona.
Kondisi ini "diperbuas" dengan adagium "content is the king".

Konten adalah segalanya dan segalanya adalah konten. Banyak media berusaha menampilkan konten menarik dengan berbagai cara.

Namun Tribun Sumsel memilih tidak mau tergoda dengan hal itu. Konten harus tetap menarik. Namun harus pakai keyword sudah terverifikasi.

Apabila tidak maka lebih baik tidak dinaikkan. Platform yang kami pilih pun meluas ke panggung virtual. Kami menghubungkan semua pemangku kepentingan tentang solusi mengatasi Covid-19 melalui panggung Sumsel Virtual Festival. Seluruh kepala daerah se-Sumsel, se-Sumatera, beberapa Menteri, figur-figur prominen juga penyintas sudah tampil di platform ini.

Ternyata kecakapan kru media bertambah. Mampu membuat produksi video. Mampu menjadi kru redaksi dan bisnis yang tergali talenta lainnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved